Prabowo Lempar Wacana Hubungan Diplomatik dengan Israel, Soal Genosida dan Wilayah Palestina Tak Disinggung

Wacana Prabowo buka hubungan diplomatik dengan Israel bila Israel mengakui kemerdekaan Palestina dinilai tidak tepat, karena Israel masih melakukan genosida di Palestina. Israel harus mengembalikan wilayah Palestina yang mereka caplok, mempertanggungjawabkan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Palestina, baru Indonesia bisa bicara soal opsi membuka hubungan diplomatik.

By
in Headline on
Prabowo Lempar Wacana Hubungan Diplomatik dengan Israel, Soal Genosida dan Wilayah Palestina Tak Disinggung
Gambaran kerusakan dan reruntuhan di Gaza, Palestina, akibat perang brutal yang dilancarkan Israel sejak 8 Oktober 2023. (Sumber: https://palestine.un.org/)

Jakarta, TheStanceID – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal Palestina kembali menuai polemik. Setelah sempat mengusulkan untuk merelokasi warga Gaza ke Indonesia, kali ini Prabowo mengatakan siap membuka hubungan diplomatik dengan Israel bila kemerdekaan Palestina diakui.

Prabowo menyampaikan wacana itu ketika memberikan keterangan pers bersama Presiden Perancis, Emmanuel Macron, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/5/2025). Dalam momen itu, Kedua kepala negara menyatakan sama-sama mendukung segala upaya untuk kemerdekaan Palestina.

"Indonesia sudah menyampaikan, begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap untuk mengakui Israel dan kita siap untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Prabowo Macron

Menurut Prabowo, kemerdekaan bagi bangsa Palestina merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian serta mengakhiri konflik yang terjadi di tanah yang dijuluki "The Holy Land" itu.

Meski demikian, kata Prabowo, hak Israel juga harus dijamin sebagai negara berdaulat dan harus diperhatikan keamanannya jika Palestina merdeka.

"Saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat dan negara yang harus juga diperhatikan dan dijamin keamanannya," kata Prabowo.

Sikap RI Terhadap Israel dari Masa ke Masa

Meski Indonesia kerap menegaskan mendukung solusi dua negara (two state solution) dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, menjalin hubungan resmi dengan Tel Aviv tampak bukan menjadi prioritas Indonesia selama ini.

Para presiden pendahulu Prabowo selalu konsisten dan tak pernah ada kebimbangan dalam menolak mentah-mentah isu menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Presiden pertama RI, Soekarno, mengawali kiprah Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina di berbagai misi perdamaian. Kala itu, Soekarno menentang keras kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

Sikap Indonesia atas konflik Israel-Palestina kemudian dilanjutkan pada era pemerintahan Soeharto.

Presiden dengan julukan The Smiling General ini kerap menunjukkan pembelaan terhadap Palestina yang wilayahnya dicaplok Israel. Ia pun mendukung penuh kemerdekaan Palestina yang kemudian terwujud pada 15 November 1988.

Sikap berbeda dipertontonkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kala menjadi Presiden Indonesia ke-4. Dia ketika itu melempar ide 'nyeleneh' dengan mewacanakan akan membuka hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Israel secara terang-terangan.

Siasat itu diambil Gus Dur karena ia melihat perdamaian antara Israel-Palestina takkan tercipta jika Indonesia hanya berada di luar arena. Alias, Indonesia takkan dapat berperan aktif mendamaikan jika tak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Namun, sikap di luar kebiasaan politik luar negeri Indonesia itu justru membuat Gus Dur dikecam di mana-mana. Karenanya, wacana itu tak kunjung terlaksana sampai Gus Dur lengser dari pucuk kepemimpinan.

Baca Juga: Peran (Bangsa) Indonesia dalam Krisis Palestina: Bisa Apa? [Tulisan 2]

Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri meletakkan posisi Indonesia kembali ke relnya. Bahkan, ia dengan lantang menolak untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel sesuai amanah konstitusi dan Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955.

Sikap ini konsisten ia jalankan sampai saat ini. Termasuk, saat partainya PDI Perjuangan menolak keikutsertan Timnas U20 Israel di Piala Dunia U20 di Indonesia pada 2023 lalu.

Sementara Pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) juga berulang kali menegaskan bahwa RI tak pernah berniat menjalin hubungan diplomatik dengan Negeri Zionis.

Syarat Mutlak yang Harus Dipenuhi Israel

Anggota Komisi 1 DPR RI asal fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin mengaku setuju dengan Presiden Prabowo Subianto yang membuka opsi untuk menjalin hubungan diplomatik jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina.

Namun, ia menegaskan syarat mutlak harus dipenuhi oleh Israel terlebih dulu.

"Saya mendukung sikap pemerintah untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, namun dengan syarat mutlak yang harus dipenuhi," kata TB Hasanuddin dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).

