Langgar Undang-Undang, Rangkap Jabatan Wakil Menteri dan Komisaris Terus Berlanjut

Wakil Menteri menjabat komisaris perusahaan adalah pelanggaran terhadap undang-undang. Tapi pemerintah seperti mengabaikan undang-undang dan terus menjalankan praktik ini.

By
in Headline on
Langgar Undang-Undang, Rangkap Jabatan Wakil Menteri dan Komisaris Terus Berlanjut
Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia (Menkomdigi) Meutya Hafid (tengah) bersama Wakil Menteri II Komdigi Angga Raka Prabowo (kanan) dan Wamen I Komdigi Nezar Patria (kiri), di Gedung Nusantara II, Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024). (Sumber : DPR)

Jakarta, TheStanceID – Penempatan para wakil menteri (wamen) menjadi komisaris di berbagai di perusahaan BUMN hingga swasta terus berlanjut.

Terbaru, sedikitnya enam wakil menteri aktif telah ditunjuk untuk mengisi kursi komisaris BUMN dan swasta.

Mereka adalah Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, yang jadi Komisaris Utama Telkomsel. Serta Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Riza Patria, atau akrab disapa Ariza, sebagai komisaris.

Keduanya diangkat oleh Telkomsel dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), pada Rabu (28/5/2025).

Sebelumnya, dua wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) juga ditunjuk sebagai Komisaris Utama (Komut) di dua operator telekomunikasi besar dalam waktu dua hari berturut-turut.

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Telkom Indonesia menetapkan Angga Raka Prabowo sebagai Komisaris Utama menggantikan Bambang Brodjonegoro, yang mengundurkan diri sejak 10 April lalu pada Selasa (27/5/2025),

Keesokan harinya, Rabu (28/5/2025) PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk. (ISAT) menyetujui penunjukkan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria, sebagai Komisaris Utama Perseroan.

Nezar menggantikan posisi Halim Alamsyah yang sebelumnya menjabat Komisaris Utama sejak RUPSLB 2021, saat Indosat mulai melakukan merger menjadi Indosat Ooredoo Hutchison.

Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka juga tidak ketinggalan mendapatkan jabatan.

Entitas Grup Telkom PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel mengangkat politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu sebagai komisaris perseroan yang baru. Keputusan tersebut disepakati dalam RUPST Mitratel, Rabu (28/5/2025).

Akhir tahun lalu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria ditunjuk sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Penunjukkan Dony Oskaria tersebut diputuskan dalam RUPS pada Senin (4/11/2024).

Bahkan, Dony Oskaria pada Februari lalu juga ditunjuk Presiden Prabowo sebagai Chief Operating Officer (COO) Danantara, untuk membantu kerja Rosan Roeslani sebagai Chief Executive Officer (CEO) Danantara.

Menurut catatan TheStanceID, sebelum 6 wamen tersebut menjadi komisaris, terlebih dahulu setidaknya terdapat 12 wakil menteri (wamen) di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Para wamen itu menjabat berbagai posisi mulai dari Komisaris, wakil komisaris, hingga dewan pengawas. Nama seperti Kartika Wirjoatmodjo, Sudaryono, hingga Fahri Hamzah masuk di daftar wamen yang merangkap jabatan di perusahaan pelat merah.

Aturan Larangan Rangkap Jabatan

Praktek rangkap jabatan yang dilakukan ini mendapat sorotan karena dinilai melanggar aturan hukum maupun etika.

1. Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019,

Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, MK menyatakan adanya larangan bagi seorang wamen untuk merangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian wamen merupakan hak prerogatif Presiden RI sebagaimana pengangkatan dan pemberhentian menteri. Sehingga, wamen haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana status yang diberikan kepada menteri.

Baca Juga: Ada Sosok Kontroversial & Konflik Kepentingan di Danantara. Investor Percaya?

Dengan status demikian, seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara berlaku pula bagi para wamen.

"Ada putusan MK begini, di dalam Undang-undang Kementerian ada ketentuan bahwa menteri dilarang menjabat di BUMN tetapi tidak ada penegasan wamen itu boleh enggak merangkap," jelas Mahfud dalam siniar di akun YouTube-nya, Rabu (30/4/2024).

