Oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), akademisi yang mengawali karir di Institut Bisnis Indonesia (IBII), peraih gelar Magister Ekonomi Bisnis dari Erasmus University Rotterdam dan gelar profesional di bidang akuntansi manajemen dari Institute of Certified Management Accountants.

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bermasalah besar, diduga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, dan terindikasi kuat ada tindak pidana korupsi.

Proyek KCJB yang kontroversial ini direkayasa sedemikian rupa untuk memenangkan penawaran dari pihak China yang lebih mahal, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam jumlah sangat besar.

Dua negara produsen kereta cepat, Jepang dan China, terlibat dalam penawaran Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan panjang lintasan 142,3 kilometer (km).

Kedua negara tersebut menawarkan skema pembiayaan pinjaman sebesar 75% dari nilai proyek, dengan grace periode 10 tahun dan jangka waktu cicilan pokok 40 tahun.

Untuk pinjaman proyek, Jepang menawarkan suku bunga pinjaman sebesar 0,1% per tahun, sedangkan China menawarkan suku bunga pinjaman sebesar 2% per tahun untuk nilai proyek awal, dan 3,4% untuk pembengkakan biaya (cost overrun).

Jepang menawarkan biaya proyek KCJB sebesar US$6,2 miliar, dengan pembiayaan pinjaman 75% atau US$4,65 miliar, dan suku bunga pinjaman 0,1% per tahun.

Sedangkan China menawarkan US$5,5 miliar yang kemudian naik menjadi US$6,07 miliar, hanya selisih US$130 juta dari penawaran Jepang. China juga menawarkan pembiayaan pinjaman 75% atau US$4,55 miliar dengan suku bunga 2% per tahun atau 20 kali dari suku bunga yang ditawarkan Jepang.

Di penghujung proyek, pihak kontaktor KCJB klaim ada pembengkakan biaya (cost overrun) yang akhirnya "disepakati" mencapai US$1,2 miliar, di mana 75% atau US$900 juta juga dibiayai dari pinjaman proyek dengan suku bunga 3,4% per tahun, atau 34 kali lebih besar dari suku bunga yang ditawarkan Jepang.

Komponen Biaya Bunga Pinjaman

perbandingan Selama grace periode 10 tahun, KCJB hanya membayar komponen bunga pinjaman, belum membayar cicilan pokok, sehingga jumlah bunga pinjaman yang dibayar sama besar selama grace period tersebut.

Setelah cicilan pokok pinjaman mulai dibayar, jumlah bunga pinjaman yang dibayar berkurang seiring dengan berkurangnya sisa pinjaman.

Dengan profil proyek seperti di atas, akhirnya China dimenangkan, meskipun secara total, termasuk biaya bunga, biaya proyek China ini jauh lebih mahal dari Jepang.

Total biaya proyek KCJB yang ditawarkan Jepang selama 50 tahun masa konsesi proyek, termasuk bunga pinjaman, hanya US$6,34 miliar.

Sementara itu, total biaya proyek KCJB yang ditawarkan China mencapai US$10,85 miliar selama 50 tahun masa konsesi, atau lebih mahal US$4,51 miliar, alias 71,2% di atas penawaran Jepang.

Dengan sengaja memenangkan pihak China yang jelas-jelas lebih mahal US$4,51 miliar dari penawaran Jepang merupakan tindakan merugikan keuangan negara secara nyata dan pasti.

Dengan kurs Rp16.300 per US$, kerugian keuangan negara setara Rp73,5 triliun. Perlu dicatat, kerugian negara secara pasti dan nyata tersebut belum termasuk dugaan markup atau penggelembungan harga yang diperkirakan mencapai US$2 miliar.

Artinya, biaya proyek kereta cepat sepanjang 142,3 km diperkirakan maksimal US$4 miliar saja, atau sekitar US$28,11 juta per km: inipun sudah sangat mahal.

Baca Juga: Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Proyek Whoosh: KPK Wajib Usut Tuntas!

Dengan total kerugian keuangan negara sebesar itu, rakyat tidak boleh diam. Rakyat menuntut, siapa saja yang terlibat dalam permainan ini harus dihukum seberat-beratnya.

Rakyat menuntut, KPK harus segera menyelidiki dan menyidik dugaan kasus korupsi jumbo ini, sebelum rakyat marah.

Dalam menyelidiki dan menyidik, perlu dibuka secara transparan setidak-tidaknya bagaimana proses tender dan penunjukan pemenang proyek, bagaimana dan sejak kapan konsorsium BUMN Indonesia (PSBI) dilibatkan dalam proyek ini.

Lalu, terdiri dari komponen biaya apa saja penawaran awal China sebesar US$5,5 miliar itu, bagaimana biaya bisa membengkak menjadi US$6,07 miliar, dan membengkak lagi US$1,2 miliar menjadi US$7,27 miliar, serta bagaimana perlakuan kewajiban bunga pinjaman proyek dalam evaluasi kelayakan proyek.

Semoga KPK segera bertindak, jangan memancing amarah rakyat.***

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.