Senin, 04 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Di Balik Film 'Sore' : Ketika Manusia Terjungkal di Depan Waktu

Dalam pewayangan, waktu digambarkan sebagai Batara Kala, sosok raksasa pemakan segalanya. Bukan hanya simbol kehancuran, tapi juga perubahan. Segala yang ada, yang kita cintai, atau yang kita benci, perlahan-lahan akan dilahap oleh waktu. Melawan waktu, seringkali adalah bentuk lain dari penolakan terhadap kenyataan.

By
in Soul Nutrient on
Di Balik Film 'Sore' : Ketika Manusia Terjungkal di Depan Waktu
Adegan 'SORE' : Istri dari Masa Depan' (Sumber Foto : Ceritafilms)

Adjie Santosoputro

Oleh Adjie Santosoputro, Praktisi Kesehatan Mental dan Meditator

Gimana pun yang berlalu ya udah berlalu. Enggak akan ada kabar baru dari masa lalu. Kita enggak bisa mengubah masa lalu. Kalau pun mau melawan waktu, satu-satunya cara untuk menang melawan waktu adalah dengan tidak melawannya. Pada akhirnya, di depan waktu, manusia hanya bisa menerima, menerima dan menerima.

Reno duduk di pojok sebuah kedai kopi di Kemang, “Lucu ya. Hidup berubah cepat banget. Rasanya baru kemarin kita nongkrong di pinggir jalan, bahas masa depan. Sekarang… masing-masing sibuk bertahan.”

Tama, sahabat Reno sejak SMA, “Waktu memang makan segalanya, No.”

“Kamu percaya itu?”

“Aku enggak cuma percaya. Aku lihat sendiri. Dulu aku pengen banget kembali ke masa lalu, mengubah masa lalu sesuai keinginanku. Karena aku takut kehilangan. Takut waktu ngerusak semua yang udah aku punya. Tapi ternyata… bukan waktunya yang salah. Aku yang terlalu keras menggenggam.

Reno bertanya, “Jadi sekarang kamu udah bisa ngelepas?”

Tama berkata, “Enggak tau aku udah bisa ngelepas belum. Tapi aku sadar, waktu enggak bisa diajak kompromi. Dia tetap jalan, mau aku siap atau enggak.”

“Jadi… kamu udah damai sekarang?” tanya Reno.

“Rasaku sih belum sepenuhnya. Tapi aku berhenti melawan. Dan anehnya, itu bikin aku lebih tenang.”

Reno mengangguk, “Kayaknya aku juga harus mulai belajar berdamai. Karena waktu makin dilawan, makin capek sendiri.”

Tama tersenyum, “Iya, No. Kadang, satu-satunya cara menang melawan waktu… ya dengan tidak lagi melawannya.”

Waktu bukan musuh yang harus ditaklukkan.

Waktu adalah guru yang diam-diam mengajarkan untuk menerima bahwa segala sesuatu ada masanya, dan bahwa semuanya pun akan berlalu.

Kepada Manusia, Waktu Tak Peduli soal Berpihak, Tapi Waktu Selalu Bergerak

ilustrasi waktu

Pernah enggak sih, kamu merasa pingin menahan suatu momen? Entah itu tawa di tengah teman yang udah lama enggak ketemu, pelukan dari orang tercinta, atau bahkan rasa senang pas gajian turun.

Atau pernah nggak sih, kamu pingin kembali ke masa lalu? Karena kamu ingin mengubah yang terjadi di masa lalu, sehingga yang terjadi sekarang pun ikut berubah mengikuti keinginanmu.

Pernah juga nggak sih di momen lain, kamu berharap segera loncat di masa depan saja? Ketika cemas melanda, saat patah hati, atau ketika di ruang tunggu yang membosankan. Kamu ingin waktu percepat langkahnya.

Namun baik yang manis maupun yang pahit, semuanya akhirnya lewat juga. Enggak ada yang bisa kita tahan. Enggak ada yang bisa kita percepat. Karena waktu, pada dasarnya, bukan sesuatu yang bisa ditaklukkan. Waktu seperti sungai yang terus mengalir. Enggak bisa dibendung, enggak bisa diulang agar bisa kita ubah sesuai keinginan.

Waktu, Kala, dan Batara Kala

ilustrasi batara kala

Waktu juga disebut dengan: Kala. Karena waktu digambarkan sebagai Batara Kala, sosok raksasa pemakan segalanya. Bukan hanya simbol kehancuran, tapi juga perubahan. Segala yang ada, yang kita cintai, atau yang kita benci, perlahan-lahan akan dilahap oleh waktu.

Jadi, waktu enggak peduli perasaan kita. Ia enggak akan mempercepat lajunya karena kita sedang sedih. Ia juga enggak akan melambat karena kita sedang gembira. Waktu terus berjalan, dan semua akan berubah, karena memang begitulah sifat alaminya.

Melawan waktu itu melelahkan. Waktu akan terus memakan segalanya. Dan justru karena itu, setiap momen, seburuk atau seindah apapun, menjadi berharga. Karena tidak akan terulang.

Daripada Melawan, Mungkin Kita Perlu Belajar Mengalir

Melawan waktu, seringkali adalah bentuk lain dari penolakan terhadap kenyataan. Kita ingin menggenggam yang enak, menolak yang sakit. Tapi semakin kita lawan, kita semakin capek sendiri. Persis seperti berusaha mendorong ombak agar tak menyentuh pantai.

Yang mungkin bisa kita lakukan adalah mengalir, ini bukan menyerah dalam arti kalah, tapi berserah dalam arti berdamai. Menerima bahwa kita memang bukan penguasa waktu. Kita hanya pengembara di dalamnya.

Tidak Melawan Waktu Bukan Tanda Kelemahan

Bukan berarti kita pasrah tanpa usaha. Tapi kita mulai belajar membedakan: mana yang bisa kita ubah, dan mana yang memang sebaiknya dilepas.

Waktu tak peduli apakah ia memihak manusia atau tidak. Tapi saat kita berhenti melawan, justru di situlah kita mulai benar-benar hidup. Bukan dengan memaksa momen bertahan, bukan dengan kembali ke masa lalu, bukan juga dengan mempercepatnya. Karena pada akhirnya, bukan tentang melawan waktu, tapi tentang seberapa sadar penuh hadir utuh kita di dalam gerakan waktu.***

Untuk menikmati berita di berbagai dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\