Nasib Warga, Mau Sehat Tapi Fasilitas Olahraga Dipajaki 10 Persen

Pemprov Jakarta resmi menetapkan olahraga padel dan 20 fasilitas olahraga permainan lain sebagai objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sektor hiburan. Pengenaan pajak ini diklaim untuk menciptakan rasa keadilan. Namun pengamat dan warga menilai pengenaan pajak bisa membuat minat masyarakat untuk berolahraga turun.

By
in Headline on
Nasib Warga, Mau Sehat Tapi Fasilitas Olahraga Dipajaki 10 Persen
Fasilitas olah raga Padel yang kian menjamur di Jakarta.

Jakarta, TheStanceID – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta resmi mengenakan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 10% terhadap berbagai olahraga termasuk padel, pilates, mini soccer, tenis, bowling, hingga jetski.

Kebijakan ini pun menuai protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Pengenaan pajak yang tinggi dinilai akan berdampak langsung terhadap akses masyarakat terhadap sarana olahraga.

Fasilitas olahraga jadi makin mahal, dan akhirnya diakses oleh mereka yang punya uang saja. Padahal olahraga seharusnya untuk semua orang tanpa pandang status ekonomi.

21 Jenis Olahraga Kena Pajak Hiburan

padel

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024 tentang Olahraga Permainan yang Merupakan Objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu Jasa Kesenian dan Hiburan.

Adapun tarif 10 persen berlaku atas berbagai bentuk pembayaran seperti sewa lapangan, pemesanan (booking fee), penjualan tiket masuk, hingga paket layanan.

"Fungsi beberapa jenis olahraga telah bergeser. Dari yang semula merupakan aktivitas kebugaran, kini banyak yang menjadi layanan rekreasi komersial dengan nilai ekonomi yang menggiurkan," tulis akun resmi Instagram @pajakku seperti dikutip di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Berikut daftar fasilitas olahraga yang dikenakan PBJT dikutip dari Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta No 257 Tahun 2025:

Kategori Lapangan

1. Tenis

2. Futsal, sepak bola, dan mini soccer

3. Bulu tangkis

4. Basket

5. Voli

6. Tenis meja

7. Panahan

8. Menembak

9. Squash

10. Bisbol/sofbol

Kategori Tempat & Aktivitas

11. Bowling

12. Biliar

13. Berkuda

14. Ice skating

15. Panjat tebing

16. Atletik/lari

17. Kebugaran (fitness center, termasuk yoga, pilates, dan zumba)

18. Kolam renang

19. Sasana tinju/bela diri

20. Jetski

21. Padel

Keputusan tersebut sudah diteken oleh Kepala Bapenda DKI Jakarta Lusiana Herawati yang ditetapkan di Jakarta pada 20 Mei 2025 lalu.

“Keputusan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Pasal II Keputusan Bapenda DKI Jakarta 257/2025 itu, dikutip Kamis (03/07/2025).

Padel Kena Pajak, Yang Main Rata-Rata Orang Mampu

Pramono - Kota Global

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, menegaskan fasilitas olahraga padel memang masuk dalam objek pajak barang dan jasa tertentu jasa kesenian dan hiburan.

Ia menjelaskan pengenaan pajak terhadap fasilitas olahraga padel sama saja dengan pengenaan pajak untuk fasilitas olahraga lain.

"Saya secara jujur mengatakan bahwa itu memang diatur di pajak hiburan, orang main tennis, main squash, main apa saja termasuk billiar, termasuk apapun, itu memang kena. Nah, padel ini termasuk olahraga yang seperti itu, jadi pajak hiburannya ada," kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat (4/7).

Pramono mengatakan pengenaan pajak terhadap fasilitas olahraga seperti itu juga diterapkan di daerah lain, bukan hanya Jakarta. Menurutnya, ketentuan pajak itu juga telah diatur dalam undang-undang.

"Bahwa padel ini bagian dari olahraga hiburan, bulu tangkis saja juga kena, billiard juga kena, tennis juga kena, renang juga kena, masa ini nggak kena? Apalagi yang main padel kan rata-rata orang yang mampu Untuk sewa lapangan aja berapa mampu," ujarnya.

Padel Dipajaki Agar Adil

Yustinus Prastowo

Sebelumnya, Wakil Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Gubernur Jakarta Yustinus Prastowo lewat akun media sosial X @prastow, Jumat (4/7/2025) memberikan penjelasan tentang fasilitas olahraga padel dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa kesenian dan hiburan.

Prastowo menjelaskan, sebenarnya sudah sejak lama olahraga berbayar masuk ke dalam objek kena pajak hiburan.

"Padel mau kena pajak hiburan? Olahraga permainan berbayar kena pajak hiburan itu sudah lama, setidaknya sejak UU 28/2009 (tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)," kata Prastowo.

Dalam aturan itu, obyek pajak hiburan tidak hanya mencakup pergelaran kesenian, musik, dan film. Aturan tersebut juga menggolongkan permainan biliar, pacuan kuda, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga sebagai obyek pajak hiburan.

