Selasa, 05 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Bendera One Piece dan Simbol Perlawanan

Bendera bajak laut dari manga 'One Piece' marak berkibar di sejumlah daerah jelang peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI. Pengibaran bendera Jolly Roger itu jadi simbol protes dan kekecewaan masyarakat terhadap negara. Polisi mengancam akan bertindak tegas.

By
in Headline on
Bendera One Piece dan Simbol Perlawanan
Ilustrasi Bendera Indonesia dan Bendera One Piece

Jakarta, TheStanceID – Ada yang berbeda jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia tahun

Bukan merah puth, bendera bajak laut dari manga One Piece justru marak berkibar dan dipasang di sejumlah daerah. Mulai dari teras rumah, truk, hingga bertebaran di jagat media sosial.

Pengibaran bendera berlatar warna hitam dan bergambar sosok Jolly Roger yang khas dengan tulang bersilang itu menjadi simbol protes dan kekecewaan masyarakat terhadap negara.

Tapi alih-alih menyambut baik kritik tersebut, pemerintah dan sebagian anggota parlemen menganggap hal itu sebagai upaya memecah belah bangsa.

Polisi juga mengancam akan menindak tegas warga yang sengaja mengibarkan bendera bajak laut One Piece di momen peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI.

Alasan Kibarkan Bendera One Piece

Bendera One Piece

Mengapa warga mengibarkan bendera bajak laut One Piece?

Untuk dketahui, bendera tersebut adalah simbol khas kelompok bajak laut pimpinan Monkey D. Luffy, tokoh utama dalam mangan karya Eiichiro Oda tersebut.

"Karena kondisi sekarang makin hari makin memprihatinkan. Banyak ketidakadilan yang diperlihatkan. Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar," ujar Bayu (36), seorang Nakama, sebutan fans bagi penikmat serial manga One Piece, Jumat (1/8/2025).

Pengibaran bendera One Piece juga bermakna adanya praktik penindasan dari berbagai bentuk yang dihadapi publik.

"Monkey D. Luffy (salah satu karakter utama dalam One Piece) punya cita-cita jadi orang paling memiliki kebebasan di seluruh lautan. Dia enggak segan lawan orang-orang kuat dan elite yang suka menindas," kata dia.

"Mungkin semangat Luffy ini dianggap bisa mewakili sikap para Nakama," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Komunitas One Piece Jayapura, Ali Maulana, menyebut pengibaran bendera Jolly Roger sebagai "simbol kebebasan sipil" dan tidak bermaksud menyerang negara.

"Bendera One Piece menjadi simbol bahwa kita mencintai negeri ini, tapi tidak sepenuhnya setuju dengan sistem yang ada di dalamnya." kata Ali.

Dia menjelaskan, kisah One Piece bukan sekadar anime, melainkan fiksi yang mencerminkan ketidakadilan dan ketimpangan yang juga dirasakan masyarakat Indonesia.

Ia mencontohkan tokoh elite dalam One Piece seperti Tenryuubito mencerminkan perilaku segelintir pejabat yang menikmati kekuasaan, sementara rakyat justru menderita.

Ia pun menolak anggapan bahwa bendera Jolly Roger merupakan simbol pemberontakan.

Menurutnya, kesalahan persepsi ini justru datang dari para pejabat yang terlalu cepat menyimpulkan tanpa memahami konteks budaya populer. Padahal ini adalah bentuk kepedulian masyarakat terhadap situasi hari ini.

"Kalau dikibarkan lebih tinggi dari merah putih, itu jelas salah. Tapi faktanya, bendera ini dikibarkan di bawah merah putih. Jadi tidak ada yang keliru secara hukum," tegasnya.

"Ini bukan pemberontakan. Ini ekspresi kebebasan sipil." tukasnya.

Respon Pemerintah dan Parlemen

Budi Gunawan

Meski pengibaran bendera One Piece ini murni dari sikap dan kepedulian masyarakat, pemerintah dan parlemen justru mengecam fenomena ini.

"Sebagai bangsa yang besar dan menghargai sejarah, kita sepatutnya menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol yang tidak relevan," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

Dirinya menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas jika ada upaya kesengajaan dalam menyebarkan narasi tersebut.

Apalagi, menurut dia, ada konsekuensi hukum bagi mereka yang mengibarkan bendera merah putih di bawah lambang apa pun, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

"Konsekuensi pidana dari tindakan yang mencederai kehormatan bendera Merah Putih. UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan 'Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun' Ini adalah upaya kita untuk melindungi martabat dan simbol negara," tegasnya.

Senada dengan Budi Gunawan, anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menilai seruan itu bentuk kemerosotan pemahaman ideologi negara, sekaligus provokasi.

"Bagian daripada makar mungkin malah itu. Ini harus ditindak tegas," ujar Firman, Kamis (31/7/2025).

Polisi Ancam Warga yang Kibarkan Bendera One Piece

Wakapolda Banten

Sementara itu, Polda Banten mengancam akan bertindak tegas terhadap warga yang sengaja mengibarkan bendera bajak laut One Piece di momen peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI.

"Kalau ada terbukti melakukan pelanggaran dan dia tidak Merah Putih, tentu kami akan tindak tegas," kata Wakapolda Banten Brigjen Hengki di Tangerang, Sabtu, (2/8/2025).

Menurutnya, gerakan pengibaran bendera yang disimbolkan sebagai bajak laut itu merupakan bentuk provokasi yang dapat menurunkan derajat bendera Merah Putih.

Selain itu, gerakan tersebut juga dapat mencederai perjuangan para pendahulu yang rela berkorban demi kemerdekaan Indonesia.

