Potensi Migas sampai Pariwisata Jadi Alasan Mengapa Empat Pulau Aceh Diperebutkan
Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyebut empat pulau itu memiliki potensi sumber daya alam gas bumi, hingga banyak pihak menginginkannnya. Potensi kandungan gasnya disebut setara dengan Blok Andaman. Prabowo turun tangan dan akan putuskan apakah empat pulau tersebut masuk Aceh atau Sumut.

Jakarta, TheStanceID – Empat pulau kecil di barat Pulau Sumatera menjadi polemik usai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkannya masuk menjadi bagian Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut).
Pengalihan status empat pulau ini termaktub dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang terbit pada 25 April 2025.
Padahal, empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang, sudah lama masuk wilayah administrasi Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
Kondisi ini kemudian menimbulkan gejolak, terutama dari masyarakat Aceh yang merasa kehilangan pulaunya secara sepihak. Beberapa aksi massa di kantor Gubernur Aceh terpantau membawa kembali bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Gubernur Provinsi Aceh Muzakir Manaf menentang keputusan Kemendagri tersebut dan dengan tegas menyebut bahwa empat pulau yang dialihkan ke Sumut adalah milik Aceh.
"Ya, empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh, jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu itu memang punya Aceh," kata Muzakir di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, empat pulau itu adalah hak Aceh lantaran dari segi sejarah hingga iklim mengikuti kawasan Aceh.
"Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu," tuturnya.
Prabowo Ambil Alih Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut
Kemendagri berjanji mengkaji ulang status kepemilikan 4 pulau di perbatasan Aceh dan Sumut usai menjadi polemik.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai Ketua Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi rencananya akan melakukan kaji ulang secara menyeluruh pada Selasa, 17 Juni 2025.
"Menteri Dalam Negeri juga berencana akan mengundang para kepala daerah, anggota DPR, dan tokoh masyarakat dari Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara untuk mendengar pandangan, saran, dan masukan dalam rangka mencari titik temu dan solusi yang terbaik untuk para pihak," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Jumat (13/6/2025).
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih penyelesaian sengketa batas wilayah yang melibatkan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.
Hal tersebut disampaikan Dasco usai melakukan komunikasi langsung dengan Prabowo beberapa waktu lalu.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/6/2025).
Presiden Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut selesai pekan ini. Setelah itu, kata Dasco, Prabowo menyampaikan keputusannya.
"Dalam pekan depan (pekan ini, red) akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu," kata Dasco.
Potensi Migas
Polemik kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) ini memicu dugaan berkaitan dengan potensi kandungan minyak dan gas (migas) di wilayah tersebut.
Anggota DPR asal Aceh, Muslim Ayub menduga ada aroma bisnis dalam pemindahan administrasi empat pulau itu ke Sumatera Utara. Politisi Partai Nasdem itu mendengar empat pulau itu memiliki kandungan minyak dan gas bumi.
Ia mengungkap ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab di empat pulau tersebut. “Gasnya banyak di situ. Dubai sudah mau berinvestasi di sana,” kata Muslim melalui keterangan di akun Instagram pribadinya @muslimayub.official.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga secara terang-terangan menyebut empat pulau yang saat ini berpolemik memiliki potensi sumber daya alam energi dan gas bumi, sehingga banyak pihak yang menginginkan wilayah tersebut.
Bahkan Muzakir mengatakan potensi kandungan gas di pulau tersebut setara dengan Blok Andaman.
"Kenapa sekarang berebut empat pulau itu? Tahu ndak? Itu kandungan energi kandungan gas sama besar di Andaman (blok migas Andaman) itu permasalahannya," katanya, usia melantik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sabang, Sabtu (14/6/2025).
Sebagai informasi, Blok Andaman adalah area eksplorasi migas yang terletak di lepas pantai Aceh. Ada beberapa blok dalam area ini, yaitu Andaman I, II, dan III, serta Central Andaman.
Blok ini memiliki potensi besar dan sedang dalam tahap eksplorasi, dengan beberapa blok yang dikelola oleh perusahaan migas seperti Mubadala Energy, Premier Oil, dan Repsol. Ketiganya diperkirakan memiliki cadangan gas bumi mencapai rata-rata 6 triliun kaki kubik (TCF).
Baca Juga: Kisah Pasca-Tsunami Aceh; Relawan Gila dari Jateng Selatan
Menanggapi adanya potensi migas di 4 pulau yang bersengketa, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal Zakaria Ali menyatakan penegasan batas tidak meneliti sampai pada kandungan alam.
“Kami tidak tahu menahu bahwa ada potensi migas segala macam, tidak merupakan konsen dari tim pembakuan rupabumi karena betul-betul berdasarkan standar yang dibangun,” kata Safrizal, Rabu (11/6/2025).
Perlu Kajian Soal Potensi Migas di 4 Pulau Sengketa
Sementara itu, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengatakan empat pulau itu belum pasti memiliki kandungan minyak dan gas (Migas) yang ekonomis.
