Jakarta, TheStanceID – Kejadian pilu dialami Raya (3 tahun) di Kampung Padangenyang, Sukabumi, Jawa Barat. Kemiskinan membunuhnya lewat infeksi cacing gelang, sementara para politisi berjoget memperingati kemerdekaan Republik Indonesia.
Kematian Raya akibat infeksi cacing gelang, yang hanya umum terjadi di negara terbelakang di Afrika, terjadi di tengah kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR tahun depan. Sementara, peran pemerintah absen dalam kasus Raya.
Kondisi Raya diketahui oleh relawan Rumah Teduh & Peaceful Land. Mereka lah yang mengevakuasi Raya ke rumah sakit, dengan total perawatan senilai Rp23 juta, setelah mendapatkan potongan dari rumah sakit.
Viralnya tragedi Raya terjadi setelah Iin Achsien, pendiri Rumah Teduh & Peaceful Land mengunggah realita tersebut di media sosial. Awalnya, kerabat Raya melaporkan kondisi tersebut pada 13 Juli 2025 bahwa Raya mengalami sesak nafas.
Relawan Rumah Teduh pun segera melakukan asesmen di hari yang sama. Saat mereka tiba, Raya sudah tidak sadarkan diri. Balita tersebut pun segera dibawa menggunakan ambulans oleh tim relawan Rumah Teduh.
"Kondisinya sudah drop, langsung dimintakan masuk ke PICU (Pediatric Intensive Care Unit)," kata Iin, Selasa (19/8/2025).
Ketua Tim Penanganan Keluhan RSUD R Syamsudin SH, dr Irfanugraha Triputra menuturkan Raya tiba di IGD RSUD R Syamsudin SH pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB dalam kondisi sudah tidak sadarkan diri.
“Menurut pihak keluarga, sehari sebelumnya Raya hanya mengalami gejala demam, batuk, dan pilek,” ujar dr Irfanugraha dikonfirmasi.
Sempat Diduga Meningitis
Awalnya dokter menduga Raya tidak sadar karena mengidap meningitis TB atau komplikasi dari tuberkolusis (TBC) paru. Sebab Orang tua Raya juga sedang menjalani pengobatan TBC.
Namun dugaan itu berubah saat dokter melihat cacing keluar dari hidung Raya selama observasi di IGD. Baru di saat itulah penyakit cacingan akut yang diderita Raya baru diketahui.
Selama masa perawatan, kondisi Raya tidak menunjukkan perbaikan. Menurut penjelasan dr. Irfanugraha, infeksi cacing gelang (ascaris) yang dideritanya sudah sangat parah dan telah menyebar ke organ vital, termasuk paru-paru serta otak.
Ia menuturkan, kemunculan cacing dari hidung menjadi tanda bahwa parasit tersebut sudah menjalar ke saluran pernapasan maupun saluran pencernaan bagian atas.
“Kasus ini sudah terlambat ditangani. Jumlah cacing di dalam saluran pencernaan sangat banyak dan ukurannya pun sudah besar-besar,” jelasnya.
Kondisi tersebut mempersulit penanganan medis hingga akhirnya pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB, Raya meninggal dunia di RSUD R. Syamsudin SH setelah menjalani perawatan selama sembilan hari, tanpa sempat kembali ke rumah.
Fakta ini begitu menyesakkan dada, karena kematian akibat infeksi cacing ascaris di Indonesia sudah tidak terdeteksi dalam setidaknya lima dekade terakhir, menurut catatan Tim Riset The Stance.
Yang lebih memprihatinkan, pemerintah tidak menanggung biaya perawatan Raya lantaran ayahnya, yang hidup berkekurangan dengan ibu mengalami gangguan jiwa, tidak sempat mengurus identitas kependudukan Raya.
Disdukcapil Sukabumi Tak Membantu
Pihak rumah sakit sempat memberikan tenggat waktu selama 3 hari atau 3x24 jam untuk mengurus kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) agar biaya perawatan Raya dapat ditanggung pemerintah.
