Keluarga Yakin Diplomat Arya Tak Bunuh Diri, Penyelidikan Terbuka Dilanjut
Meski polisi memastikan Arya Daru wafat bukan karena dibunuh, publik dan terutama keluarga korban masih bertanya-tanya karena ada sejumlah kejanggalan. Kompolnas menyatakan proses penyelidikan belum dihentikan dan dapat dibuka kembali jika muncul bukti baru yang signifikan.

Jakarta, TheStanceID – Polda Metro Jaya secara resmi mengumumkan hasil penyelidikan kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan (39 tahun), yang menilai tidak ada tindak pidana dalam insiden tersebut.
Arya ditemukan tewas dengan kondisi kepala terlilit lakban di kamar indekosnya di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Berdasarkan hasil penyelidikan tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya, polisi memastikan Arya meninggal dunia bukan karena aksi pembunuhan atau tindak pidana. Namun murni karena mati lemas.
"Maka sebab kematian akibat pertukaran oksigen pada saluran pernafasan atas yang mengakibatkan lemas," ucap Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Hal tersebut berdasarkan hasil autopsi forensik dan sejumlah pemeriksaan, seperti histopatologi hingga toksikologi. Termasuk, pemeriksaan psikologi forensik.
Dalam pemaparannya, kepolisian menghadirkan para pakar yang mereka libatkan, dari ahli Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), pakar toksikologi, digital, sidik jari hingga psikologi forensik.
Untuk mengungkap kasus kematian diplomat muda kemlu ini, Polisi menyebut telah memeriksa 24 saksi, termasuk kerabat Arya, orang-orang di indekosnya, kolega kerja serta sejumlah saksi "yang dapat menggambarkan profil sang pegawai Kemlu."
Selain itu, kesimpulan penyebab kematian Arya didasarkan pula pada pemeriksaan terhadap 103 barang bukti, yang mereka kumpulkan dari kantor Arya, indekos, keluarga dan saksi-saksi lain.
Kejanggalan Kasus Kematian Arya Daru
Meski sudah diumumkan mengenai penyebab kematian Arya, hasil penyelidikan terhadap kasus ini masih menyisakan sejumlah pertanyaan publik, lantaran dinilai masih ada sejumlah kejanggalan.
1. Ponsel belum ditemukan
Tim penyelidik Polda Metro Jaya mengaku hingga saat ini ponsel Samsung Ultra yang biasa digunakan Arya Daru Pangayunan belum ditemukan. Dari pelacakan tim penyelidik, ponsel itu mati di pusat perbelanjaan Grand Indonesia (GI), Jakarta Pusat.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, tim penyelidik masih mencari ponsel milik Arya tersebut.
Meski begitu, sama sekali tak mempengaruhi kesimpulan penyebab kematian korban karena jejak digital dan barang bukti, serta keterangan saksi sudah bisa memberikan titik terang.
“HP tetap akan kami tindak lanjuti. Kalau ada petunjuk, tentunya akan kami dalami,” tutur Wira.
Menurut kriminolog Haniva Hasna, jika suatu saat ponsel milik ADP ditemukan, polisi sebenarnya juga belum tentu dapat menjawab apakah terjadi tindak pidana dalam kematian diplomat Kemlu itu.
"Ponsel bisa penting, tapi itu bukan satu-satunya jawaban. Yang krusial adalah konteks penggunaanya dan kemampuan penyelidik membaca pola digital di dalam ponsel," kata Haniva.
Faktor lainnya, kata Haniva, data dalam ponsel bisa dimanipulasi atau dihapus jika ada keterlibatan pihak lain.
2. Lebam di bagian tubuh
Dokter Forensik RSCM, Yoga Tohijiwa menjelaskan bahwa dalam proses autopsi ditemukan lebam di jasad Arya Daru Pangayunan. Bahkan, terdapat luka di sejumlah tubuhnya.
Memar di lengan Arya Daru disebut akibat memanjat tembok di rooftop Gedung Kemlu, kata Kepolisian.
"Ditemukan adanya luka terbuka dangkal pada bibir bagian dalam, luka-luka lecet pada wajah dan leher, serta memar-memar pada wajah, bibir bagian dalam, dan anggota gerak atas kanan akibat kekerasan tumpul," kata Yoga dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Menurut Yoga, luka tersebut terjadi pada saat Arya Daru Pangayunan masih hidup. Sebab, terjadi pendarahan pada luka berdasarkan tanda fatalitas yang ditemukan.
3. Aktivitas Arya Daru sebelum mengakhiri hidup
Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor), Nathanael Sumampouw, menjelaskan Arya Daru tidak menunjukan aktivitas mental negatif dalam kesehariannya.
Namun, berdasarkan riset yang dilakukan Apsifor, kasus serupa pernah terjadi di luar negeri.
"Ini bukan terjadi secara instan, artinya di sini kita perlu melihat bagaimana individu ditemukan adanya suatu riwayat. Adanya riwayat yang kemudian berkaitan dengan situasi, berkaitan dengan faktor dalam diri dia atau kepribadian, lingkungan, masalah, situasi, hidup, dan sebagainya," ungkap Nathanael dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Selain itu, adanya riwayat konsultasi mengenai keinginan bunuh diri yang ditemukan pada ponsel lama Arya Daru cukup menggambarkan situasi mentalnya. Korban tercatat melakukan konsultasi dua kali, yakni pada 2013 dan 2021.
"Memang ini sesuatu hal yang bisa dikatakan individu kompleks. Yang paling mengetahui mengenai bagaimana keadaan emosinya, suasana hatinya, adalah kita sendiri," tutur Nathanael.
Kasus Belum Dihentikan
Polda Metro Jaya memastikan bahwa kasus ini tidak dihentikan (SP3), meskipun penyebab kematian Arya Daru diketahui karena henti napas hingga lemas. Bahkan, kepolisian enggan menyebutkan bahwa kematian korban ini karena bunuh diri.
"Kami menyimpulkan kasus ini adalah tidak ditemukan peristiwa pidana, itu yang bisa kita simpulkan. Kalau kita simpulkan yang lain (bunuh diri) salah karena bukan wewenang penyidik. Penyidik melakukan penyelidikan ada atau tidaknya peristiwa pidana," ujar Wira.
Tim penyelidik masih membuka peluang kasus ini dilanjutkan jika adanya fakta baru yang mungkin ditemukan lagi. Oleh karenanya, kasus ini masih akan terus berjalan.
"Sementara kami tetap akan menerima masukan apabila ada informasi. Sementara belum (dihentikan)," jelas Wira.
Kompolnas : Penyelidikan Masih Terbuka
Senada, Komisioner Komisi Kepolisiasn nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim mengatakan bahwa proses penyelidikan masih terbuka dan dapat dibuka kembali jika muncul bukti baru yang signifikan.
"Apabila memang ada informasi yang baru yang perlu didalami oleh penyelidik dan kemudian didalami penyelidik itu ternyata menjadi bukti baru, tentu kita akan mendorong bisa dilakukan penyelidikan kembali. Jadi terbuka, yang penting ada bukti baru," kata Yusuf dalam keterangannya, Kamis (31/7/25).
Kompolnas, kata Yusuf, telah melakukan pendalaman menyeluruh atas hasil penyelidikan tersebut, termasuk pengecekan langsung ke tempat kejadian perkara (TKP).
Selain itu, penyelidikan dilakukan berdasarkan penalaran awal bahwa peristiwa ini diduga sebagai tindak pidana pembunuhan.
Serangkaian tindakan penyelidikan juga telah dilakukan, mulai dari pengumpulan barang bukti, analisis CCTV, hingga pemeriksaan digital forensik dan otopsi oleh ahli dari RSCM serta Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR).
"Kami sekali lagi sudah melakukan penalaran secara luas dengan penalaran bahwa ini diduga peristiwa pidana, tapi dari pendalaman itu tidak mendapatkan dukungan fakta-fakta yang cukup yang dapat disimpulkan bahwa ini peristiwa pidana,” tutur Yusuf.
Salah satu temuan penting yang menjadi perhatian adalah kondisi lakban pada jenazah. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium forensik terhadap lakban tersebut, menurut dia, tidak ditemukan sidik jari orang lain selain milik korban sendiri.
"Lakban itu kalau ada jejak sidik jari orang lain itu akan teridentifikasi, tapi dari lakban itu setelah diperiksa sidik jarinya hanya sidik jari almarhum," ungkap Yusuf.
Baca Juga: KontraS: 47 Orang Tewas karena Extrajudicial Killing, Aktor Utamanya Polisi
Terkait HP Arya Daru yang hingga kini belum ditemukan, Yusuf mengatakan, meskipun perangkat tersebut belum ditemukan secara fisik, data dari handphone masih bisa dilacak melalui perangkat lain yang terkoneksi, seperti notebook korban.
"Karena ada bukti-bukti, barang bukti lain yang mendukung, termasuk device yang itu terkoneksi dengan handphone yang belum ditemukan itu, sehingga urgensinya, bobotnya bisa berkurang, sehingga tanpa itu bukti lain juga mendukung dan telah menjelaskan," jelas Yusuf.
Meski begitu, HP yang hilang bisa saja menyimpan petunjuk atau fakta baru yang penting. Karena itu, pencarian terhadap perangkat tersebut tetap didorong oleh Kompolnas.
Keluarga Tepis Hasil Penyelidikan Polisi
Usai polisi memaparkan hasil penyelidikannya, keluarga Arya Daru Pangayunan meyakini bahwa kematian diplomat muda itu bukan karena bunuh diri.
Kakak ipar almarhum Arya, Meta Bagus mengatakan kesimpulan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya masih bersifat sementara. Sebab, proses penyelidikan masih berjalan sehingga belum dapat dikomentari secara substantif.
"Sampai saat ini kan memang penyelidikan masih berlangsung dan ini kan kesimpulan yang disampaikan juga masih dalam proses pendalaman juga dari beliau-beliau dari kepolisian,” katanya di DIY, Selasa (29/7/2025).
Keluarga hingga saat ini juga masih meyakini bahwa almarhum bukanlah pribadi seperti yang digambarkan dari hasil analisis digital yang dipaparkan pihak kepolisian.
Sebelumnya, polisi mengungkap ada bukti digital forensik, surat elektronik korban sejak 2013 hingga 2021 yang menunjukan ada keinginan kuat almarhum untuk mengakhiri hidupnya.
"Kami meyakini bahwa almarhum tidak seperti itu," ujar Bagus.
Dia menambahkan, pihak keluarga juga masih mempercayai aparat penegak hukum akan bekerja berdasarkan kaidah yang benar dan meminta publik dan media untuk turut mengawal jalannya penyelidikan dengan empati dan keseimbangan.
"Kita semua percaya bahwa kita adalah bagian dari masyarakat, bahwa keadilan adalah milik bersama. Pada waktunya nanti kami juga percaya kebenaran akan terungkap dengan membawa terang, dan membawa keadilan dan ketenangan," katanya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.