Ditolak Luas, Pemerintah Nekad Lanjutkan Proyek Penulisan Ulang Sejarah
Penghapusan peristiwa kelam demi interpretasi tunggal sejarah ala Orde Baru masih menjadi kekhawatiran. Puncaknya ketika Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengeluarkan pernyataan bahwa tragedi pemerkosaan massal pada kerusuhan 1998 hanyalah rumor belaka.

Jakarta, TheStanceID - Perjuangan untuk menggagalkan penulisan ulang sejarah Indonesia yang sarat polemik kembali mengemuka. Penghapusan peristiwa kelam demi interpretasi tunggal sejarah ala Orde Baru masih menjadi kekhawatiran.
Puncaknya ketika Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengeluarkan pernyataan bahwa tragedi pemerkosaan massal pada kerusuhan 1998 hanyalah rumor belaka.
Ucapan Fadli Zon memantik kemarahan publik serta melukai perasaan korban pemerkosaan 1998. Pernyataan tersebut dianggap semakin menjauhkan para korban dari tuntutan keadilan atas peristiwa memilukan itu.
Pada Rabu (2/7/2025) Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas pun menggeruduk DPR. Mereka menginterupsi rapat kerja Komisi X yang membahas realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian Kebudayaan.
Aksi protes dilayangkan kepada Fadli Zon atas pernyataan kontroversialnya pada Juni lalu tentang peristiwa pemerkosaan massal 1998.
Dalam aksinya, koalisi masyarakat menuntut agar pemerintah segera menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada 1998 tersebut.
Mereka juga menolak wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden kedua, Soeharto, yang merupakan mertua dari Prabowo Subianto.
Aksi Perlawanan Simbolik
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menyatakan aksi interupsi rapat ini merupakan aksi simbolik melawan penulisan sejarah ulang Indonesia yang dinilai mengaburkan peristiwa kelam dalam sejarah panjang Indonesia.
“Untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon untuk mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya,” tutur Jane Rosalina seperti dikutip Tempo.
Aksi yang dilakukan kurang lebih 10 orang itu tidak berlangsung lama karena upaya mereka diredam oleh pengamanan dalam DPR (Pamdal). Wakil Ketua Komisi X, Lalu Hardian Irfani, meminta agar massa dikondisikan.
“Cukup ya, tolong kembali ke tempat masing-masing,” tutur Lalu sebagaimana dikutip dari Tempo.
Saat digelandang keluar oleh Pamdal, Massa aksi damai masih bersikukuh menyerukan agar penulisan ulang sejarah dihentikan. Massa juga sempat bersitegang dengan Pamdal dan berujung penyitaan atribut aksi.
Meskipun aksi interupsi sudah dilakukan, kecaman serta penolakan juga masif di tengah penulisan ulang sejarah, proyek yang dipimpin oleh Fadli Zon tetap berlanjut.
Proyek penulisan 10 jilid buku sejarah versi pemerintah ini melibatkan lebih dari 100 sejarawan dari beberapa universitas di Indonesia, dengan alokasi anggaran mencapai Rp9 miliar.
Baca juga: Ragukan Pemerkosaan Massal 1998, Fadli Zon Dinilai Tak Sensitif, Kaburkan Sejarah
Ditemui seusai rapat, Fadli Zon menyatakan draft sejarah baru itu akan diujikan kepada publik serta ditargetkan selesai pada Agustus, tepat pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-80.
“Enggak (ditunda), kami akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis pada bulan Juli,” jelas mantan Ketua DPR itu.
Sebagaimana dikutip Tempo, Fadli mengaku siap menerimta kritik dari masyarakat secara terbuka nantinya ketika draft penulisan ulang sejarah diujikan ke publik.
“Misalnya Anda wartawan lagi menulis, masa belum selesai langsung tiba-tiba dihakimi? Baru satu paragraf terus langsung dihakimi. Tunggu dulu dong selesai, “ Jelas Fadli Zon. (mhf)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.