Rabu, 20 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Anggaran Pendidikan RAPBN 2026 Dinilai Ngawur, 44% Ternyata untuk Proyek Makan Gratis

Total anggaran pendidikan di RAPBN 2026 mencapai Rp757,8 triliun. Tapi ternyata sebesar Rp355 triliun atau setara 44% dari alokasi itu untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pengamat menilai postur anggaran itu melanggar konstitusi. Anggaran untuk pembiayaan pendidikan justru dikalahkan demi program MBG,

By
in Headline on
Anggaran Pendidikan RAPBN 2026 Dinilai Ngawur,  44% Ternyata untuk Proyek Makan Gratis
Ilustrasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah

Jakarta, TheStanceID – Pemerintah diminta meninjau ulang alokasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 untuk sektor pendidikan.

Pasalnya, anggaran pendidikan 2026 dinilai telah melanggar konstitusi karena mengalahkan pembiayaan pendidikan demi program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Untuk diketahui, total anggaran pendidikan pada 2026 dialokasikan Rp757,8 triliun. Tapi ternyata Rp355 triliun di antaranya atau setara 44% dari alokasi itu untuk program MBG.

Jadi, anggaran pendidikan yang sebenarnya cuma Rp402 triliun.

MBG Jadi Prioritas di Anggaran Pendidikan 2026

prabowo - nota keuangan

Dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026, Prabowo memang menempatkan MBG sebagai bagian dari program pendidikan.

"PBB mengatakan MBG adalah investasi terbaik yang bisa dilakukan oleh sebuah bangsa," pidatonya, Jumat (15/8/2025).

Menurutnya, meski MBG baru berjalan 8 bulan, hasil program ini sudah terasa.

Prabowo membanggakan MBG yang disebutnya berhasil meningkatkan angka kehadiran dan prestasi anak di sekolah.

“Prestasi anak-anak di sekolah meningkat. Per hari ini, sudah ada 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di 38 provinsi di Indonesia. MBG telah menciptakan 290.000 lapangan kerja baru di dapur-dapur, dan melibatkan 1 juta petani, nelayan, peternak dan UMKM. MBG mendorong pertumbuhan ekonomi di desa-desa,” katanya.

Program MBG kini telah menjangkau 20 juta anak sekolah, anak belum sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui di seluruh Indonesia.

Prabowo juga membandingkan dengan Brazil yang membutuhkan 11 tahun untuk mencapai 40 juta penerima MBG setiap hari.

Indonesia, kata Prabowo, berhasil membangun 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di 38 provinsi dalam waktu singkat.

Program MBG ini yang memakan anggaran terbesar dalam sektor pendidikan.

Dalam catatan TheStance, MBG sebenarnya justru, program yang paling banyak menuai kritik, termasuk dari kalangan pengamat pedidikan.

Sebab selain membutuhkan anggaran sangat besar, relevansi program MBG dengan peningkatan prestasi siswa juga masih sebatas klaim pemerintah.

Tidak ada bukti menunjukkan bahwa MBG membuat prestasi siswa meningkat, atau sebaliknya, siswa yang tidak terkena MBG menurun prestasinya.

Tak hanya itu, program ini juga dibayangi sejumlah masalah seperti penggelapan dana --sebesar hampir Rp1 miliar di Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Kalibata--, distribusi MBG yang berisi bahan mentah, hingga kasus keracunan massal.

Rincian Alokasi Anggaran Pendidikan 2026

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan peruntukan anggaran pendidikan pada RAPBN 2026.

Sebesar 44,2 persen dari total anggaran pendidikan itu dialokasikan untuk program makan bergizi gratis atau MBG yakni sebanyak Rp335 triliun. Nominal itu digunakan untuk menu makan 82,9 juta penerima manfaat dan 30 ribu dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Anggaran pendidikan ini secara umum disalurkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan jenis penerima manfaat. Tiga kelompok itu antara lain kelompok pelajar, kelompok lembaga pendidikan, dan kelompok ketiga terdiri dari guru, dosen, atau tenaga pendidik.