TB Hasanuddin merinci sejumlah syarat sebagai dasar pembukaan hubungan tersebut. Pertama, Israel harus secara resmi mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Negara Palestina.

Kedua, Israel harus menghentikan segala bentuk agresi militer dan segera mundur dari wilayah-wilayah Palestina. Ketiga, kedua negara, Israel dan Palestina, harus hidup berdampingan secara damai sebagai dua negara yang merdeka dan berdaulat.

"Tentunya ini harus didukung penuh karena jelas landasannya adalah konsititusi Indonesia yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, baik Palestina maupun Israel," tegasnya.

Pernyataan Prabowo Buka Hubungan Diplomatik Terburu-buru

Hidayat Nur Wahid

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid juga mendukung pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menghadirkan negara Palestina merdeka dari penjajahan, yang berdaulat penuh atas rakyat dan tanah airnya.

Dia pun berharap Prabowo dapat mengajak lebih banyak negara lagi agar mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Namun, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengkritisi pernyataan Prabowo yang akan mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

Ia menilai pernyataan itu tidak perlu buru-buru disampaikan, sampai Palestina merdeka dan berdaulat penuh sesuai keputusan OKI dan Liga Arab.

Menurutnya, akan lebih solutif dan sesuai dengan Konstitusi apabila Prabowo lebih fokus mengedepankan perjuangkan kemerdekaan Palestina yang diakui oleh mayoritas mutlak negara-negara dunia atau anggota PBB.

"Publik tentu tidak ingin Presiden Prabowo jadi korban Israel; Misalnya hari ini Israel menyatakan dukungan kepada Palestina sebagai negara merdeka, dan kemudian Presiden Prabowo menyatakan mengakui Israel dan membuka hubungan diplomatik, tapi besoknya lagi Israel mengulangi laku tidak komitmennya dengan kembali menyerang dan menjajah Palestina," jelas HNW.

Respon Ormas Islam

MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan sikap Indonesia harus diikuti dengan komitmen untuk memproses hukum kejahatan perang yang dilakukan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ketua Bidang Kerja Sama Internasional MUI Sudarnoto Abdul Hakim menekankan, pemerintah harus mendorong agar Israel dan Netanyahu dihukum atas kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

"Jika Israel tidak lagi menjajah, semua pasukan mundur dari Gaza, semua tanah yang telah direbut secara paksa oleh Israel dikembalikan, semua tawanan Palestina dilepas, maka tidak ada lagi alasan Indonesia untuk membenci Israel," kata dia.

Senada, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas menilai Israel tetap harus mempertanggungjawabkan kejahatan perang yang mereka lakukan.

Jika Palestina merdeka, kata Anwar, Israel harus berhadapan dengan hukum atas genosida terhadap rakyat Palestina.

"Israel tentu juga harus bertanggung jawab terhadap tindakan genosida dan semua perbuatan buruk yang telah mereka lakukan selama ini terhadap rakyat dan negeri Palestina," kata Anwar dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi, mendukung langkah Presiden Prabowo jika Israel ingin diakui Indonesia sebagai negara.

Ia berpandangan, kemerdekaan Palestina harus diwujudkan dan solusi dua negara mungkin menjadi opsi terbaik saat ini untuk mengakhiri konflik.

"Banyak pihak menyerukan untuk dibuatnya 'dua negara untuk dua warga' yang hidup berdampingan secara damai. Tentu saja harus dilakukan dengan pengakuan kemerdekaan bangsa Palestina yang berdaulat terlebih dahulu oleh Israel," kata Fahrur.

Momentum yang Tidak Tepat

Agung Nurwijoyo

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo mengatakan wacana normalisasi dengan Israel ini tampaknya kurang tepat jika dibicarakan saat ini.

Pasalnya, Palestina hingga kini masih di bawah agresi brutal Israel dan semestinya sikap RI hari ini menghentikan genosida Israel.

"Saya rasa prioritas mendesak hari ini adalah upaya menghentikan genosida Israel atas bangsa Palestina. Isu ini yang seharusnya menjadi prioritas diplomasi Indonesia dalam deeskalasi genosida tersebut alih-alih menggelontorkan ide pembukaan hubungan diplomatik," kata Agung kepada TheStanceID, Jumat (30/5/2025).

Meski begitu, Agung melihat langkah Indonesia saat ini termasuk mendorong upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel yakni mencapai solusi dua negara atau two-state solutions.

Selain itu, pernyataan Prabowo yang memberikan 'syarat mutlak' untuk normalisasi dengan Israel adalah nilai moral yang harus dijaga.

"Artinya, tidak ada tiket yang gratis. Dalam upaya menciptakan perdamaian jangka panjang, mencapai kemerdekaan dan kedaulatan Palestina adalah prioritas bagi Indonesia karena syarat tersebut juga satu tarikan nafas dengan konstitusi Indonesia terkait menolak penjajahan," ungkapnya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\