Jakarta, TheStance – Perilaku pendakwah asal Kediri, Jawa Timur (Jatim) Mohammad Elham Yahya Luqman atau biasa disapa dengan Gus Elham mencium anak-anak perempuan menuai sorotan dan kecaman dari banyak pihak.

Sebelumnya, viral video Gus Elham yang merupakan cucu KH Mudhofir Ilyas (pendiri Pondok Pesantren Al Ikhlas Kaliboto, Kediri) ini mencium anak-anak di atas panggung saat pengajian.

Dalam video itu, dai berusia 24 tahun itu bertanya kepada seorang anak perempuan, "Kamu boleh dicium sekali lagi enggak?" yang dijawab sang anak dengan polos, "Boleh."

Percakapan di video tersebut disambut tawa jemaah. Namun belakangan memicu kemarahan publik karena dinilai tidak pantas bagi seorang pendakwah.

Terlebih, video yang beredar tidak cuma satu. Beberapa video lain Gus Elham kemudian beredar, memperlihatkan dia menciumi anak-anak perempuan yang masih kecil, berusia sekitar 5 tahun.

Unggahan itu pun memunculkan gelombang seruan agar kasus tersebut diusut. Apalagi aksi Gus Elham menciumi anak-anak perempuan ini ternyata sering terjadi, dan dilakukan saat pengajian.

Buntut dari perilaku tersebut, ajakan "Selamatkan anak-anak dari dugaan aksi pedofilia" pun ramai diunggah ulang oleh para pengguna media sosial.

Tindakan yang Tidak Pantas

wamenag Romo Muhammad

Menanggapi tindakan Gus Elham tersebut, Wakil Menteri Agama, Muhammad Syafi'i menilai itu tindakan tidak pantas, apalagi karena yang bersangkutan dianggap pemuka agama.

"Kita sepakat dengan publik, bahwa itu tidak pantas!" kata Syafi'i, Selasa (11/11/2025).

Apalagi, Kementerian Agama telah memiliki pedoman tegas mengenai lingkungan ramah anak di madrasah dan pesantren melalui Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam.

"Ada surat keputusan dari Dirjen Pendis tentang madrasah dan pesantren ramah anak yang intinya agar anak-anak madrasah, anak-anak pesantren mendapatkan pemenuhan haknya sebagai peserta didik dan jauh dari tindak kekerasan yang tidak seharusnya mereka terima," tambah pria yang sering disapa Romo Syafi'i tersebut.

Disinggung mengenai kemungkinan pemanggilan atau penelusuran terhadap pihak terkait, Syafi'i mengatakan pengawasan dan penertiban merupakan bagian dari langkah Kemenag untuk memastikan keteladanan dalam ruang publik keagamaan.

"Tadi kan sudah kita sampaikan, pengawasan termasuk itu, supaya tidak terulang. Bahkan terhadap yang bersangkutan memang harus ada upaya mengembalikan kepada posisinya, jika tidak mengulangi perbuatan-perbuatannya," katanya.

Pelanggaran Serius Nilai Kemanusiaan dan Prinsip Dakwah

Alissa Wahid

Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menyesalkan tindakan Gus Elham, yang tidak mencerminkan akhlakul karimah serta bertentangan dengan ajaran Islam.

Ketua PBNU Alissa Wahid mengatakan perilaku tersebut jelas-elas merendahkan martabat manusia, terlebih terhadap anak-anak.

Itu juga merupakan pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan dan prinsip dakwah bil hikmah yang menjadi ciri dakwah Islam rahmatan lil 'alamin.

"Itu menodai nilai-nilai dakwah sendiri yang seharusnya memberikan teladan melalui sikap dan lakunya kepada umat," kata Alissa dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).

PBNU menegaskan Nahdlatul Ulama mewarisi amanah besar untuk membangun kemaslahatan umat dengan berpegang pada prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah.

Oleh Karena itu, NU menolak keras segala praktik yang mencederai maqashid syariah (tujuan penerapan syariat), terutama perlindungan terhadap kehormatan manusia (hifdz al-'irdh), tanpa memandang usia, status, maupun kedudukan sosial.

"Prinsip maqashid syariah inilah yang harus dipegang dan menjadi pertimbangan utama para pendakwah," kata Alissa.

MUI: Pendakwah Harus Tahu Ukuran Kepantasan

MUI

Kecaman juga datang dari Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis. Dia menilai perbuatan itu tidak patut dilakukan oleh siapa pun, termasuk seorang pendakwah.

