Tolak Perintah AS, Perwira Inggris Ini Mencegah Perang Dunia III di Tahun 1999
Rakyat Irlandia Utara mengingatnya sebagai penjahat perang, pemerintah Inggris mengenangnya sebagai pahlawan.

TheStanceID – Sebagian orang mengingatnya sebagai penjahat perang, sebagian lain mengenangnya sebagai pahlawan karena mencegah Perang Dunia III yang berisiko pecah usai perang dingin, pada tahun 1999.
Namanya Michael David Jackson.
Lahir di Sheffield, Inggris pada 21 Maret 1944, dia adalah seseorang yang hidup dan matinya didedikasikan untuk militer.
Mengawali karir di tahun 1963, Jackson bertugas di Korps Intelijen. Dia bekerja di belakang meja.
Salah satu tugasnya adalah mempelajari Bahasa Rusia sehingga dia disekolahkan di University of Birmingham. Kemampuan berbahasa Rusia ini kelak menjadi faktor penting yang menentukan sejarah dunia.
Tujuh tahun kemudian, Jackson dipindahkan ke Resimen Terjun Payung, dan bertugas ke Irlandia Utara yang saat itu bergolak.
Irlandia Utara, yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, enggan menjadi bagian dari Inggris Raya, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan.
Mereka membentuk milisi Irish Republican Army (IRA) yang mengangkat senjata, menuntut Inggris mematuhi isi Pakta Anglo-Irish tahun 1921 yang memberikan kemerdekaan bagi Irlandia Utara.
Di sana, Jackson menyaksikan pembantaian Ballymurphy (1971), di mana 11 warga sipil Irlandia dibunuh Resimen Terjun Payung.
Klaim Seumur Hidup
Jackson saat itu bertugas sebagai ajudan perwira. Seumur hidupnya, dia terus mengklaim bahwa warga yang dibunuh memang bersenjata.
Catatan hitam selanjutnya dia torehkan ketika terjadi pembantaian tahun 1972 yang dikenal dengan ‘Bloody Sunday.’ Meski tak mengokang senjata, Jackson menjadi bagian dari rantai komando insiden berdarah itu.
Sebanyak 14 orang demonstran tak bersenjata diberondong peluru oleh pasukan Jackson. Namun bertahun-tahun, dia mengklaim bahwa pasukannya ditembaki terlebih dahulu.
Pada 2010, investigasi atas kasus tersebut dilancarkan, hasilnya dituangkan dalam Laporan Saville. Di situ Jackson tak bisa berkutik lagi. Dia terbukti berbohong.
Perdana Menteri David Cameron secara resmi menyampaikan permintaan maaf pada keluarga korban.
Tragedi itu hingga kini menyisakan luka bagi warga Irlandia. Mereka terus menuntut adanya pengadilan terhadap para jenderal di balik pembantaian tersebut, termasuk Jackson.
Petualangan di Balkan
Meski rekam jejak militernya berlumuran darah warga Irlandia yang tak berdosa, karir militer Jackson justru moncer.
Pada tahun 1984 dia ditunjuk menjadi komandan batalion 1 Resimen Terjun Payung. Tugasnya masih di Irlandia Utara. Enam tahun kemudian, dia diangkat menjadi Komandan Brigade.
Selepas itu, petualangannya di Negeri Balkan dimulai.
Pada tahun 1995, kerajaan Inggris menunjuk Jackson sebagai Komandan pasukan Organisasi Pakta Aliansi Utara (North Alliance Treaty Organization/NATO) di perang Bosnia-Serbia.
Dia membawahi Korps Reaksi Cepat Sekutu (Allied Rapid Reaction Corps/ARRC). Jabatan itu terus dipegangnya hingga pecah perang Kosovo.
Pada musim semi tahun 1999, NATO atas nama perdamaian membombardir Yugoslavia selama 78 hari dan memulai operasi darat. Mereka mengizinkan Rusia untuk ikut menempatkan satu batalion pasukannya dalam misi perdamaian tersebut.
