Sempat Bikin Keder, Pajak Otomotif Berskema Opsen Naik Sebesar Ini

Skema opsen pajak kendaraan bermotor ternyata memang bisa memicu kenaikan beban pajak yang kita bayar.

By
in Now You Know on
Sempat Bikin Keder, Pajak Otomotif Berskema Opsen Naik Sebesar Ini
Ilustrasi kampanye sosialisasi opsen pajak di Indonesia. (Sumber: leonardo.ai)

Jakarta, TheStanceID - Pemerintah bakal memberlakukan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) mulai 5 Januari 2025 mendatang. Ternyata memang memicu kenaikan beban pajak yang kita bayar.

Opsen bermakna pajak tambahan (bijslag) yang besarannya mengacu pada tarif dasar pajak yang menerima tambahan tersebut. Karena bermakna pajak tambahan, skema pengenaan pajak ini seringkali disalahpahami sebagai pembebanan pajak baru kepada masyarakat.

Kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan daerah—dengan mengintegrasikan berbagai jenis pajak dalam satu peraturan daerah (Perda), ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Mengutip Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Modul PDRD Opsen Pajak Daerah, salah satu tujuan opsen pajak adalah memperkuat sinergi pemungutan pajak antara pemerintah pusat dan daerah.

Selain itu, juga untuk mempercepat distribusi hasil pajak yang sebelumnya dilakukan melalui mekanisme bagi hasil. Dengan pemberlakuan opsen pajak, penerimaan pajak daerah diharapkan meningkat secara bertahap dalam jangka panjang.

Tarif opsen PKB telah diatur dalam Pasal 83 ayat (1) yaitu sebesar 66%. "Tarif opsen PKB sebesar 66% dihitung dari besaran pajak terutang," demikian bunyi pasal tersebut. Tarif opsen BBNKB juga sama, yakni sebesar 66%.

Selain PKB dan BBNKB, mekanisme opsen juga berlaku bagi Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Besaran tarif opsen pajak MBLB ini berbeda dari opsen PKB dan opsen BBNKB, yakni sebesar 25%.

Penerapan opsen ini tidak berlaku di DKI Jakarta karena merupakan daerah khusus. Opsen hanya berlaku untuk daerah di bawah provinsi.

 

Tidak Otomatis Jadi Beban Baru

Pengamat pajak, Prianto Budi Saptono menjelaskan keseluruhan beban pajak yang dibayar oleh pengguna kendaraan tidak akan berbeda jauh dengan yang sekarang berlaku.

Kecuali, bagi pemilik kendaraan baru di tahun depan, karena pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor juga dibarengi dengan penurunan tarif PKB dan BBNKB.

Misalnya, tarif PKB untuk mobil yang baru pertama kita miliki akan ditetapkan maksimal 1,2% dari sebelumnya 2%, dan tarif BBNKB menjadi 12% dari sebelumnya 20%. "Jadi besaran pungutannya mirip dengan yang sebelumnya, tetap sama," ujar Prianto.

Opsen pajak tidak akan menambah beban wajib pajak karena pemerintah mengatur skema opsen dengan menurunkan tarif dasar pajak terlebih dahulu, sebelum menambah pungutan opsen.

Artinya, total kewajiban pajak kendaraan bermotor atau BBNKB yang kita bayarkan akan tetap sama. Yang berbeda, dari nilai yang sama tersebut kita akan dapati komponen pajak yang kita bayar bertambah.

Pengguna kendaraan bermotor pada 2025 akan tercatat membayar BBNKB, opsen BBNKB, PKB, opsen PKB, Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), biaya administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan biaya administrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

Cara Menghitung Opsen

Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Modul PDRD Opsen Pajak Daerah, berikut contoh perhitungan opsen PKB:

Misalnya, Dika memiliki mobil dengan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) sebesar Rp300 juta (setelah memperhitungkan bobot). Adapun tarif PKB kendaraan kepemilikan pertama di Peraturan Daerah (Perda) PDRB domisilinya adalah 1,1%.

