Fakta Terabaikan dan Dinilai Terlalu Kapitalis, Tom Lembong Dipenjara 4,5 Tahun
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Tom terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam impor gula. Sementara Tom Lembong menilai hakim mengabaikan hampir semua fakta persidangan terutama keterangan para saksi ahli. Politik dinilai telah menjadi panglima.

Jakarta, TheStanceID – Setelah menjalani masa persidangan selama 4 bulan, akhirnya mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong divonis 4 tahun dan enam bulan (4,5 tahun) penjara dalam kasus impor gula.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Tom telah terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan impor gula.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan setebal lebih dari 1.000 halaman ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Hakim menyatakan tindakan Tom terkait dengan impor gula juga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam vonis ini, Tom tidak dibebani uang pengganti lantaran tidak memperoleh keuntungan pribadi terkait impor gula.
Hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis kepada Tom.
Hal memberatkan Tom Lembong ialah saat menjadi menteri perdagangan dinilai mengedepankan ekonomi kapitalis bukan Pancasila, tak melaksanakan tugas secara akuntabel, hingga mengabaikan hak masyarakat mendapatkan gula yang terjangkau.
Sementara hal meringankan Tom belum pernah dihukum, kooperatif dalam persidangan, tidak menerima keuntungan pribadi dari kerugian negara, hingga berlaku sopan selama persidangan.
Jaksa Tuntut Tom Lembong 7 Tahun Penjara
Sebelumnya, pada awal Juli lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut supaya Tom dipidana dengan pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Tom merugikan negara senilai Rp515.408.740.970,36 (Rp515 miliar), yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) dalam kegiatan impor gula semasa ia menjabat sebagai mendag.
Menurut JPU, tindakan melawan hukum Tom Lembong adalah menerbitkan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi antar Kementerian.
Disebutkan Tom Lembong melakukannya dengan melibatkan setidaknya 10 orang pengusaha.
Jaksa juga menuding Tom merilis Surat Pengakuan Sebagai Importir produsen GKM untuk diolah menjadi GKP yang dilakukan pada saat produksi GKP dalam negeri mencukupi. Lalu, pemasukan/realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.
Dia menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.
"Terdakwa Tom Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah," ungkap jaksa.
Baca juga: Cacat Logika dan Cacat Hukum Perhitungan Kerugian BPKP dalam Kasus Tom Lembong
Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 orang tersangka dalam kasus ini. Dua di antaranya, yakni Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Namun, Tom kukuh menegaskan tidak bersalah. Dia menyatakan kegiatan impor gula semata-mata menindaklanjuti arahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan dilakukan sesuai dengan prosedur termasuk melibatkan kementerian lain.
Tom Lembong : Vonis Hakim Hanya Copy Paste Tuntutan Jaksa
Menanggapi vonis hakim, Tom Lembong mengaku menyesalkan hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepadanya.
Ia menilai, majelis hakim hanya menyalin ulang atau copy paste tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus impor gula.
"Saya mungkin ketiga saya menyesalkan bahwa kalau saya lihat, vonisnya majelis itu kembali lagi, seperti copy paste, copas, dari tuntutan penuntut," kata Tom di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Majelis hakim, dinilai Tom, mengabaikan hampir semua fakta persidangan terutama keterangan para saksi ahli. "Ya sekali lagi boleh dibilang mengabaikan hampir semua fakta persidangan, terutama keterangan para saksi ahli," ujarnya.
Apalagi dalam persidangan, majelis hakim tidak menyatakan adanya niat jahat atau mens rea atas dirinya dalam kasus impor gula.
Selain itu, dia menilai, hakim mengesampingkan kewenangannya sebagai mendag dalam kasus impor gula. Padahal, aturan perundang-undangan secara jelas memberikan mandat kepada mendag dalam urusan perniagaan barang pokok.
"Dan tadi saya lihat, saya catat secara teliti cermat, kiranya majelis mengabaikan bahwa seharusnya Kemendag punya wewenang tersebut," tuturnya.