Diperintahkan Serang Rusia
Amerika Serikat (AS) mencurigai pasukan perdamaian Rusia hanyalah kedok untuk membantu Serbia. Jenderal AS Wesley Clark memerintahkan NATO mencegah pergerakan pasukan terjun payung Rusia yang lagi menuju Bandara Slatina Pristina.
AS ingin bandara tersebut dikendalikan NATO. Wesley Clark pun memerintahkan tentara NATO memblokir area tersebut dan melibas pasukan Rusia jika mereka tidak patuh.
Namun jawaban Jackson sungguh di luar dugaan, dan membuat Clark blingsatan: "Saya tidak akan memulai Perang Dunia Ketiga untuk Anda."
"Pak, saya seorang jenderal bintang tiga, Anda tidak bisa memberi saya perintah seperti ini. Saya memiliki penilaian sendiri tentang situasi ini dan saya yakin perintah ini berada di luar mandat kami,” katanya seperti dikutip Guardian.
Setelah insiden itu, pada 13 Juni Jackson menemui Komandan Jenderal Rusia Viktor Zavarzin, berbagi botol wiski dengannya, menyatakan bahwa dia akan menjamin pergerakan pasukan Rusia.
Dari situlah Jackson mendapat julukan "Macho Jacko." Pemerintah Inggris tak menghukumnya atas pembangkangan itu. Sebaliknya, karirnya terus meroket dan terakhir menjadi Kepala Staf Umum Tentara Inggris hingga pecah Perang Irak di 2003.
Mati Membawa Kontroversi
Di kalangan anak buahnya, Jackson dikenal sebagai sosok yang keras. Dia bahkan dijuluki Darth Vader dan Pangeran Kegelapan karena suaranya yang berat dan serak.
Bagi masyarakat Irak, julukan Jackson sangat lah tepat. Sebulan setelah dia ditunjuk menjadi Kepala Staf Umum, jabatan tertinggi di militer Inggris, Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak.
Tentara Inggris ikut serta pada 2003. Jackson lah yang “menjamin” bahwa serangan terhadap Irak itu legal untuk dilakukan.
Kerajaan Inggris rupanya menyukai tipe tentara pembohong, keras, dan ulet seperti Jackson. Pada Desember 2004, penjahat perang ini mendapatkan gelar Knight Grand Cross on the Order of Bath (GCB).
Sejarah belakangan membuktikan bahwa jaminan Jackson ngawur, karena dunia akhirnya tahu bahwa AS berbohong soal senjata pemusnah masal di Irak, dengan menyodorkan bubuk palsu di sidang Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Selama invasi yang diperkirakan menewaskan 1 juta warga Irak itu, kebejatan tentara Inggris terbongkar. Jackson terpaksa menghukum sebagian dari tentaranya, karena bukti-bukti sudah tersebar luas.
Seolah menebus kesalahannya di Perang Irak, Jackson pada 2007 mengritik Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfield dengan sebutan orang yang bangkrut secara intelektual, tak masuk akal, dan bukan sedang membangun Irak menjadi lebih baik.
Dua tahun kemudian, dia memutuskan pensiun dari dinas kemiliteran.
Jenderal di Belakang Meja
Menurut pengakuan Jackson, satu-satunya penyesalan yang dia miliki selama dinas hanyalah fakta bahwa dia tak pernah terlibat dalam baku-tembak secara fisik.
Selama 45 tahun karirnya, dia beroperasi di belakang meja mengambil keputusan strategis yang berkonsekuensi besar seperti korban jiwa yang tak berdosa.
Konsekuensi itulah yang membayangi masa tuanya, hingga akhirnya Jackson menghembuskan nafas terakhir pada Selasa lalu (15/10/2024), di usia 80 tahun akibat kanker prostat.
Berkat Si Wacko Jacko, dunia kala itu terselamatkan dari bahaya Perang Dunia III, setidaknya sampai dengan sekarang ketika Perang Dunia III dikhawatirkan pecah akibat perang genosida Israel di Palestina yang terus tereskalasi.
Warga Irlandia menyumpahi kematian Jackson. Hasrat akan keadilan mendorong mereka menuntut Jackson diadili, dan secara bersamaan mendukung Palestina.
Mereka tahu betul rasanya ditindas tak hanya dengan senjata, tapi juga kebohongan. (ags)