"Menurut MK (larangan Wamen) ini enggak perlu diputuskan dalam sebuah amar karena bagi MK larangan yang melekat pada menteri melekat juga pada wakil menteri," tambahnya.

2. UU Nomor 1/2025 tentang BUMN dan UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Pasal 17 huruf a UU No 25/2009 ditegaskan, pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha, utamanya bagi pelaksana dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.

3. Pasal 27B UU Nomo 1 tahun 2025 tentang BUMN

Aturan ini menyebutkan, Dewan Komisaris BUMN dilarang merangkap jabatan sebagai: Anggota direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas pada BUMN lain, anak usaha BUMN, atau badan usaha milik daerah. Jabatan lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan menilai pembiaran terhadap praktik rangkap jabatan dan rangkap pendapatan tersebut menunjukkan dua hal. Pertama, pemerintah seolah mengabaikan peraturan perundang-undangan yang dibuat sendiri.

“Ini perilaku yang sangat buruk bagi BUMN,” kata Herry.

Kedua, BUMN sengaja dikelola secara ugal-ugalan dengan mengabaikan regulasi, khususnya di bidang tata kelola perusahaan yang baik. Di saat bersamaan, kepentingan pribadi pejabat justru jauh lebih penting dibandingkan kepentingan negara untuk menegakkan aturan.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) pernah meneliti jumlah gaji wakil menteri keuangan yang merangkap jabatan sebagai komisaris di PLN.

"Wakil Menteri mendapatkan gaji sebesar Rp 121 juta. Sedangkan dengan jabatan komisaris di PLN bisa mendapatkan Rp 2,1 M setiap bulannya," tulis Fitra dalam laporan 3 Maret 2023.

Potensi Konflik Kepentingan

Telkom dan Indosat

Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Hanif Imaduddin, menilai adanya figur pejabat publik dalam jajaran komisaris BUMN dapat memperbesar potensi konflik kepentingan.

Peran komisaris idealnya diisi oleh individu profesional dan independen agar bisa mengawasi direksi BUMN, bukan malah diisi oleh pejabat yang memiliki hubungan langsung dengan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi BUMN tersebut.

“Ini berpotensi melemahkan independensi dan efektivitas pengawasan perusahaan,” kata Achmad.

Penunjukan dua Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) sebagai Komisaris Utama (Komut) di dua operator telekomunikasi besar bisa menjadi contoh preseden buruk.

Penempatan keduanya yang merupakan pejabat akif pemerintah sebagai Komisaris Utama menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan dan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Sebagai Wakil Menteri Komdigi, Angga Raka dan Nezar Patria memiliki peran sebagai regulator di sektor telekomunikasi dan digital. Sementara itu, Indosat dan Telkom merupakan pelaku utama di industri yang sama.

Keterlibatan dalam kedua posisi ini dapat menimbulkan konflik kepentingan, di mana keputusan kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh kepentingan korporasi, atau sebaliknya.

Hal ini berpotensi mengganggu objektivitas dan integritas dalam pengambilan keputusan dan pengawasan yang seharusnya berpihak pada kepentingan publik.

Konsekuensi Hukum Pejabat Rangkap Jabatan

Mahfud MD

Lebih jauh, Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai, pejabat yang rangkap jabatan ini berpotensi bisa dipenjara jika terjadi perubahan konfigurasi politik, dan ini sudah banyak terjadi.

Ia mencontohkan, hal ini pernah menimpa mantan ketua BPPN Safrudin Temenggung, mantan dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, dan banyak lagi.

"Jadi hentikan, tidak usah diteruskan kayak begini ini. Banyak loh kasusnya yang orang sudah pensiun ditarik lagi, orang jadi menteri pada tahun sekian, kasusnya masih ada di KPK, cuma tinggal tunggu antrian, tinggal ke atas atau di bawah, hati-hati saya bilang," ungkap Mahfud.

Mahfud meyakini, Presiden Prabowo tidak mendapat informasi yang benar dan lengkap tentang aturan hukum, dan menyarankan segera dilakukan audit terhadap kebijakan ini.

"Perlu kita lakukan audit terhadap ini semua agar negara tertib," pesan Mahfud. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\