Preseden Buruk Bagi Pejabat Pengambil Keputusan
Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menilai vonis hakim bisa menjadi preseden buruk bagi para pejabat pengambil kebijakan. Para Menteri, kata Amir, berpotensi terjerat korupsi sebagaimana kliennya dalam waktu 5 hingga 10 tahun mendatang.
“Ketika 5-10 tahun mendatang, mereka (yang) mengambil kebijakan-kebijakan saat ini, maka mereka siap-siap akan terkena perkara korupsi,” tegasnya.
Menurut Ari, putusan majelis hakim yang menyatakan kliennya melakukan korupsi dalam kebijakan importasi gula, bisa membuat para pejabat tidak berani mengambil keputusan. Akibatnya, penyelenggaraan negara tidak bisa berjalan.
“Jadi keputusan ini punya dampak yang luar biasa. Dampak yang luar biasa baik bagi pejabat, maupun bagi pihak swasta, pihak pengusaha,” ujar Ari.
Kental Nuansa Politis
Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang ikut hadir dalam sidang pembacaan vonis mengaku kecewa hakim tetap menjatuhkan vonis 4,5 tahun terhadap Tom Lembong.
"Jika kasus seterang benderang ini, dengan orang seperti Tom saja, bisa dikriminalisasi, bagaimana dengan jutaan warga negara kita," kata Anies di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Dia pun mendukung langkah hukum yang akan diambil Tom Lembong berikutnya untuk mencari keadilan. Anies juga meminta pemegang kekuasaan untuk memerhatikan dan membenahi sistem hukum yang bisa menjerat siapapun secara semena-mena.
"Kami meminta kepada para pemegang kekuasaan untuk serius memperhatikan dan membenahi hukum kita. Kalau kepercayaan kepada sistem hukum dan peradilan kita runtuh, maka sesungguhnya negeri ini telah runtuh," ucapnya.
Untuk diketahui, Tom Lembong merupakan saah satu penyokong Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Dia menjadi salah seorang pimpinan di tim pemenangan Anies.
Dalam pleidoinya, Tom menyebut status terdakwa yang disematkan kepada dirinya tak terlepas dari sikap politik di Pilpres 2024. Ia diketahui mendukung Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan.
Sebelumnya, Tom dikenal sebagai orang dekat Joko Widodo. Relasi Tom dan Jokowi bermula di Balai Kota DKI Jakarta pada 2013. Tom Lembong kala itu menjadi penasehat ekonomi sekaligus penulis pidato Jokowi yang berstatus Gubernur DKI.
Kariernya terus berkembang, hingga ditunjuk menjadi mendag pada Agustus 2015. Tom menduduki jabatan itu hingga Juli 2016. Setelah itu, dia diberi posisi baru yaitu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKKPM).
Hubungan keduanya tak berlanjut saat Jokowi memulai kepresidenannya pada periode kedua. Pada Oktober 2019, Thomas tak lagi duduk di kabinet ataupun memimpin sebuah lembaga negara.
Dugaan kasus ini kental nuansa politisasi juga pernah disampaikan Mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan kasus Tom sarat dengan nilai politis lantaran impor gula terjadi sudah lama tetapi kasusnya baru dipersoalkan saat ini.
"Tom Lembong membuat kebijakan itu sudah lama, seumpama pun salah kenapa kok dibiarkan, setelah Tom Lembong ada empat menteri lagi yang melakukan hal yang sama. Nah, itu yang menurut saya sekarang ini politisasi, belum kriminalisasi," ujar Mahfud dalam sebuah acara diskusi virtual, Kamis (21/11/2024)
Kejaksaan Agung mengaku tidak ada unsur politisasi dalam penetapan tersangka Tom Lembong.
"Bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digarisbawahi, tidak terkecuali siapa pun pelakunya," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
"Ketika ditemukan bukti yang cukup maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tambahnya.
Menurut Kejagung, kasus ini sudah diusut sejak Oktober 2023 atau sebelum Pemilu Presiden 2024. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.