Anggaran pendidikan untuk kelompok siswa dan mahasiswa disalurkan melalui berbagai program, salah satunya MBG. Kemudian diberikan pula lewat program KIP Kuliah dengan alokasi sebesar Rp 17,2 triliun, lalu Rp 25 triliun untuk beasiswa LPDP kepada 4.000 mahasiswa, serta Rp 15,6 triliun untuk Program Indonesia Pintar.

"Yang diterima oleh murid siswa dan mahasiswa, itu total Rp401 triliun sendiri," kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, (15/8/2025).

Kelompok penerima manfaat kedua yakni sekolah atau kampus dibagi ke dalam beberapa komponen, antara lain, untuk proyek Sekolah Rakyat sebesar Rp24,9 triliun, Sekolah Unggulan Garuda sebesar Rp3 triliun, lalu sebesar Rp22,5 triliun akan digunakan untuk renovasi 850 madrasah dan 11.686 sekolah.

Selanjutnya, anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah ditetapkan sebesar Rp64,3 triliun, bantuan untuk jenjang PAUD sebesar Rp5,1 triliun, kemudian perguruan tinggi negeri mendapatkan anggaran sebesar Rp9,4 triliun.

Sementara itu, alokasi anggaran untuk kelompok penerima manfaat guru/dosen/tenaga pendidikan ditetapkan sebesar Rp 178,7 triliun. Rinciannya, sebesar Rp 19,2 triliun untuk tunjangan profesi guru non-PNS, Rp 68,7 triliun untuk tunjangan profesi guru PNS, Rp 3,2 triliun untuk tunjangan dosen non-PNS, dan Rp 82,9 triliun untuk tunjangan dosen PNS.

"Kemudian juga ada tenaga pendidikan TPD non-PNS pun juga mendapatkan Rp 3,2 triliun, dosen untuk dosen ya, dan dosen PNS dalam hal ini Rp 82,9 triliun sendiri," tutur Menteri Keuangan.

Dana Pendidikan di RAPBN 2026 Tabrak Konstitusi

Ubaid Matraji

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai alokasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 untuk sektor pendidikan telah menabrak konstitusi.

Alasannya, karena mengalihkan hampir separuh anggarannya untuk program makan bergizi gratis (MBG).

"JPPI menilai, alokasi anggaran pendidikan telah menabrak Konstitusi dengan mengalihkan hampir separuh anggarannya (44,2 persen) untuk program makan bergizi gratis (MBG), sementara kewajiban konstitusional untuk pendidikan tanpa dipungut biaya malah diabaikan," kata Ubaid, dalam keterangannya kepada TheStanceID, Senin (18/8/2025).

Menurutnya, jika mengacu pada RAPBN 2026, pemerintah dinilai mengabaikan secara terang-terangan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait implementasi sekolah tanpa dipungut biaya.

"Perintah ini telah ditegaskan sebanyak dua kali, pada putusan perkara nomor 3/PUU-XXII/2024 (27/5/2025) dan kembali ditegaskan pada putusan perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 (15/8/2025)," ungkapnya.

Ubaid mempertanyakan mengapa MBG sangat diprioritaskan sementara program tersebut tidak tertuang dalam konstitusi.

"Tidak ada perintah makan gratis dalam konstitusi kita. Tapi, mengapa MBG ini sangat diprioritaskan, bahkan besaran dananya naik berlipat-lipat?" tanya Ubaid.

Padahal, dalam Pasal 31 UUD 1945 secara jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.

"Konstitusi kita menekankan pembiayaan untuk pendidikan, bukan untuk makan gratis," tutur Ubaid.

JPPI juga mendesak adanya transparansi besaran anggaran terkait pembiayaan sekolah kedinasan yang juga kembali disisipkan dalam alokasi dana pendidikan pada RAPBN 2026.

"Ini jelas melanggar UU Sisdiknas Pasal 49 yang mengamanatkan bahwa alokasi anggaran pendidikan wajib diprioritaskan untuk pemenuhan pendidikan dasar hingga menengah," ujarnya.

Menurutnya, sekolah kedinasan yang diselenggarakan oleh kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian seharusnya memiliki pos anggaran tersendiri, bukan bagian dari anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang diamanatkan konstitusi.

Ubaid pun mendesak Presiden untuk menghentikan alokasi anggaran pendidikan yang ngawur itu.

"Pemerintah harus meninjau ulang alokasi anggaran dan menempatkan prioritas sesuai amanat konstitusi," jelasnya.

Salah satunya dengan menyediakan pendidikan tanpa dipungut biaya dan berkualitas untuk semua anak. Khususnya di pendidikan dasar (SD-SMP) di sekolah negeri dan swasta.

"Sudah saatnya pemerintah menyadari dan memahami mana saja yang kewajiban konstitusional dan harus didahulukan untuk ditunaikan," ujarnya.

Belum Sentuh Kebutuhan Dasar Pendidikan

Satriwan Salim

Senada, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai alokasi anggaran masih belum berpihak pada kebutuhan mendasar pendidikan.

Apalagi, hampir separuh dari anggaran pendidikan, yakni 44,2% atau sekitar Rp335 triliun, justru dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“P2G terkejut, hampir setengah anggaran pendidikan dipakai untuk MBG. Padahal banyak masalah mendasar pendidikan dan kesejahteraan guru yang masih jauh dari kata tuntas,” ujar Satriwan dalam keterangannya, Minggu (17/8/2025).

P2G menyoroti bahwa alokasi untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah hanya sekitar Rp33,5 triliun atau 4,6% dari total anggaran pendidikan, jauh lebih kecil dibandingkan dana untuk MBG. Hal ini dinilai menunjukkan bahwa pemerintah Prabowo-Gibran belum fokus pada perbaikan pendidikan dasar, menengah, dan PAUD.

Selain itu, janji pemerintah untuk menetapkan standar upah minimum guru non-ASN sebagaimana tertuang dalam Astacita Prabowo-Gibran dinilai belum terlihat dalam RAPBN 2026.

“Masih banyak guru honorer, guru swasta, guru madrasah, hingga guru PAUD yang penghasilannya hanya Rp200 ribu – Rp500 ribu per bulan. Pemerintah mestinya segera menetapkan standar upah minimum guru non-ASN agar sesuai amanat UU Guru dan Dosen,” ungkap Satriwan.

Selain itu, alokasi dana besar untuk pembangunan 200 Sekolah Rakyat dan 9 SMA Unggul Garuda dinilai tidak proporsional, mengingat revitalisasi 12.560 sekolah dan madrasah hanya mendapat anggaran Rp22,5 triliun.

“Revitalisasi 12 ribu sekolah yang menampung jutaan murid malah lebih kecil dibanding 200 Sekolah Rakyat yang hanya menampung sekitar 100 ribu murid. Bahkan anak Sekolah Rakyat dapat fasilitas laptop, sementara anak miskin di sekolah umum tidak,” tambah Iman.

Atas kondisi ini, P2G menyampaikan lima poin desakan utama.

Pertama, realokasi anggaran pendidikan agar lebih berpihak pada pendidikan dasar-menengah dan kesejahteraan guru.

Kedua, refocusing anggaran pendidikan dari kementerian non-pendidikan ke kementerian pendidikan.

Ketiga, penetapan segera standar upah minimum guru non-ASN secara nasional.

Keempat, penataan ulang tata kelola sekolah agar tidak tumpang tindih antarkementerian.

Kelima, implementasi keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pendidikan dasar gratis, termasuk bagi sekolah swasta.

“Anggaran pendidikan 757 triliun ini belum menyentuh kebutuhan paling mendasar, yaitu peningkatan kualitas guru, pemenuhan hak kesejahteraan mereka, serta pemerataan akses pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah harus menunjukkan political will yang lebih kuat,” ujar Satriwan. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\