"Saya pikir perbuatan itu tidak patut dilakukan oleh siapa pun, apalagi dilakukan oleh pendakwah atau orang pesantren, bahkan mungkin anaknya kiai. Tentu tidak patut dilakukan. Tidak ada yang membenarkan itu," kata Kiai Cholil, Rabu (12/11/2025).

Cholil juga menilai permintaan maaf Gus Elham merupakan langkah yang tepat. Ia berpesan agar perbuatan itu tidak diulangi lagi.

"Berkenaan hukum untuk kategori pelecehan, kita kembalikan kepada ahli hukum apakah perlu diproses atau tidak," kata Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat tersebut.

Dia mengingatkan bahwa selain harus memastikan apa yang disampaikannya benar, pendakwah juga harus belajar dan mengetahui ukuran kepantasan dan kesopanan karena setiap perilaku dan tindakannya akan dinilai oleh masyarakat.

Selain itu, Cholil juga menghimbau kepada orang tua untuk tidak segan-segan menolak dan menegur apabila anaknya mendapatan perlakuan tidak pantas dan tidak wajar.

"Meskipun dia Gus. Siapapun dia. Tentunya harus mengawasi. Apalagi orang perokok. Bagi anak kecil kurang sehat, orang tua perlu tegas," katanya.

Gus Eham memang perokok dan terkadang juga merokok saat memberikan ceramah.

Gus Elham Minta Maaf

Gus Elham

Setelah videonya viral dan menuai kecaman, Gus Elham akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas kegaduhan yang ditimbulkan. Video dibuat di Kediri, pada Selasa (11/11/2025) pukul 14.00 WIB.

Dalam pernyataannya di akun Instagram @fuadbakh, Elham memint maaf dan menyebut insiden tersebut sebagai kekhilafan pribadi dan menegaskan komitmennya untuk memperbaiki diri.

"Dengan penuh kerendahan hati, saya Muhammad Elham Yahya Al-Maliki saya pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas beredarnya video yang menimbulkan kegaduhan," ujar Gus Elham dalam video tersebut.

Terkait anak-anak dalam video tersebut, alumni Ponpes Lirboyo ini menegaskan mereka berada di bawah pengawasan orang tua masing-masing dan rutin mengikuti pengajiannya.

"Dan perlu saya sampaikan bahwa anak dalam video viral tersebut adalah mereka yang dalam pengawasan orang tuanya yang mengikuti rutinan pengajian saya," ujar dia.

Meski begitu, Gus Elham tetap menyampaikan penyesalannya dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan tersebut di masa mendatang serta menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga.

"Saya berkomitmen untuk memperbaiki dan menjadikan peristiwa ini menjadi pelajaran berharga agar tidak mengulangi hal serupa di masa mendatang dan saya juga bertekad untuk menyampaikan dakwah dengan cara yang lebih bijak sesuai dengan norma agama, etika dan budaya bangsa, serta menjunjung akhlakul karimah," lanjutnya.

Pelecehan dan Kekerasan Seksual terjadi di Pesantren

template Gus Elham

Perilaku tak pantas Gus Elham pada anak-anak perempuan ini membuat lingkungan lembaga pendidikan keagamaan khususnya pesantren kembali jadi sorotan.

Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sebanyak 573 kasus kekerasan terjadi di lingkungan pendidikan sepanjang 2024, dimana dari jumlah tersebut 42% di antaranya merupakan kasus pencabulan.

Dari total kasus pencabulan itu, sebanyak 36% di antaranya terjadi di lingkungan belajar berbasis agama seperti pesantren. Jumlah korban yang terungkap diduga meningkat pada 2025. Hingga Juni lalu misalnya tercatat sekitar 130 kasus.

Ironisnya, kekerasan seksual dilakukan oleh pengurus dan pengajar pondok pesantren.

Berikut ini sejumlah kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan pesantren yang terjadi dalam kurun waktu setahun terakhir yang dihimpun TheStance dari berbagai sumber :

  • Pengasuh pondok pesantren di Rembang, Jawa Timur, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan santrinya sendiri pada Mei 2025.

  • Satuan Reskrim Polres Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, menahan AF, ketua yayasan sebuah pesantren di Lombok Barat dengan korban lebih dari 20 santri pada April 2025.