Namun, proses pengurusan dokumen tersebut menemui hambatan. Upaya relawan mendatangi Disdukcapil, Dinas Sosial, hingga Dinas Kesehatan tidak membuahkan hasil.
Hingga batas waktu yang ditentukan berakhir, tidak ada kepastian mengenai status BPJS yang diajukan. Akibatnya, kesempatan untuk mendapatkan keringanan biaya melalui BPJS pun terlewat.
Meskipun pihak rumah sakit telah memberikan toleransi berupa kelonggaran biaya selama tiga hari awal perawatan, aturan tetap harus dijalankan. Status pembiayaan Raya akhirnya dialihkan menjadi tanggungan pihak Rumah Teduh.
Total biaya perawatan Raya mencapai lebih dari Rp23 juta. Beruntung, rumah sakit kemudian memberikan potongan serta pembebasan sisa tagihan setelah dilakukan pembayaran awal, sehingga beban biaya dapat lebih ringan.
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan bahwa kedua orang tua Raya merupakan penyandang gangguan jiwa (ODGJ), sehingga pola pengasuhan yang diterima anak tersebut tidak berjalan dengan baik.
"Anak itu sering main di kolong sama ayam karena rumahnya panggung. Anaknya untuk jalan juga agak lambat, terus dia punya sakit demam. Sudah diperiksa ke klinik terdekat, ternyata dia punya penyakit paru," kata Wardi.
Bantuan Warga Desa dan Dinas Kesehatan
Menurut Wardi, pemerintah desa telah berupaya membantu keluarga ini. Mereka bergotong royong membangun rumah orang tua raya yang sempat rusak.
Namun, karena keterbatasan mental akibat kondisi ODGJ, lantai rumah panggung tersebut justru dibongkar oleh orang tua Raya untuk dijadikan kayu bakar.
Kondisi Raya sempat membaik setelah menerima Pemberian Makanan Tambahan (PMT) secara rutin setiap hari dengan bantuan dana dari Dinas Kesehatan dan Dana Desa.
Sayangnya, ketika kondisi Raya memburuk keluarga Raya tidak segera membawa anak itu ke rumah sakit. "Mungkin mereka tidak menyangka kalau Raya sudah dalam keadaan sekarang itu," kata Wardi.
Ia mengaku baru mengetahui kondisi kritis Raya setelah kabarnya viral, lalu segera berkoordinasi dengan Rumah Teduh terkait pemakaman.
Cacing yang ditemukan dalam tubuh Raya cukup besar, total cacing yang dikeluarkan dilaporkan mencapai 3 kilogram. Hal ini mengindikasikan terlambatnya penanganan.
Anak yang terinfeksi cacing harus dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan obat cacing sesuai dosis. Pada kasus berat, tindakan bedah diperlukan bila terjadi sumbatan usus.
Selain itu, penanganan lanjutan berupa pemberian obat penambah darah, suplemen zat besi, vitamin, serta perbaikan gizi juga sangat dibutuhkan.
Bahaya Cacingan Masih Mengintai
Ahli kesehatan masyarakat dan epidemiologi, dr. Dicky Budiman, menegaskan bahwa insiden Raya tidak bisa dianggap sepele. Anak-anak rentan terinfeksi cacing karena sering bermain tanpa alas kaki.
Telur cacing bisa masuk melalui tangan yang kotor lalu terbawa ke mulut. Lemahnya sanitasi, terutama fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), serta kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun, menjadi faktor utama penyebab kecacingan.
“Cacing dapat masuk ke tubuh manusia melalui telur atau larva yang menempel pada makanan atau minuman yang terkontaminasi. Misalnya, sayur yang tidak dicuci bersih, daging atau ikan yang tidak matang, maupun dari lingkungan tercemar tinja,” jelasnya, kepada TheStance.
Infeksi cacing berampak serius berupa kekurangan gizi kronis, stunting, anemia, gangguan pertumbuhan otak, hingga sumbatan usus yang berisiko fatal.
"Dalam beberapa kasus, cacing bahkan bisa bermigrasi ke organ lain seperti hati dan paru-paru,” ujar Dicky.
Dicky juga menyoroti pentingnya program pencegahan melalui pola hidup bersih, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, serta memastikan makanan matang dan dicuci dengan air bersih.
“Di daerah endemik, pemberian obat cacing massal untuk anak usia sekolah sebaiknya dilakukan setiap enam bulan sekali. Kasus di Sukabumi ini harus menjadi pengingat bahwa kecacingan masih menjadi persoalan besar di Indonesia. Negara kita belum bisa disebut maju dalam aspek kesehatan bila masalah dasar seperti ini belum teratasi,” tegasnya.
Dicky mendorong program pemerintah seperti makan bergizi gratis dan pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah, dibuat lebih komprehensif dengan memasukkan edukasi kesehatan dan pencegahan infeksi cacing.
KDM Buru-Buru Mengunggah Konten
Merespons tragedi Raya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, seperti biasa, mengunggah konten. Dia menyampaikan rasa prihatin sekaligus permohonan maaf atas peristiwa yang menimpa Raya hingga menyebabkan balita tersebut meninggal dunia.
"Saya menyampaikan prihatin dan rasa kecewa yang mendalam, serta permohonan maaf atas meninggalnya seorang balita berusia 3 tahun, dan dalam tubuhnya dipenuhi cacing," kata dia melalui akun Instagram @dedimulyadi71, Rabu (20/8/2025).
Politisi Gerindra itu mengaku telah berkomunikasi dengan dokter yang menangani jenazah Raya dan menerima laporan mengenai kondisi keluarganya. Deddy menuturkan bahwa ibu Raya mengalami gangguan kejiwaan.
“Dia sering dirawat oleh neneknya, dan bapaknya mengalami penyakit paru-paru, TBC. Dan dia sejak balita terbiasa di kolong rumah itu bersatu dengan ayam dan kotoran. Sehingga dimungkinkan dia seringkali, tangannya tidak pernah dicuci, mulutnya kemasukan cacingan, sehingga menimbulkan cacingan yang akut," ungkap dia.
Melihat situasi keluarga dan nasib tragis Raya, Dedi menyalahkan aparatur desa Cianaga dan mempertimbangkan menjatuhkan sanksi kepada pihak terkait mulai dari tim Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), kepala desa, hingga bidan desa.
"Untuk itu perhatian untuk semua dimungkinkan saya akan memberikan sanksi bagi desa tersebut karena fungsi-fungsi, PKK-nya tidak jalan, fungsi Posyandunya tidak berjalan, dan fungsi kebidanannya tidak berjalan," tegasnya.
Baca Juga: Realisasi APBD Jawa Barat Kalah dari DIY dan NTB, Dedi Mulyadi Terlalu "One Man Show"
Ia menambahkan bahwa sanksi serupa juga bisa diberlakukan bagi daerah lain yang terbukti abai terhadap kesejahteraan masyarakat.
"Sanksi-sanksi akan kami berikan ke siapapun dan daerah manapun yang terbukti tidak memberikan perhatian ke masyarakat. Dan selanjutnya kami melakukan langkah-langkah penanganan kepada keluarga tersebut," jelasnya.
Tragedi Raya ini berubah menjadi ironi di pemberitaan media, karena terjadi selang beberapa hari setelah para pejabat berjoget ria di Hari Kemerdekaan RI ke-80 di Istana Merdeka, pada 17 Agustus 2025 dan di sidang Tahunan MPR RI.
Entah apa yang mereka rayakan, yang pasti di balik tarian mereka yang sama sekali tidak menghibur itu ada jutaan warga miskin di Indonesia yang hidup berkekurangan dan tak punya biaya untuk berobat dan mendapatkan layanan kesehatan dasar.
Satu di antaranya berujung pada kemarian, yang terjadi pada Raya. (par)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.