Senin, 04 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Ketika Abolisi dan Amnesti Jadi Alat Bebaskan Koruptor

Pemberian abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto diklaim sebagai komitmen negara merawat persatuan. Tapi aroma barter politik sangat kuat. Ketika kasus korupsi diselesaikan secara politik, artinya tidak ada keseriusan memberantas korupsi. Hukum tunduk pada kepentingan politik.

By
in Headline on
Ketika Abolisi dan Amnesti Jadi Alat Bebaskan Koruptor
Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto

Jakarta, TheStanceID – Pemberian amnesti dan abolisi Presiden Prabowo Subianto kepada dua terdakwa kasus dugaan korupsi, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dikritik keras oleh pegiat antikorupsi hingga akademisi.

Amnesti adalah hak presiden untuk memberikan ampunan kepada pelaku pidana, sementara abolisi adalah presiden untuk menghapus penuntutan atau penjatuhan putusan terhadap pelaku pidana. Dalam pemberian hal tersebut, presiden tetap harus berkonsultasi dengan DPR.

Para akademisi dan pegiat antikorupsi khawatir cara-cara ini ke depannya akan dimanfaatkan oleh para pelaku korupsi, terutama pejabat dalam menghadapi kasus korupsi. Ini akan melemahkan proses pemberantasan korupsi

DPR Setuju Usul Prabowo

Dasco - Abolisi

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan persetujuan pemberian abolisi bagi terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom lembong.

Hal itu tertuang dalam surat permohonan konsultasi nomor Pres/R43/Pres-07/2025 yang dilayangkan Prabowo kepada DPR.

Dasco juga menyampaikan Presiden mengajukan permohonan amnesti untuk terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku, yaitu Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto

“Terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto," katanya dalam konferensi di DPR RI, Kamis (31/7/2025).

Untuk diketahui, sebelumnya majelis hakim menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Tom Lembong dalam kasus impor gula tahun 2015-2016 sebesar Rp194,72 miliar.

Sedangkan Hasto divonis 3 tahun dan 6 bulan karena terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait penggantian antarwaktu Harun Masiku. Hasto juga dihukum membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

Dasco menegaskan pemberian abolisi dan amnesti itu merupakan bentuk komitmen negara untuk merawat semangat persatuan, terutama menjelang peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang.

Sementara Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengeklaim, pemberian amnesti dilakukan setelah proses verifikasi dan uji publik secara ketat.

"Awalnya terdapat sekitar 44 ribu usulan, namun yang memenuhi syarat pada tahap pertama ini hanya 1.116 orang. Tahap kedua akan menyusul dengan total sekitar 1.668 orang," katanya.

Respon Kejaksaan Agung

Anang Supriatna - kejagung

Menanggapi pemberian abolisi dan amnesti dari Presiden, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, memastikan Kejagung menghormati pemberian abolisi dan bakal melaksanakan keputusan yang telah diambil Presiden dan disetujui DPR.

"Terkait abolisi terhadap Tom Lembong, kami menghormati dan ini sudah kebijakan daripada Presiden dan disetujui oleh Dewan, tentunya kita akan melaksanakan," ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).

Anang menjelaskan secara umum pemberian abolisi yang dilakukan Presiden bersifat personal.

Artinya, kata dia, pemberian abolisi yang ditujukan kepada Tom Lembong belum tentu akan berpengaruh kepada para terdakwa lain dalam kasus tersebut.

"Kami pertama belum terima Keppres (Keputusan Presiden). Saya tidak terlalu bisa berkomentar. Kedua, umumnya abolisi itu sifatnya personal," tuturnya.

Hukum Dipermainkan

feri amsari

Pengamat Hukum Tata Negara yang juga Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai hukum sedang dipermainkan.

"Hukum sedang dipermainkan. Kalau mau memaafkan Hasto dan Tom. kenapa harus begini amat: drama di pengadilan dulu. Kenapa enggak sedari awal saja? Bukankah Kepolisian, Kejaksaan dan KPK di bawah Presiden," ujar Feri dalam keterangannnya, Jumat (1/8/2025).

