Jakarta, TheStance – Seruan untuk tidak menerima bantuan dari perusahaan atau lembaga yang merusak lingkungan terus disuarakan. Mulai dari organisasi keagamaan hingga kepala daerah.
Ini sehubungan bencana yang terjadi di Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat.
Salah satunya disampaikan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Mereka menyerukan gereja untuk tidak menerima bantuan bencana dari individu, kelompok, maupun perusahaan yang terlibat dalam perusakan lingkungan.
"HKBP menyampaikan seruan moral untuk tidak menerima bantuan dari individu, kelompok, atau perusahaan/korporasi, termasuk PT Toba Pulp Lestari (TPL)," tulis Pendeta Victor Tinambunan dalam unggahan Instagram, Selasa (2/12).

Victor menegaskan gereja melawan perusakan lingkungan.
"Gereja tidak boleh berkompromi dengan kepentingan yang bertentangan dengan keadilan dan keutuhan ciptaan. HKBP harus tetap setia menjadi suara kenabian yang tegas melawan praktik yang merusak lingkungan dan kehidupan," katanya.
HKBP pun meminta pemerintah memberhentikan izin perusahaan yang merusak ekologi.
"kerusakan alam bukanlah peristiwa alamiah semata, melainkan juga buah dari keserakahan, eksploitasi, dan praktik ekonomi yang merusak karya ciptaan Tuhan," ujarnya.
Dalam keterangannya, HKBP juga menghimbau jemaat untuk selalu mendukung para korban bencana dengan hati tulus tanpa kehilangan moral dan kesaksian gereja.
Bupati Samosir Terbitkan Surat Edaran Tolak Bantuan

Selain HKBB, himbauan untuk tidak menerima bantuan dari perusahaan/lembaga perusak lingkungan juga datang dari Bupati Samosir, Vandiko Timotius Gultom.
Dia mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), camat, hingga ke kepala desa di Samosir.
"Imbauan untuk tidak menerima bantuan yang bersumber dari perusahaan/lembaga yang kegiatan usahanya berpotensi merusak lingkungan," demikian isi tertulis dalam SE bernomor 23 Tahun 2025 itu..
Bahkan dalam SE yang ditandatangani Vandiko pada 28 November 2025 itu tegas disebutkan nama-nama perusahaan yang memiliki potensi merusak lingkungan. Yaitu PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Aqua Farm Nusantara (AFN).
Kepala Dinas Kominfo Samosir, Immanuel Sitanggang menjelaskan surat edaran bupati Vandiko ini sebagai langkah tegas untuk mempertahankan kelestarian alam.
"SE ini ditujukan kepada seluruh OPD, camat, sampai kepala desa dalam rangka untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Kemudian juga untuk meminimalisir potensi konflik sosial akibat keberpihakan pemerintah kepada pengusaha yang mengeksploitasi sumber daya alam," katanya.
WALHI Rilis 7 Korporasi Penyebab Banjir Sumatera Utara

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut menyebutkan bencana banjir dan longsor yang melanda sedikitnya 8 kabupaten/kota di provinsi itu bukan hanya disebabkan faktor hujan ekstrem.
Mereka menyebut kerusakan di sekitar ekosistem penyangga turut berkontribusi besar yakni dampak aktivitas operasional sejumlah perusahaan yang berujung bencana di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Salah satunya, PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) yang mengalihfungsikan lahan hutan melalui aktivitas kemitraan kebun kayu di Batang Toru. Perusahaan ini awalnya didirikan Sukanto Tanoto, pemilik kerajaan bisnis pulp dan kertas lewat jaringan RGE.
WALHI menyebut, Tapanuli Tengah (Tapteng), Sibolga, dan Tapanuli Selatan (Tapsel), menjadi wilayah yang paling terdampak imbas rusaknya ekosistem di Batang Toru.
Tidak hanya Toba Pulp Lestari, rusaknya ekosistem ini dinilai juga merupakan dampak operasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) hingga tambang emas di Batang Toru.
Berbagai aktivitas entitas ekonomi tersebut merusak benteng alam Batang Toru. Padahal bentang alam ini merupakan bagian dari Bukit Barisan, dan menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat DAS menuju wilayah hilir.
Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menyebutkan setidaknya terdapat tujuh korporasi yang terindikasi menyebabkan kerusakan bentang alam Batang Toru.
Ketujuh perusahaan yang dimaksud adalah :
PT Agincourt Resources – Tambang emas Martabe
PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) – PLTA Batang Toru
PT Pahae Julu Micro-Hydro Power – PLTMH Pahae Julu
PT SOL Geothermal Indonesia – Geothermal Taput
PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) – Unit PKR di Tapanuli Selatan
PT Sago Nauli Plantation – Perkebunan sawit di Tapanuli Tengah
PTPN III Batang Toru Estate – Perkebunan sawit di Tapanuli Selatan
Ketujuh perusahaan tersebut beroperasi di sekitar ekosistem Batang Toru, yang menjadi habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.
Baca Juga: Banjir Sumatra 2025 dan Luka Lama Bahorok: Ketika Alam Menagih
PT Toba Pulp Lestari (PKR) sendiri telah mengalihfungsikan ratusan hingga ribuan hektare hutan di DAS Batang Toru menjadi Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) yang ditanami eukaliptus, terutama di Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan.
Selain itu skema Pemanfaatan Kayu Tumbuh Alami (PHAT) juga mengakibatkan degradasi kawasan koridor satwa yang menghubungkan Dolok Sibualbuali–Hutan Lindung Batang Toru.
Sedikitnya 1.500 hektare hutan Batang Toru lenyap dalam tiga tahun terakhir.
“Pembukaan hutan melalui skema PHAT menjadi salah satu pemicu banjir bandang,” ucap Rianda dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari laman resmi WALHI, Senin (1/12/2025).
Toba Pulp Lestari Bantah Rusak Lingkungan

Menanggapi hal tersebut, Direktur Toba Pulp Lestari, Anwar Lawden, membantah tuduhan operasional perusahaannya menyebabkan bencana ekologi baru-baru ini.
Anwar bilang seluruh kegiatan hutan tanaman industri (HTI) milik perusahaannya telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari.
Dia mengeklaim, dari total areal konsesi 167.912 hektare, hanya sekitar 46.000 hektare yang dikembangkan sebagai tanaman eucalyptus. Sementara sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi.
“Perseroan menghormati penyampaian aspirasi publik, namun mengharapkan informasi yang disampaikan didasarkan pada data yang akurat dan dapat diverifikasi,” tulis Anwar dalam keterangannya, Selasa (2/12/2025).
Perseroan, lanjut dia, tetap membuka ruang dialog konstruktif untuk memastikan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Dia menambahkan, berdasarkan audit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022-2023, perseroan menerima hasil "Taat dan Mematuhi regulasi." (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp & Telegram The Stance