Maka, PKB Terutang = 1,1% x Rp300.000.000 = Rp3.300.000 (jumlah ini masuk ke Rekening Kas Umum Daerah/RKUD Provinsi)

Opsen PKB = 66% x Rp3.300.000 = Rp2.178.000 (jumlah ini masuk ke RKUD Kabupaten/Kota)

Total yang dibayar Dika = Rp3.300.000 + RP 2.178.000 = Rp5.478.000

Nilai ini hampir setara dengan tarif pajak 1,8% yang sebelumnya dia bayar jika mengacu pada UU Nomor 28 Tahun 2009. Berikut rinciannya:

Tarif pajak (1,8%) x NJKB motor Dika (Rp300.000.000)= Rp5.400.000

Jadi, skema opsen hanya membuat Dika membayar Rp78.000 lebih mahal dari kewajiban pajak PKB lama (dengan asumsi tarif PKB lama 1,8% dan PKB baru 1,1%). Untuk masyarakat menengah, angka ini tentu tidak signifikan.

Pemerintah Kabupaten/Kota Hepi

Perbedaan lain terletak di balik layar, yakni penyetoran pajak. Jika dulu kabupaten/kota menitipkan tagihan ke provinsi, maka skema opsen memastikan dana yang kita bayarkan akan diterima langsung oleh pemerintah kabupaten/kota.

Prianto menjelaskan, skema baru ini diberlakukan karena mekanisme alokasi anggaran dari provinsi ke kabupaten/kota dinilai belum efektif akibat adanya keterlambatan penerimaan.

Dengan opsen PKB dan BBNKB, kabupaten/kota diharapkan menerima bagiannya lebih cepat dan transparan. "Sederhananya, saya tinggal di Depok. Tapi yang mungut pajak [Depok] selama ini Pemprov Jawa Barat," kata Prianto.

"Tapi kan saya juga menikmati fasilitas publik yang disediakan pemerintah provinsi. Maka wajarlah yang memungut Pemprov Jabar, ada opsen pajak ini ke pemkot. Dan uang dari opsen pajak itu ya sebagai pemasukan kas daerah," ujarnya.

 

Masyarakat Sempat Menolak

Penerapan opsen pajak ini sempat memicu reaksi negatif, karena dianggap sebagai beban tambahan di tengah kenaikan inflasi, iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

Kurangnya sosialisasi dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan menjadi faktor utama.

Mayoritas warga yang ditemui TheStance ID mengaku tidak mengetahui adanya kebijakan opsen PKB dan BBNK. Mereka juga satu suara menolak kenaikan pajak kendaraan bermotor.

Rama (26 tahun), warga Depok jawa Barat yang sehari-hari berprofesi sebagai driver ojek online mengaku yang ia pahami opsen pajak adalah kenaikan pajak yang harus ditanggungnya tahun depan.

Pria lulusan SMK ini pun menyatakan keberatan dengan penerapan opsen pajak. "Saya berharap pajak di tahun 2025 tidak ada kenaikan, karena makin hari hidup makin susah," kata Rama.

Wasis Purwoko (49 tahun), warga Cijantung Jakarta Timur, juga tidak setuju dengan pelaksanaan opsen pajak pada tahun depan. Dia mengira skema itu berkonsekuensi pada kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor.

"Kalau untuk orang-orang menengah ke atas mungkin tidak apa-apa kalau menengah ke bawah mungkin akan memberatkan," tutur mantan pemain sepak bola di timnas tersebut.

Wasis bilang tidak ada urgensi bagi pemerintah menaikkan pajak kendaran bermotor. Apalagi tahun depan juga ada banyak pungutan yang diterapkan pemerintah seperti PPN sebesar 12%.

Adi (30 tahun) warga Bekasi, Jawa Barat, semula menolak kebijakan ini karena belum paham betul tentang rencana penerapan opsen pajak bagi kendaraan bermotor.

Tapi, pria yang bekerja sebagai karyawan swasta ini akhirnya setuju saja setelah tahu bahwa penerapan opsen tidak menambah beban yang harus dibayarkan bagi wajib pajak.

"Yang terpenting biaya [pajak] tetap dan tidak ada kenaikan," ujar pemilik mobil tahun 2017 yang selama ini membayar pajak senilai Rp3,3 juta per tahun. (est)

\