Jakarta, TheStance  – Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan keinginan agar Papua ditanami sawit sehingga menghasilkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kelapa sawit.

Ini disampaikan Prabowo saat memberi pengarahan dalam rapat percepatan pembangunan Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

"Kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan BBM," kata Prabowo.

Selain sawit, Prabowo juga mengusulkan penanaman tebu dan singkong yang bisa menghasilkan etanol (biofuel).

Klaim Bisa Hemat Rp250 Triliun

kebun sawit

Prabowo menjelaskan tanaman biofuel itu bisa membantu Indonesia mencapai swasembada energi. Impor BBM Indonesia dari luar negeri, menurut Prabowo, nilainya mencapai Rp520 triliun per tahun.

Dia membayangkan betapa besar penghematan jika Indonesia mampu memotong kebutuhan impor BBM itu sampai setengahnya. Apalagi jika mampu betul-betul swasembada, tidak impor.

"Kalau kita tanam kelapa sawit, singkong, tanam serbuk, pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun," kata Prabowo.

Menurutnya ini berarti akan ada dana Rp250 triliun-Rp500 triliun yang bisa dialokasikan untuk rakyat. "Rp500 triliun itu berarti tiap kabupaten bisa kemungkinan dapat Rp1 triliun," tambahnya.

Prabowo menjelaskan, dalam lima tahun kepemimpinanna, dia menargetkan seluruh daerah bisa mencapai taraf swasembada pangan dan energi.

Prabowo Beberapa Kali Singgung Sawit

Prabowo Musrenbang

Dalam catatan TheStance, sejak dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 2024 lalu, Prabowo beberapa kali menyinggung manfaat kelapa sawit.

Pada Desember 2024 lalu, di forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) misalnya, Prabowo mengatakan Indonesia perlu menambah jumlah penanaman kelapa sawit.

Dia tidak melihat kelapa sawit menyebabkan deforestasi. Prabowo menilai tuduhan bahwa lahan sawit menyebabkan deforestasi adalah keliru, karena menurutnya pohon sawit juga menyerap karbon dioksida.

“Enggak usah takut apa itu katanya, membahayakan, deforestation. Namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan?” katanya. “Benar enggak, kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Dia menyerap karbondioksida,” lanjutnya.

Kemudian, dalam pidato HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, (5/12/2025), Prabowo kembali menempatkan kelapa sawit sebagai jawaban atas persoalan energi Indonesia.

Menurutnya, sawit adalah komoditas strategis karena membuat Indonesia tak perlu bergantung pada impor bahan bakar fosil.

"Kita diberikan karunia oleh Yang Maha Kuasa. Kita punya kelapa sawit, kelapa sawit bisa jadi BBM, bisa jadi solar, bisa jadi bensin. Kita punya teknologinya,” katanya.

Prabowo menyebut keberadaan sawit sangat krusial, terutama di tengah konflik global. Sebab perang yang masih berlangsung di Eropa berpotensi menghambat pasokan energi internasional.

Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan Alam

sawit - papua

Rencana Prabowo untuk menanam kelapa sawit di Papua demi swasembada energi ini menuai kritik keras para aktivis.

Juru Kampanye Satya Bumi, Riezcy Cecilia Dewi menjelaskan hutan alam adalah ekosistem yang kompleks dan memiliki keragaman hayati sementara sawit ditanam secara monokultur. Selain sawit, tak ada tanaman lain di kebun sawit.

Aktivis yang akrab disapa Icy ini menyebutkan bahwa keragaman hayati akan musnah ketika hutan diubah jadi kebun sawit. Dampaknya, satwa yang bergantung pada keragaman hayati hutan akan terusir.

Ini terlihat dari kasus-kasus gajah atau harimau yang sampai memasuki permukiman di Sumatra dan Kalimantan.

Selain itu kemampuan sawit menahan air dan erosi tanah sangat terbatas, karena akarnya tidak menghunjam dalam.

"Sawit memiliki akar serabut yang dangkal," jelasnya. Inilah mengapa ketika terjadi hujan lebat, sawit tidak mampu mencegah tanah longsor.

Dia menambahkan, kebun sawit juga menyebabkan degradasi tanah. Lahan bekas perkebunan sawit tidak lagi bisa produktif seperti sebelumnya. Ini karena pohon sawit memiliki sifat rakus terhadap air.

“Perlu proses yang lama, biaya yang besar, untuk mengembalikan tanah yang bekas ditanami sawit.” jelasnya. Lagipula, secara nasional, kata Icy, Indonesia sudah melewati batas aman pembukaan lahan untuk sawit.

Menurut hasil penelitian MADANI Berkelanjutan, Satya Bumi dan Sawit Watch, batas aman pembukaan lahan sawit di Indonesia mencapai 18,15 juta hektare. Sedangkan, per tahun 2022, terdapat 18,22 juta hektare lahan perkebunan sawit.

“Artinya luas perkebunan sawit yang ada saat ini sudah melebihi batas aman secara nasional,” katanya.

Tidak Belajar dari Bencana Ekologis Sumatra

walhi - hutan

Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian, juga mengritik pernyataan Prabowo yang ingin menanam kelapa sawit dan tebu di Papua atas nama swasembada energi.

Pernyataan itu menunjukkan tidak adanya kemauan politik presiden untuk memperbaiki tata kelola hutan, lingkungan dan sumber daya alam, guna mencegah bencana ekologis seperti di Sumatra.

Seharusnya, kata Uli, bencana Sumatra menjadi momentum bagi Prabowo mengevaluasi izin pembukaan lahan, dan menagih pertanggungjawaban korporasi atas kerusakan lingkungan.

"Keinginan untuk membuka sawit dan kebun tebu skala besar di Papua hanya akan memperparah krisis ekologis," kata Uli dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).

Dia menambahkan, selama ini rakyat Papua telah mengalami perampasan wilayah adat akibat izin-izin yang diterbitkan pemerintah.

Bahkan, pembukaan lahan 2 juta hektare lahan di Papua yang sudah berjalan, dampaknya telah dirasakan oleh warga Merauke: mulai dari perampasan wilayah adat, hilangnya sumber pangan lokal, banjir, kekerasan, bahkan kriminalisasi.

"Tiap tahun banjir selalu terjadi di Merauke. Bisa dibayangkan ke depan banjir ini akan semakin sering terjadi dan meluas bila pembukaan hutan untuk sawit dalam skala besar terjadi di Papua," katanya.

Baca Juga: Banjir Sumatra 2025 dan Luka Lama Bahorok: Ketika Alam Menagih

Berdasarkan catatan WALHI Papua, Papua telah kehilangan tutupan hutan primer ± 688 ribu hektare hingga saat ini, atau 10 kali wilayah DKI Jakarta. Yang mengejutkan lagi, Papua menyumbang 70% dari total deforestasi nasional.

“Jika rencana ekspansi sawit, tebu dan lainnya atas nama swasembada pangan dan energi tetap dijalankan, sama artinya negara akan mengulang bencana ekologis Sumatra di Papua,” kata Uli. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance