Jakarta, TheStance – Kementerian Agama berencana membentuk direktorat jenderal khusus yang mengurusi pondok pesantren (ponpes) menyusul insiden "takdir Tuhan" di Al-Khoziny, perundungan, dan kekerasan seksual di lingkungan pesantren.

Sore itu, ketika para santri berjemaah salat Asar, bangunan 4 lantai yang belum rampung itu rubuh, mengubur mereka. Enam puluh tujuh nyawa melayang akibat kelalaian konstruksi yang tak sesuai standar di ponpes Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur.

Tragedi ini membuka tabir ringkihnya infrastruktur di lingkungan pondok pesantren. Dari sekitar 42.000 pondok pesantren di Indonesia, hanya 51 yang mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang kini disebut Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Kayanya sebagian besar enggak berizin, yang ter-record di sistem PBG kita hanya 51 yang berizin,” ucap Dody Hanggodo, Menteri Pekerjaan Umum, pada Selasa (7/10/2025).

Minimnya kepemilikan PBG disinyalir karena masih banyak pengelola ponpes tak memahami pentingnya PBG, ditambah dugaan tersandung rumitnya birokrasi perizinan. Masih banyak pengelola pondok khususnya di daerah yang belum paham ihwal PBG.

Pasca kejadian nahas itu, pengasuh Ponpes Al Khoziny, KH. Abdul Salam Mujib meminta maaf pada para wali santri, menyebut insiden itu sebagai takdir yang digariskan Tuhan.

“Saya kira memang ini takdir dari Allah. Jadi semuanya harus bisa bersabar dan mudah-mudahan diberi ganti oleh yang lebih baik,” katanya.

Tameng untuk Hentikan Proses Hukum

BNPB

Banyak yang mendesak agar pengurus ponpes dijerat hukum sesuai Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.

Selain melanggar KUHP, tidak dipenuhinya syarat administratif dan standar konstruksi juga melanggar Undang-Undang Bangunan Gedung No. 28/2002. Namun hingga kini, tidak ada pengusutan oleh pihak kepolisian.

Belum redup insiden Ponpes Al Khoziny, lembaga pendidikan islam tertua ini kembali diterpa polemik lain. Kontroversi dipicu oleh satu program dari stasiun televisi Trans7, Xpose Uncensored pada 13 Oktober 2025.

Dalam program infotainment itu, ada potongan video santri bersalaman dengan kiai yang duduk di kursi. Para santri bersimpuh dan memberikan amplop pada pimpinan ponpes yang menjadi "sumber penghidupan para kiai."

“Ketemu kiai-nya masih ngesot dan cium tangan. Dan ternyata yang ngesot itulah yang ngasih amplop. Netizen curiga bahwa bisa jadi inilah kenapa sebagian kiai makin kaya raya,” kata narator dalam segmen bertema pondok pesantren tersebut.

Visualisasi serta narasi yang disajikan dalam tayangan tersebut memantik amarah para santri, dianggap melecehkan tradisi penghormatan atau ta’dzim yang melekat dalam budaya pesantren tradisional.

Apalagi, yang dijadikan contoh olok-olok adalah Ponpes Lirboyo, salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Kemarahan massa pun tak terbendung, sehingga memicu demonstrasi menuntut Trans7 bertanggung jawab.

Isu Kekerasan Seksual Mengemuka Lagi

perempuanTak berhenti pada kisruh tayangan televisi milik konglomerat Chairul Tanjung, perdebatan tentang relasi santri dan kiai terus menjalar, antara kelompok “pondok tradisional” dan “pondok modern”, yang menyorot isu feodalisme dan dugaan perbudakan.

Berbagai ekses buruk ponpes pun kembali diungkit, mulai dari kekerasan seksual hingga perundungan. Hari Santri Nasional justru ramai membahas pernyataan Menteri Agama Nasaruddin soal kekerasan seksual di lingkungan ponpes.

“Adanya kejahatan seksual di pondok pesantren yang dibesar-besarkan oleh media, padahal itu hanya sedikit jumlahnya,” kata Nasarudin Umar pada 14 Oktober 2025.

Pernyataan Menag ini dikecam oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang menilai statement itu mengecilkan korban.

“Pernyataan tersebut mengecilkan dan cenderung menyangkal pengalaman korban, dan justru menghilangkan akuntabilitas serta membangun ruang impunitas atas nama baik pesantren,” tulis KOMPAKS sebagaimana diberitakan Tempo.

Rentetan masalah yang membelit dunia santri ini sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Pada Peringatan Hari santri Nasional ke-10, ia menyetujui pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di lingkungan Kementerian Agama.

Melalui surat nomor B-617/M/D-1/HK.03.00/10/2025 tertanggal 21 Oktober 2025, Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menginstruksikan pembentukan Ditjen Pesantren.

“Dengan surat ini, saya ingin menyampaikan bahwa Presiden telah menyetujui pembentukan Ditjen Pesantren,” lanjutnya, pada Rabu (22/10/2025).

Terinspirasi Tragedi Al-Khoziny

Wakil Menteri AgamaWakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i mengonfirmasi pembentukan Ditjen khusus ponpes tersebut yang akan diterbitkan dengan beleid setingkat di bawah UU, yakni Peraturan Presiden (Perpres).

“Alhamdulillah, saya baru saja menerima kabar dari Kementerian Sekretariat Negara tentang telah terbitnya Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama.” tutunya.

Prasetyo mengakui inisiatif ini dipicu "tragedi" Al Khoziny. “Berkenaan dengan masalah izin Ditjen Pondok Pesantren, memang itu bermula dari beberapa waktu yang lalu ada kejadian yang menimpa saudara-saudara kita di Pondok Pesantren Al Khoziny.”

Dengan keberadaan Ditjen itu, diharapkan perhatian terhadap pesantren semakin besar—baik dari sisi personalia, pendanaan, maupun program— sehingga pemerintah semakin hadir dalam mendukung perkembangan pesantren di seluruh Indonesia.

Ia juga menyebut perlu adanya perhatian lebih kepada lembaga pendidikan islam yang tersebar di Indonesia dan sebagian besar tak mengantongi izin bangunan.

“Dari peristiwa itu kita mendapatkan fakta bahwa tampaknya kita semua pemerintah perlu untuk memberikan perhatian yang lebih kepada pondok-pondok pesantren kita, yang menurut data yang tercatat hari ini berjumlah kurang lebih 42 ribu pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia,” lanjut Prasetyo.

Baca Juga: Tradisi yang Disalahpahami: antara Cinta Santri dan Bias Cara Pandang Modern

Prabowo juga menugaskan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melakukan assessment keamanan teknis seluruh bangunan ponpes. Standar minimal keamanan akan diberlakukan untuk semua lembaga pendidikan berbasis agama, dan rumah ibadah.

Tak hanya itu, muncul gagasan pelatihan konstruksi sipil bagi para santri. Lewat program ini santri diharapkan memiliki bekal keilmuan minimal di bidang bangunan, sehingga dapat mengawasi proses pembangunan di pondok pesantren masing-masing.

“Kami benar-benar tidak ingin semangat budaya itu hilang. Kami justru ingin memperkuatnya. Dan insya Allah Kementerian PU akan melatih dan mensertifikasi para santri sebagai tenaga kerja konstruksi,” kata Dody Selasa (14/10/2025).

Dikutip dari laman Kementerian Agama, wacana pembentukan direktorat jenderal pesantren sebetulnya telah bergulir sejak 2019 di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Usulan tersebut tidak disetujui karena dianggap pengesahannya belum urgen.

Narasi kembali menguap pada 2021 karena Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN RB) meminta Kemenag meninjau lagi usulan pembentukan dirjen pesantren.

Pada 11 Desember 2024, Nasarudin Umar kembali mengajukan usulan pembentukan dirjen pesantren, dan baru disahkan "berkat" insiden Al-Khoziny. (mhf)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance