Oleh Muhammad Syarkawi Rauf, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2015-2018, pernah menjadi Direktur Utama BERDIKARI dan Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI/IX dan kini aktif sebagai Chairman of Asian Competition Institute (ACI).

Proyeksi ekonomi Indonesia tahun 2025 kurang menggembirakan. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) memprediksi ekonomi Indonesia cuma tumbuh 4,9% tahun ini.

Angka ini jauh dari “mimpi” pemerintah sebesar 6–8% hingga tahun 2029.

World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2025 dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sekitar 4,9%, lebih tinggi 0,1% dari perkiraan sebelumnya (4,8%).

Bank Indonesia (BI) mengestimasikan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh di rentang 4,6–5,4% dan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,2% tahun 2025, jauh lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia (World Bank) sebesar 4,8%.

Jika diamati pertumbuhan tahunan (year-on-year/YoY) per kuartal, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama hanya 4,87%, meningkat menjadi 5,12% pada kuartal kedua dan melambat menjadi 5,04% pada kuartal ketiga tahun 2025.

Realisasi pertumbuhan kuartal ketiga (Q3) lebih tinggi dibandingkan konsensus ekonom sebesar 5%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada periode itu disebabkan oleh perlambatan investasi yaitu dari 6,99% (Q2) menjadi hanya 5,04% (Q3).

Hal ini, sejalan dengan besarnya proporsi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya 31,48%. Sehingga, dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sebesar 6,245 maka pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,04%.

Jika besaran investasi sebagai proporsi terhadap PDB, paling tinggi sekitar 33,22% dengan angka ICOR sebesar 6,245, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat 2025 diperkirakan maksimum hanya sekitar 5,32%.

Maksimal Diperkirakan Hanya Tumbuh 5,12%

Data

Secara tahunan, merujuk angka ICOR, yaitu rasio antara investasi per PDB terhadap pertumbuhan output, pertumbuhan PDB 2025 hanya akan di rentang 4,96%– 5,12% dengan ICOR sebesar 6,245 dan persentase investasi terhadap PDB di 31%–32%.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 itu masih jauh dari visi jangka panjang pemerintahan Prabowo sekitar 6%–8%, bahkan lebih rendah dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang hanya 5,2%.

Stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar angka 5% disebabkan oleh tingginya inefisiensi perekonomian nasional. Hal ini tercermin pada angka ICOR tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 6,245.

Angka ICOR Indonesia masih lebih tinggi dari Vietnam (4,6), Thailand (4,4) dan Malaysia (4,5). Artinya perekonomian Indonesia jauh lebih boros yaitu membutuhkan lebih banyak barang modal atau investasi untuk menghasilkan satu unit tambahan output.

Sebagai perbandingan, proporsi investasi terhadap PDB India relatif sama dengan Indonesia, yaitu 31,2%. Namun, dengan ICOR lebih rendah (hanya 4,5), pertumbuhan ekonomi India jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu sebesar 6,93%.

Target pemerintah India hingga tahun 2030 adalah menurunkan angka ICOR menjadi hanya 2,7 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10%, di mana kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan 10% hanya sekitar 27% dari PDB India.

Hal ini kontras dari Indonesia, dengan ICOR sebesar 6,245 maka untuk mencapai pertumbuhan 8% saja maka kebutuhan investasinya jauh lebih besar, yaitu sebesar 49,96% dari PDB.

Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 6–8&?

Dorong Efisiensi dan Digitalisasi Ekonomi

Langkah paling penting adalah mendorong efisiensi dan mengurangi kebocoran dalam perekonomian nasional, dengan menurunkan angka ICOR dari 6,245 saat ini menjadi hanya 5-6 dalam 5 tahun ke depan.

Strategi jangka pendek hingga panjang yang dapat dilakukan pemerintah adalah mendorong inovasi teknologi melalui transformasi digital perekonomian nasional. Akses digital oleh seluruh propinsi dan kabupaten/kota harus mencapai 90%.

Lalu, meningkatkan indeks kemudahan berbisnis. Hal ini dilakukan dengan reformasi kelembagaan (institutional reform), khususnya yang terkait rule of law yang inklusif, birokrasi efisien, tanpa pungutan liar, transaction cost yang rendah dan lainnya.

Tak hanya menurunkan angka ICOR, langkah tersebut juga akan memperkauat daya tarik investasi Indonesia. Harapannya, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia semakin baik. Paling tidak mendekati peringkat kemudahan berbisnis India yakni 27.

Perlu juga mengadopsi teknologi digital terbaru melalui penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Inteligent/AI), pembelajaran mesin (machine learning), big data, internet segala hal (Internet of Thing/IoT) dan otomasi dalam perekonomian nasional.

Adopsi teknologi digital terbaru akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka ICOR dari 6,245 menjadi sekitar 5–6 dalam 5 tahun ke depan.

Terakhir, menetapkan national champion di sektor manufaktur sebagai fokus pengembangan sehingga sebagian besar sumber daya nasional diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sektor manufaktur unggulan.

Langkah serupa juga pernah dilalukan oleh Jepang dan Korea Selatan, dengan membangun sektor manufaktur yang efisien sehingga memberikan daya saing produknya di pasar ekspor.***

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.