Semarang, The Stance - Publik berduka atas kepergian Frank Caprio, sosok hakim asal Amerika Serikat (AS) yang dikenal penuh welas asih dan kebijaksanaan.
Setelah berjuang melawan kanker pankreas, dia berpulang pada 20 Agustus 2025 di usia senjanya, yakni 89 tahun.
Selama hampir empat dekade mengabdi di Providence Municipal Court, Frank meninggalkan warisan tak ternilai yang terekam dan tersebar di media sosial, yakni pendekatan yang humanis dalam penegakan hukum.
Hakim kelahiran 24 November 1936 ini lahir di tengah keluarga berdarah Italia yang sederhana dan penuh keterbatasan secara ekonomi, untuk ukuran warga Amerika.
"Kami tidak punya banyak hal. Baju [di foto] itu bukanlah yang kami pakai setiap hari, kami meminjamnya dan memakainya untuk sesi foto. Pada kenyataannya, kami adalah keluarga yang miskin, tapi orang tak akan pernah mengetahuinya dari cara kami tersenyum," kata Frank dalam unggahannya.
Dalam situasi seperti itu, Frank kerap membantu kedua orang tuanya dalam mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun di dalam keterbatasan itulah, dia dilatih untuk mengutamakan pentingnya pendidikan dan kerja keras.
"Ketika saya berusia tujuh tahun, ayah bilang bahwa saya kelak akan menjadi pengacara jika besar nanti. Sejak itu, saya tak mau melakukan hal yang lain. Saya belajar dengan giat," tuturnya.
Kenyang akan Kerasnya Kehidupan
Frank ditempa sang ayah untuk fokus belajar dan bekerja sepanjang masa mudanya, dan bukannya berpesta pora seperti remaja medioker di sana. Pekerjaan sebagai tukang semir sepatu dan cuci piring pernah dia lakoni saat masih bersekolah.
Dari situ, Frank bisa membantu orang tuanya membayar uang sekolah di Central High School di Providence. Ketika berkuliah di Universitas Katolik Providence College, dia bekerja sambilan sebagai guru mata pelajaran Sejarah di sekolah menengah Hope.
Pekerjaan sebagai guru honorer dia jalani sembari mengikuti kelas malam di Suffolk University Law School, Boston. Dari situ, dia meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1958.
Dia sempat menjadi tentara dari tahun 1954 hingga 1962, meski bertugas di dalam negeri. Setelah itu dia aktif menjadi anggota Dewan Kota Providence hingga kemudian diangkat sebagai Hakim Ketua di Pengadilan Tinggi Providence pada 1985.
Jabatan itu dipercayakan padanya hingga 2023. Selama 38 tahun karirnya itu, dia selalu terkenang pada kasus perdana yang dia tangani sebagai hakim, yang mengubah pola pikirnya dalam membuat amar putusan.
Di hari perdananya mengadili, Frank mengundang sang ayah untuk hadir, sebagai apresiasi kepada figur yang paling berjasa dalam hidupnya dan paling dia banggakan. Itu adalah momen spesial yang dia persembahkan bagi sang ayah.
Saat itu dia mengadili perkara seorang ibu tunggal, yang menunggak biaya parkir sekitar US$300 (Rp5 juta). Dia hadir di pengadilan dengan tiga orang anak yang masih kecil-kecil.
Titik Balik Akibat Kesedihan Sang Ayah
Dalam pengadilan itu, sang ibu ngotot menolak membayar denda, merespons Frank dengan gusar: "Saya tak punya uang! Terserah jika anda memasukkan saya dalam program cicilan. Saya tetap saja tak memiliki uangnya."
Ego Frank tersentil, tapi dia harus obyektif. Aturan harus ditegakkan. Sesuai aturan, si ibu single parent pun dia putuskan untuk tetap membayar denda US$300, dengan ancaman mobilnya disita jika dia gagal memenuhi kewajibannya.
Dengan percaya diri, Frank mengetok palu. Sidang pun usai. Frank dengan bangga mendekati sang ayah.
"Ayah bagaimana menurutmu aku tadi?"
Sang ayah terdiam sesaat, lalu memandangnya dengan kecewa: "Frank, perempuan itu... Kamu memberinya denda?"
"Tapi dia arogan, dia kasar," kata Frank.
"Dia sedang ketakutan..! Kamu seharusnya berbicara dengannya, berusaha memahami persoalannya," kata sang ayah sedih.
Frank terdiam. "Kamu tak seharusnya memperlakukan orang seperti itu, Frank!"
Ucapan sang ayah, yang mengingatkan bahwa putusannya menciptakan kedukaan bagi sang ibu single parent yang sedang berjuang untuk bertahan hidup dan menghidupi tiga orang anak, terus terngiang di dalam benak Frank.
Kisah itu dia ungkap di akun instagramnya. Selama 38 tahun karirnya, Frank memastikan tak lagi mengulang kesalahan sama: menjatuhkan amar putusan yang berujung duka dalam hidup orang yang sedang kesusahan.
Sejak itulah dunia mengenal Frank sebagai hakim yang mengedepankan nilai kemanusiaan, melampaui rumusan hukum.
Tetap Rendah Hati
Sepak terjang Frank diketahui masyarakat Amerika setelah sebuah stasiun TV menayangkan persidangannya pada tahun 1999 hingga kemudian populer pada tahun 2017 dengan tajuk “Court in Providence.”
Kelembutan hatinya mulai dikenal dunia sejak kiprahnya dibagikan di media sosial. Ia pun menyandang gelar sebagai ‘America's Nicest Judge’ atau ‘Hakim Paling Baik Hati di Amerika’.
Melejitnya nama Frank sebagai hakim baik hati di Amerika tidak lantas membuatnya besar kepala. Ia terus bersikap rendah hati dan penuh belas kasih pada terdakwa yang hidupnya sulit.
Salah satu kasus populer yang ditanganinya adalah ketika seorang ibu datang menghadapi denda parkir sebesar US$400 yang menumpuk sejak beberapa tahun. Frank mendengarkan kisahnya dengan sabar, tergerak oleh kesulitannya.
Mempertimbangkan semua beban emosi dan keuangan yang ditanggung sang ibu, Frank tidak hanya meringankan denda, tapi membebaskannya sepenuhnya.
Cerita lain diperdengarkan oleh seorang laki-laki berusia 96 tahun yang diseret ke pengadilan karena melaju sedikit melewati batas di zona sekolah.
Saat itu ia mengantar putranya yang sedang sakit ke rumah sakit. Frank menyadari beban situasi tersebut dan mengentaskan denda tersebut, serta memberi contoh bahwa hukum dapat ditegakkan dengan kemanusiaan.
“Kasih sayang adalah sifat yang paling kuat,” tegas Caprio dalam sebuah wawancara bersama Catholic News Agency.
Wajah Peradilan yang Humanis
Alih-alih bersikap keras dan kaku, Frank mewujudkan wajah peradilan yang humanis. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah bentuk cinta dan kemurahan hati.
Ia tak segan mengucapkan “Saya bangga padamu,” untuk alasan-alasan di balik kesalahan yang dilakukan para terdakwa.
Baginya, menjadi hakim yang begitu supel mampu memberikan cerminan pada masyarakat bahwa hukum tak selalu begitu keras dan kaku. Tetapi, hukum juga mampu bersikap rendah hati dan mengayomi mereka yang terpinggirkan.
Pelajaran hidup yang ia tekuni sepanjang usianya bukanlah semata-mata karena ia belajar di ruang kelas hukum. Tetapi, pelajaran tersebut tumbuh dan mengakar melalui pengalaman bersama keluarganya.
Ayah dan ibunya mengajari Frank untuk tidak bersikap terlalu keras pada orang lain yang kesulitan dalam hidupnya. Dia memegang teguh prinsip tersebut dan mewariskannya kepada anak-cucunya.
Dia yakin benar jika hukum tidak diciptakan untuk mematahkan kaum marginal, melainkan membantu mereka bangkit. Keputusan yang ia ambil adalah salah satu peluang dan kesempatan bagi para terdakwa untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Kebaikan hatinya dibuktikan dengan partisipasi aktifnya dalam kegiatan sosial, termasuk mendukung beasiswa pendidikan bagi keluarga kurang mampu.
Ia mendirikan ‘Antonio ‘Tup’ Caprio Scholarship Fund’, sebuah nama beasiswa yang diambil dari nama ayahnya, guna mendukung pendidikan anak muda.
Baca Juga: Obituari: Mengenang Kwik Kian Gie
Kini Frank telah meninggalkan semua kebajikan itu layaknya gajah yang meninggalkan gading cemerlang yang tak akan pernah lekang oleh waktu.
Dia meninggalkan lima orang anak dari perkawinannya dengan pujaan hatinya, Joyce Caprio: Frank T. Caprio, David Caprio, Paul Caprio, John Caprio, dan Marissa Caprio.
Kehangatan rumah tangga yang ia bangun bersama istrinya menjadi pondasi yang menuntun perjalanannya, baik sebagai hakim maupun pribadi yang penuh kasih.
“Beliau akan dikenang bukan hanya sebagai hakim yang dihormati, tetapi juga sebagai suami, ayah, kakek, buyut, dan sahabat yang penuh kasih. Warisannya hidup dalam perbuatan baik yang tak terhitung, yang telah ia ilhamkan,” tutur putranya, David.
Untuk menghormatinya, David berharap semua orang yang mengenal ayahandanya untuk menghadirkan lebih banyak kasih sayang di dunia ini sebagaimana yang Frank lakukan setiap hari selama hidupnya. (icy/ags)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.