"Kami harus bersyukur atas perjuangan para pendahulu yang berjuang dengan jiwa raganya untuk mempertahankan Indonesia agar merdeka," katanya.

Budaya Pop Sebagai Kanal Politik

Penggunaan simbol atau idiom budaya popular atau bahkan simbol netral seperti kasus bendera One Piece sebagai ekspresi kekecewaan dan protes sosial, sebenarnya telah berlangsung sejak lama, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Protes kini tak selalu harus turun ke jalan, kadang ia muncul dalam lirik lagu yang penuh ironi, atau bahkan satu meme yang memelesetkan narasi besar soal kekuasaan dan keadilan.

Sebelumnya, lagu-lagu seperti 'Bayar Bayar Bayar' dari band Sukatani yang mengkritik pungli oknum aparat dan 'Tikus-Tikus Kantor' dari Iwan Fals yang menyoroti budaya korupsi adalah contoh bagaimana musik sebagai bagian dari popular bisa menjadi sarana protes.

Begitu pula dengan seniman Banksy lewat diplomasi artistiknya. Seni visual, seperti yang ditunjukkan oleh Banksy dengan grafiti terkenalnya 'Girl with Balloon', juga berfungsi sebagai diplomasi artistik yang menyuarakan kritik terhadap kekuasaan.

Bahkan, pada Mei 2014 lalu, para demonstran di Thailand "meminjam" salam tiga jari ala Hunger Games sebagai simbol protes terhadap kudeta militer yang dipimpin Jenderal Prayuth Chan-o-cha.

Para aktivis Thailand kala itu memaknai ulang salam tiga jari Hunger Games sebagai simbol kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Makna itu jauh berbeda dengan yang ada di film yakni simbol penghormatan, ungkapan perpisahan, kekaguman, dan perlawanan. Bahkan, Pemerintah Thailand kemudian melarang simbol tersebut karena dianggap subversif dan menginspirasi pemberontakan.

semangka palestina

Ada pula simbol semangka sebagai dukungan terhadap Palestina, setelah otoritas Israel pada 1967 melarang pengibaran bendera serta penggunaan warna-warna nasional (merah, hijauh, hitam, dan putih).

Seniman Palestina kemudian menyiasatinya dengan menggambar semangka yang memiliki corak warna sama dengan bendera Palestina, sebagai simbol perlawanan tersembunyi.

Sempat menghilang, simbol itu kembali muncul dan viral pada Mei 2021 setelah serangan militer Israel ke Gaza.

Sementara di Indonesia, banyak kalangan yang menggunakan simbol atau istilah antara lain, "Wakanda" atau "Konoha" saat menyuarakan kritik pada kondisi negara atau pemerintahan yang dianggap tidak ideal.

"Wakanda" merujuk pada sebuah negara fiktif dalam dunia Marvel dan dikenal sebagai kampung halaman Black Panther, sementara "Konoha" adalah desa ninja fiktif dalam serial anime/manga Naruto.

Bentuk Protes Simbolik Warga

One Piece

Sosiolog Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, menilai maraknya pengibaran bendera bajak laut One Piece menjelang 17 Agustus sebagai bentuk protes simbolik masyarakat.

Ia mengingatkan pemerintah agar tidak langsung melabeli tindakan tersebut sebagai makar.

"Itu simbol protes bahwa rakyat Indonesia sedang dijajah, kehilangan kebebasannya," ucap Bagong dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).

Dirinya menilai pemerintah tidak perlu terlalu reaktif menanggapi hal ini. Menurutnya, protes yang disampaikan masyarakat ini perlu direspon dengan empatik.

“Tentu pemerintah tidak perlu reaktif. Perlu direspon juga protes itu,” kata Bagong.

Menurutnya, masyarakat saat ini semakin kritis dalam menilai kinerja pemerintah. Oleh karena itu, kritik-kritik yang disampaikan sudah seharusnya dijawab dengan pernyataan berbasis data, bukan perang narasi.

“Bukan perang narasi, tapi diskusi yang objektif,” lanjutnya.

Siasat Agar Pesan Mendapat Jangkauan Luas

Hikmat Darmawan

Pengamat budaya pop, Hikmat Darmawan, menilai fenomena "pinjam-meminjam" simbol atau istilah ke dalam gerakan sosial adalah perihal jamak dan sudah sering terjadi. Bahkan simbol tersebut tak jarang bersalin rupa dan membentuk makna baru.

"Kadang ada unsur repurpose, mengubah untuk kepentingan protes. Itu sudah biasa," ujar Hikmat kepada TheStanceID.

Selain itu, peminjaman simbol atau istilah budaya populer itu, juga tak jarang menjadi siasat agar pesan atau kritik yang disampaikan dapat menjangkau target lebih luas.

"Kadang bukan soal takut atau represif, tapi karena ingin (pesan) meluas. Agar bisa diterima lebih banyak orang," kata dia.

Gen Z, sebagai generasi yang tumbuh bersama budaya digital, memiliki potensi besar untuk menginterpretasi pesan-pesan ini secara kritis. Gen Z bukan hanya penikmat budaya digital, tapi juga agen perubahan yang mampu membaca dan membentuk pesan-pesan politik dari budaya pop.

Hikmat pun menilai kritikan pemerintah dan parlemen terhadap fenomena ini memperlihatkan adanya jarak antara pemerintah dan generasi muda yang akrab dengan budaya pop. Alih-alih menuding "makar", mungkin lebih produktif jika elite membuka dialog atas kekecewaan yang diwakili simbol-simbol ini.

"Saya melihat ada jarak antara yang popular dan pemerintah yang sok populis tapi menindas. Sekarang, jarak dan pertentangan itu makin keras," pungkas Hikmat. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\