Cara DPR Ketika Tak Optimal Serap Aspirasi: Menggemuk dengan Badan Baru
Pembentukan 'badan aspirasi' menjadi tak lazim karena selama ini tugas DPR memang menyerap aspirasi rakyat.

Jakarta, TheStanceID - Belum berlalu polemik tunjangan perumahan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), lembaga legislatif tersebut kembali bikin ramai, kali ini dengan membentuk: Badan Aspirasi Masyarakat.
Polemik mulai muncul ketika DPR meresmikan sejumlah Alat Kelengkapan Dewan (AKD) periode 2024-2029. Selain menambah dua komisi baru—dari 11 menjadi 13 komisi, DPR mengesahkan pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II pada Selasa (15/10/2024).
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan Badan Aspirasi Masyarakat dibentuk sebagai wadah menampung aspirasi masyarakat secara langsung dan tidak langsung. AKD baru ini akan menghimpun dan menelaah aspirasi yang disampaikan masyarakat.
"Menyampaikan hasil penelaahan kepada AKD terkait untuk ditindaklanjuti; dan melakukan monitoring terhadap tindak lanjut AKD," kata Puan di Sidang Paripurna, Selasa (15/10) yang disiarkan langsung TV Parlemen.
Selain itu, lanjut dia, Badan Aspirasi Masyarakat juga berwenang menindaklanjuti laporan masyarakat yang bersifat umum, agar tak bertabrakan dengan kewenangan AKD lain yang lebih berkaitan dengan bidang per komisi.
Badan Aspirasi Masyarakat juga diklaim sebagai jawaban atas sejumlah kritik kepada DPR yang dituding minim melibatkan masyarakat dalam penyusunan atau pembahasan undang-undang.
"Menerima aspirasi masyarakat dalam rangka melaksanakan mining full participation pada setiap tahapan pembahasan rancangan undang-undang," tambah Puan.
Badan baru DPR ini rencananya berisi 19 anggota dewan. PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra akan mengirimkan masing-masing tiga nama. Lima partai lainnya yaitu Partai Nasdem, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat mendapat slot dua kursi.
Siaga Terima Pendemo
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menambahkan bahwa salah satu fungsi Badan Aspirasi Rakyat adalah memfasilitasi masyarakat yang berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR.
Badan ini akan menjadi pihak yang menerima perwakilan masyarakat yang berdemo, mengingat penanganan unjuk rasa dari internal DPR selama ini kurang terstruktur.
“Jadi justru kita DPR menerimanya, betul-betul ini bagian dari rumah rakyat. Jangan sampai seolah selama ini demo tidak diterima oleh DPR. Dan kalau demo, ya jangan sampai diterima secara sporadis. Sehingga ada badan yang menangani khusus,” kata Politisi PKB ini, dikutip Kompas.com.
Selain itu, Badan Aspirasi Rakyat akan memfasilitasi harapan rakyat soal proses legislasi, penganggaran, pengawasan terhadap undang-undang (UU) dan program pemerintah, hingga diplomasi Parlemen.
Selanjutnya, Badan Aspirasi Rakyat akan menyampaikan pengaduan masyarakat tersebut kepada setiap komisi DPR sesuai bidang kerja dan isu yang diangkat.
Masing-masing komisi kemudian membawa aspirasi tersebut dalam rapat kerja dengan pemerintah (kementerian/lembaga) untuk mencari solusi.
Badan yang Kontradiktif
Semestinya, aspirasi masyarakat bisa diserap oleh anggota dewan melalui mekanisme reses, di mana ada kewajiban dan anggaran bagi para anggota dewan untuk turun langsung menemui konstituennya.
Di luar, itu, masing-masing anggota dewan biasanya juga punya semacam rumah aspirasi di dapil masing-masing untuk menampung aspirasi masyarakat.
Oleh karenanya, keberadaan badan penyerap aspirasi itu menjadi pemborosan semata, menurut Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti. "Apalagi dengan adanya ruang socmed, udah gak relevan lagi," ujar Ray saat dihubungi TheStanceID pada Kamis (17/10/2024).
Urusan menampung aspirasi mestinya sudah final. Yang dibutuhkan masyarakat adalah tindak lanjut dari aspirasi itu. "Apalagi di ujung jabatan [anggota dewan periode lalu] banyak undang-undang yang tidak sesuai aspirasi masyarakat," kata Ray.
Ketimbang membuat badan tambahan, Ray menyerukan DPR untuk menyederhanakan birokrasi agar masyarakat bisa leluasa masuk ke Gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi.
Demikian juga saluran untuk mengetahui sejauh mana laporan yang disampaikan sudah ditindaklanjuti oleh DPR. "Karena mau masuk ke DPR aja ada banyak pintu & berlapis. Perbaiki dan permudah dulu administrasinya," pungkas Ray.
Gagal Serap Aspirasi?
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai rencana DPR membentuk Badan Aspirasi Rakyat adalah tak lazim karena DPR sejak awal memang bertugas menyerap aspirasi dan menjadi wakil rakyat.
"Kalau DPR secara kelembagaan dan perorangan berurusan dengan aspirasi rakyat, maka alat Kelengkapan yang dibentuk DPR seharusnya menempatkan aspirasi rakyat sebagai hal utama dalam pelaksanaan tugas. Jadi untuk apa lagi ada Badan khusus?" ujar Lucius seperti dikutip Kompas.com, Kamis (10/10/2024).
Menurut Lucius, DPR secara keseluruhan adalah lembaga yang tugas utamanya memperjuangkan aspirasi rakyat melalui pelaksanaan fungsi pokok DPR di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Akan terjadi kerancuan tersendiri jika DPR membentuk AKD yang mengurus aspirasi rakyat. “Badan Aspirasi ini hanya akan jadi gimik saja. Seolah-olah DPR peduli aspirasi,” ujarnya.
Lucius menilai tidak ada urgensi DPR membentuk Badan Aspirasi Rakyat jika semua AKD bekerja untuk dan atas nama rakyat. Selama ini, kata dia, banyak aspirasi rakyat tak diperjuangkan DPR. Sebaliknya, DPR justru sibuk menyerap aspirasi Pemerintah.
“DPR seperti memagari diri agar sulit didatangi oleh rakyat yang mau menyampaikan aspirasi. Mau masuk DPR aja ribetnya minta ampun, padahal yang datang adalah rakyat sendiri,” kata Lucius.
Dia mengingatkan agar Badan Aspirasi Rakyat tak berakhir seperti Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang justru pekerjaannya tidak jelas.
Semula, BAKN ditugaskan untuk memastikan laporan hasil audit BPK agar bisa ditindaklanjuti komisi-komisi. Namun sampai sekarang, tidak ada kerjaan BAKN yang terlihat nyata.
"Janganlah suka bikin badan baru kalau cuma sekedar untuk bagi-bagi jatah di antara fraksi saja," tegasnya.
Tak Perlu Ditambah
Dikutip dari Antara, Analis Komunikasi Politik sekaligus Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia Khafidlul Ulum menyerukan DPR untuk membatalkan rencana pembentukan badan baru tersebut, termasuk rencana penambahan komisi.
"Ada sejumlah alasan kenapa jumlah komisi tidak perlu ditambah," kata Ulum.
Pertama, jika merujuk pada bocoran jumlah komisi di DPR dan kementerian yang akan menjadi mitra kerja mereka, banyak kementerian yang mempunyai tugas yang beririsan dengan kementerian lainnya.
Misalnya, Kementerian dan badan yang mempunyai bidang kerja berkaitan dengan hukum tidak perlu komisi khusus di DPR. Cukup Komisi III yang bermitra dengan kementerian dan badan tersebut.
Apalagi sampai sekarang tidak jelas apa yang membedakan tugas Kementerian Hukum dengan Kementerian HAM nantinya.
Kedua, penambahan komisi jelas tidak efisien dari sisi anggaran. Komisi baru dipastikan menyedot anggaran besar, mulai dari pembiayaan sekretariat, rapat-rapat, konsumsi, dan biaya lainnya.
Ketiga, penambahan komisi tidak menjamin kerja DPR akan lebih efektif. Ia menilai efektivitas bukan diukur dari penambahan komisi, tapi bagaimana agar anggota dewan menjalankan fungsi dengan baik, mulai dari legislasi, anggaran, dan pengawasan.
"DPR RI sebaiknya membatalkan rencana penambahan komisi. Begitu juga rencana pembentukan Badan Aspirasi. Sebab, bukankah tugas-tugas DPR tidak lepas dari mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat?" pungkasnya. (est)