Kepala BPMA Nasri Djalal menjelaskan dari data historis di lokasi empat pulau itu memang pernah dilakukan pengeboran migas pada 1970-1973.
Apalagi letak pulau itu berdekatan dengan Blok Offshore South West Aceh (OSWA) atau Blok Singkil yang saat ini dikelola oleh perusahaan Conrad Asia Energy Ltd. Jaraknya hanya sekitar 30 kilometer.
"Dari data historis mencatat pengeboran migas pernah dilakukan di wilayah itu antara tahun 1970 hingga 1973, seperti di Telaga Satu, Singkil Satu, dan Lakota Satu," kata Nasri.
Untuk itu, BPMA pun mendorong dilakukan kajian lebih mendalam mengenai potensi migas di sekitar 4 pulau sengketa tersebut.
Berdasarkan hasil kajian BPMA terdahulu, terhadap enam sumur eksplorasi, satu sumur ditemukan mengandung gas yang dikategorikan sebagai "discovery".
Namun, potensi migas ini berada sekitar 40 kilometer dari empat pulau sengketa dan masih memerlukan kajian lebih lanjut dari otoritas terkait untuk identifikasi yang lebih akurat, termasuk potensi di wilayah empat pulau itu sendiri.
Potensi Sumber Daya Alam dan Posisi Geografis
Guru besar sosiologi Universitas Syiah Kuala, Humam Hamid mengatakan, empat pulau yang menjadi sengketa itu memang memiliki potensi strategis. Baik dari sumber daya alam, posisi geografis, maupun peluang ekonomi-politik di masa depan.
Menurut Human, secara geografis, pulau-pulau ini berada di antara perairan paling aktif dalam lintasan pelayaran regional di pesisir barat Sumatera.
“Jalur ini bukan hanya penting untuk nelayan lokal, tapi juga untuk pelayaran niaga dan pergerakan strategis maritim,” kata Human dikutip dari Tempo.
Perairan di sekitar pulau juga memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup tinggi. Humam menyebutkan nelayan dari Aceh Singkil hingga Sibolga telah lama menggantungkan hidup mereka dari kawasan ini.
Mereka bahkan menjadikan wilayah ini bagian dari ekonomi perikanan rakyat.
Dari beberapa laporan teknis kelautan, kawasan ini teridentifikasi sebagai bagian dari marine biodiversity corridor yang relatif masih lestari. Dengan kondisi tersebut, kata Humam, ada potensi ekologis sekaligus nilai ekonomi untuk jangka panjang.
Potensi Pariwisata
Potensi pariwisata juga cukup besar di empat pulau tersebut. Sebab, empat pulau itu mirip di antara perbatasan Bali dengan Lombok, Nusa Tenggara Barat jika ditinjau dari luar.
Sempat ada kesepakatan investasi antara pemerintah Indonesia dan Uni Emirat Arab di bidang pariwisata, khususnya pengembangan Aceh Singkil, pada 2021, yang dijajaki Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA), Mohamed bin Zayed (MBZ), sempat berencana berinvestasi membangun resor di pulau-pulau kecil di Singkil, Aceh.
Menurut Luhut, rencana investasi tersebut sudah memasuki tahap serius, namun akhirnya tertunda karena sejumlah alasan yang tidak dijelaskan secara rinci.
"Mereka sudah begini jauh. Tapi kemudian agak tertunda karena satu dan lain hal. Dan waktu itu saya sampaikan pada Gubernur Aceh supaya diakomodasi lah begitu," katanya.
Luhut menjelaskan, MBZ secara khusus menginginkan resor pribadi yang bisa ditinggali. Singkil dipilih karena menawarkan lanskap alam yang menarik dan keanekaragaman fauna yang masih terjaga.
"Itu memang resornya, pulaunya bagus dan di situ ada kawasan seperti rawa. Tapi yang bagus, yang macam-macam binatang masih tumbuh di sana," jelasnya.
Jangan Cuma Eksploitasi Sumber Daya Alam
Budayawan asal Aceh, Azhari Aiyub, mengingatkan pendekatan pengelolaan wilayah ini tidak bisa hanya berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam.
Sebab, menurutnya, kawasan pesisir pantai barat Sumatera sudah tertekan oleh aktivitas pertambangan, tongkang batu bara, dan ekspansi perkebunan sawit.
Apalagi, keempat pulau ini berada di antara dua kawasan strategis yakni Taman Nasional Gunung Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yang menjadi salah satu rawa gambut terbesar di Sumatera.
Sungai-sungai kecil yang mengalir dari kawasan ini menuju Samudra Hindia menopang kehidupan masyarakat di Aceh dan Sumatera Utara.
“Maka, apa pun bentuk pengembangan ke depan, siapa pun yang mengelola, keberlanjutan ekosistem dan antisipasi terhadap perubahan iklim harus menjadi pertimbangan utama.” katanya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.