Menurutnya, keputusan yang dikeluarkan Prabowo tersebut tidak hanya menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan, tetapi juga bagi peradilan yang sehat.

"Ini kesempatan para politisi memanfaatkan situasi. Jadi, ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar," katanya.

Kritik Keras Amnesti-Abolisi Dipakai Buat Kasus Korupsi

Novel Baswedan

Sementara itu mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kecewa karena amnesti dan abolisi digunakan Presiden Prabowo Subianto untuk memberi pengampunan terhadap terdakwa kasus tindak pidana korupsi.

"Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar amnesti dan abolisi digunakan pada perkara tindak pidana korupsi," kata Novel, Jumat (1/8/2025).

Novel mengingatkan korupsi merupakan kejahatan serius dan merupakan pengkhianatan terhadap kepentingan negara.

Untuk itu, ketika penyelesaian kasus korupsi dilakukan secara politis, maka akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan. Terlebih, amnesti dan abolisi tersebut diberikan di tengah praktik korupsi yang semakin parah dan KPK sedang dilumpuhkan.

"Seharusnya pemerintah dan DPR memikirkan cara pemberantasan korupsi yang efektif dan tegas sehingga yang seharusnya dilakukan adalah penguatan lembaga pemberantasan korupsi (KPK), bukan justru menyelesaikan perkara korupsi secara politis dan membiarkan KPK tetap lemah," katanya.

Novel melihat untuk kasus Tom Lembong, seharusnya pengadilan menjatuhkan putusan bebas lantaran tidak ditemukan fakta korupsi dan bukti yang layak. Apalagi, tuduhan perbuatan korupsi dalam impor gula itu tidak memiliki kausalitas dengan kerugian negara yang dituduhkan.

Sedangkan dalamkasus Hasto, Novel menyayangkan pemberian amnesti karena perkara tersebut merupakan rangkaian perbuatan dari beberapa kejahatan yang dilakukan bahkan melibatkan beberapa orang, baik yang sudah dihukum maupun yang sedang dalam pelarian (buron).

"Bila dilihat ke belakang, perkara Hasto ini sekian lama tidak berjalan karena peran Ketua KPK yang sekarang menjadi tersangka yaitu Firli Bahuri," kata Novel.

Kental Nuansa Barter Politik

M Isnur - YLBHI

Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, melihat kesepakatan pemerintah dan DPR ini seperti "dagelan" di mana terlihat barter politik.

"Proses penegakan hukum telah menjadi alat transaksi dalam politik kekuasaan untuk mendapatkan dukungan dan stabilitas politik," kata Isnur, dalam keterangannya, Jumat (01/08/2025).

"Kita melihat bagaimana hukum yang katanya sebagai panglima di negara ini sudah habis tak berbekas, dan politik kekuasaan yang dimainkan oleh parpol menjadi panglima yang sebenarnya." tambahnya.

Isnur menilai keputusan ini menjadi sinyalemen kuat bahwa pemerintahan Prabowo tidak serius memberantas korupsi.

"Terasa sekali barter politiknya," tutur Isnur.

Menurutnya, jika presiden menghargai hukum, sebenarnya sejak awal ia bisa memerintahkan Jaksa Agung untuk menghentikan kasus Tom Lembong.

"Itu lebih terhormat buat Kejaksaan Agung. Sementara sekarang, yang terlihat seolah-olah kebaikan ada di tangan presiden, sedangkan yang tidak baik anak buahnya." ujarnya.

Dasco - Mega

Nuansa barter politik makin kentara saat Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengunggah foto pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

"Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan," tulis Dasco di akun Instagram pribadinya, Kamis (31/07/2025) malam.

Dalam unggahan tersebut terlihat pula kedua anak Mega yang juga ketua DPP PDIP, Puan Maharani dan Pranando Prabowo, serta Mensesneg Prasetyo Hadi.

Tidak diketahui di mana foto itu diambil, tapi Mega diketahui sedang berada di Bali untuk acara Bimbingan Teknis (Bimtek) kepada kader PDIP.

Dari Bali, sesaat sebelum amnesti Hasto diumumkan, Megawati juga berbicara dan meminta para kader PDIP untuk mendukung pemerintahan Prabowo Subianto. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\