Dia menambahkan, kebijakan pengenaan pajak terhadap olahraga berbayar juga berlaku di semua daerah. Tidak hanya padel yang ramai seperti saat ini. Fasilitas olahraga futsal hingga tenis juga terkena pajak.

"Dulu fitness, futsal, tenis, squash, billiar, softbol, bisbol dan lain-lain. Kini disesuaikan dengan berkembangnya ragam olahraga permainan," ujarnya.

"Jadi pengenaan Pajak Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama. Yang penting, pemungutan pajak ini dilakukan secara fair dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik," tambah Prastowo.

Respon Warga

Trend olahraga padel kini sedang tumbuh menggeliat di Jakarta. Lapangan padel pun hampir selalu penuh. Tidak hanya itu, pertumbuhan lapangan padel di Jakarta dan kota-kota lainnya juga terus tumbuh seiring tren olahraga ini.

Rangga (32 tahun), warga Jakarta Selatan yang rutin bermain padel, menjelaskan, olahraga ini kian diminati karena relatif lebih mudah dimainkan dibandingkan olahraga raket lain, seperti tenis dan bulu tangkis.

Ia menilai karena padel sedang tren, ditambah reservasi lapangan padel yang harus dilakukan berbulan-bulan sebelumnya, maka sangat wajar jika Pemerintah Provinsi Jakarta melihatnya sebagai potensi obyek pajak.

Hanya, ia berharap penerapan pajak tersebut perlu hati-hati. Ini karena momentum pertumbuhan padel sebagai olahraga urban masih belum mencapai puncaknya. Bila biaya padel meningkat, maka minat masyarakat akan turunmenurun, dan akhirnya tidak menghasilkan pajak yang optimal bagi pemerintah.

”Momentum padel masih belum peak (puncak). Olahraga ini masih terus tumbuh. Dikhawatirkan kalau ada pajak, maka peminatnya menurun,” ujar Rangga.

Pilates

Sementara itu, Mein (25 tahun) yang aktif berolahraga pilates di Vorme Pilates kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, merasa keberatan dengan kebijakan pajak tersebut.

"Olahraga itu tujuannya buat kesehatan Sekarang contoh pilates/padel yang lagi di minati. Itu saja sudah mahal, sekarang mau di bebanin pajak lagi. Ya takutnya jadi mengurangi partisipasi dan minat aja sih," katanya.

Dirinya berharap pemerintah mengkaji kembali kebijakan perpajakan tersebut.

"Intinya, pemerintah perlu mempertimbangkan dari berbagai faktor sebelum membuat keputusan ini. Apakah memberatkan bagi kebanyakan orang atau tidak?" katanya.

DPRD Minta Pemprov Tidak Terburu-buru Kenakan Pajak

M Thamrin

Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, M. Thamrin, mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta agar jangan buru-buru mengetok aturan pajak lapangan Padel sebesar 10 persen. Apalagi, euforia olahraga padel sedang meningkat di masyarakat.

"Pemprov jangan terburu-buru menerapkan pajak terhadap kegiatan olah raga Padel ini. Biarkan dahulu kegiatan ini mendorong geliat ekonomi warga," kata Thamrin, Kamis (3/7/2025) dikutip dari Tribunews.com.

"Respon negatif muncul mungkin juga karena melihat kondisi ekonomi yang masih berat saat ini," tambahnya.

Meski begitu, Thamrin tak menampik, olahraga Padel memang banyak digandrungi masyarakat kelas menengah yang memiliki kecukupan ekonomi. Apalagi jika dilihat dari perlengkapan olahraga tersebut yang tidak murah.

"Tapi, menurut saya baiknya Pemprov menahan dulu untuk tidak terburu-buru mengenakan pajak saat ini," saran Thamrin.

Jangan Sampai Bikin Masyarakat Malas Berolahraga

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai pengenaan pajak tinggi akan berdampak pada akses masyarakat terhadap sarana olahraga.

“Lapangan olahraga itu mestinya terbuka untuk semua. Tapi kalau sekarang dipajaki dan bebannya dibebankan ke konsumen, masyarakat pasti berpikir ulang untuk datang,” ujar Trubus kepada TheStanceID.

Trubus juga mengingatkan agar pemerintah jangan gegabah dalam menerapkan kebijakan fiskal yang menyentuh kehidupan masyarakat langsung.

“Pajak boleh, tapi bertahap. Jangan sampai mematikan animo masyarakat untuk berolahraga. Jangan sampai niat sehat malah jadi beban," katanya.

Dia menegaskan bahwa olahraga jangan sampai jadi barang mahal yang hanya bisa dinikmati segelintir orang.

“Rakyat butuh sehat, bukan beban. Kalau semua pakai tarif, semua kena retribusi, masyarakat mau sehat saja jadi mikir-mikir,” katanya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\