  • Pria berinisial AIA yang bertugas sebagai pembina kamar di sebuah pesantren di Tulungagung, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencabulan terhadap 12 santri laki-laki pada April 2025.

  • Pengurus pesantren di Trenggalek, Jawa Timur, dan putranya ditetapkan sebagai tersangka pencabulan belasan santri selama rentang waktu 2021-2024 pada Maret 2025.

  • Polres Jakarta Timur menetapkan guru dan pemilik pesantren di Duren Sawit sebagai tersangka dalam kasus pencabulan lima santri pada Januari 2025.

  • Pimpinan pondok pesantren di Cikande, Serang, Banten, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan dan pelecehan terhadap tiga santrinya pada Desember 2024.

  • Pengasuh pesantren di Muara Enim, Sumatra Selatan ditangkap polisi karena diduga melakukan pencabulan terhadap santriwati, pada Desember 2024.

Dipengaruhi Banyak Faktor

Komnas Perempuan

Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014, Yuniyanti Chuzaifah, mengatakan kekerasan seksual di pesantren terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi. Mulai dari feodalisme patriarki, relasi kuasa, dan budaya impunitas.

"Ada relasi kuasa berbasis kelas, misal yang miskin dijanjikan dibiayai. Lalu, ada relasi kuasa berbasis spiritual karena dia tokoh agama. Satu lagi, relasi kuasa dia sebagai laki-laki," kata Yuniyanti yang juga pernah mengenyam pendidikan di pesantren.

"Dulu, temuan Komnas Perempuan yang berjudul 'Memecah Kebisuan' itu ada rayuan-rayuan spiritual pakai justifikasi agama. Jadi, agama juga dimanipulasi untuk kekerasan seksual." tambahnya.

Munculnya ancaman jika menolak juga kerap menjadi kuncian pelaku agar korban bersedia menuruti kemauan pelaku. Apalagi jika pelaku punya jaringan luas atau orang berpengaruh, seperti pemilik pondok, keturunannya, atau guru yang senior.

Tidak hanya itu, orang-orang semacam ini juga terlindungi karena budaya impunitas terhadap pelaku. Doktrin agama yang mewajibkan murid untuk patuh kepada guru kerap membuat korban kekerasan seksual tidak berani melapor.

Selain itu, ketiadaan mekanisme pelaporan dan pendampingan yang memadai juga menjadi kendala penanganan saat kekerasan seksual terjadi.

Upaya Pengawasan Pemerintah

Nazaruddin Umar

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan segala tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moralitas harus menjadi musuh bersama.

Termasuk perilaku pendakwah asal Kediri Jawa Timur, Elham Yahya Luqman alias Gus Elham yang viral dikecam karena menciumi anak-anak perempuan.

"Bukan hanya saya sebagai Menteri Agama, saya person juga ya. Semua tindakan-tindakan yang bertentangan moralitas itu adalah harus menjadi musuh bersama," kata Nasaruddin, Rabu (12/11/2025).

Menurutnya, setiap orang, siapapun itu, harus menghindari tindakan atau perilaku yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal tersebut bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi institusi/lembaga yang menaunginya.

Namun Nazaruddin meminta masyarakat tidak menggeneralisir kasus itu terjadi di seluruh lembaga/institusi keagamaan, mengingat perilaku tak terpuji itu dilakukan oleh oknum atau seseorang saja.

"Jadi saya kira berpikir secara matang adalah segala sesuatu yang kasus itu diselesaikan secara kasuistik, ya kan," katanya.

Kementerian Agama, kata Nazaruddin, terus berupaya menciptakan ruang aman dan nyaman bagi siapapun, baik di institusi pendidikan maupun keagamaan.

Salah satunya lewat Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Di dalamnya, diatur tentang definisi, bentuk, pencegahan hingga sanksi kekerasan seksual di lingkup pendidikan keagamaan.

Baca Juga: Ditjen Pesantren, Upaya Formal Negara Mengatasi Problem Dunia Santri

Kemenag juga telah membentuk tim pembinaan pondok pesantren yang menjadi wadah kolaborasi para pimpinan pesantren untuk mengeliminasi segala bentuk penyimpangan apapun yang terjadi di lembaga Pendidikan.

Kemudian ada juga Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Sejumlah kebijakan ini disebut sebagai langkah pencegahan kekerasan seksual.

"Pondok Pesantren ke depan itu harus menjadi contoh untuk sebuah masyarakat yang ideal," kata dia. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance