Jakarta, TheStance – Sebuah video viral di media sosial memperlihatkan seorang pria yang protes karena membela nenek yang hendak membeli roti. Hal ini lantaran pembayaran tunai nenek itu ditolak pihak toko.
Pegawai toko roti berdalih hanya menerima pembayaran non tunai, contohnya QRIS. Sementara nenek tersebut tidak memiliki dan tidak memahami cara menggunakan pembayaran digital.
"Makanya aku bilang, cash itu harus kalian terima, masa harus QRIS. Nenek-nenek itu kan nggak ada QRIS-nya, gimana?”, ujar pria di video pendek tersebut yang terlihat geram.
Unggahan di akun tiktok @arlius_zebua pada Jumat (19/12/2025) tersebut menuai sorotan dan memicu perbincangan soal kebijakan transaksi non-tunai.
Seperti diketahui, belakangan transaksi pembayaran di gerai makanan banyak mengandalkan non-tunai, yaitu menggunakan e-wallet maupun QRIS. Bahkan, beberapa toko maupun restoran ada yang tidak menerima pembayaran tunai sama sekali, karena dirasa lebih efisien.
Namun, di sisi lain terkadang pembayaran dengan cara non-tunai menyulitkan sebagian orang yang masih mengandalkan uang tunai. Seperti halnya seorang nenek yang ditolak oleh toko roti karena membayar menggunakan uang tunai.
Toko Roti Minta Maaf

Unggahan akun TikTok @arlius_zebua, pria yang protes dan melayangkan somasi terbuka kepada pihak Roti O, toko roti yang menolak pembayaran tunai dari nenek tersebut, sampai minggu (21/12/2025) siang, tercatat telah ditonton lebih dari 1,7 juta kali dan mengundang kontroversi.
Banyak yang menyayangkan sikap menolak pembayaran tersebut, ada juga yang membela pegawai karena bekerja sesuai SOP.
"Nggak semua punya QRIS. Parah Roti O," komentar netizen.
"Berarti Roti O melanggar Pasal 23 dan Pasal 33 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang," komentar lainnya.
"Mohon maaf banget pak. Tempat kerjaku juga sistemnya cashless payment (pembayaran non-tunai). Kalau kita yang bayarin malah kita yang kena pak (bisa dikira cheating sama atasan). Mungkin karyawannya juga takut," sahut netizen lain.
"Nggak usah kau marahin petugasnya, itu SOP mereka nggak bisa cash (tunai)," ujar netizen lain membela pegawai toko roti.
Atas kejadian yang viral dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, pihak Roti O telah mengunggah klarifikasi di Instagram resmi mereka. Roti O memohon maaf dan mengatakan akan melakukan evaluasi internal dalam hal pelayanan.
Roti O juga mengungkapkan, "Penggunaan aplikasi dan transaksi non-tunai di outlet kami bertujuan untuk memberikan kemudahan serta memberikan berbagai promo dan potongan harga bagi pelanggan setia kami," unggah akun Instagram @rotio.indonesia (20/12/2025).
Tren Pembayaran Non Tunai Terus Naik

Tak bisa dipungkiri budaya transaksi masyarakat Indonesia kian bergeser ke arah digital. Sepanjang 2025, pembayaran non-tunai makin mendominasi, dengan QRIS mencetak rekor nilai transaksi tertinggi dan menegaskan posisinya sebagai tulang punggung sistem pembayaran digital nasional.
Pemanfaatan ponsel pintar dalam aktivitas ekonomi sehari-hari, mulai dari belanja kebutuhan rumah tangga hingga transaksi di pasar tradisional, membuat penggunaan uang tunai sudah mulai ditinggalkan. Di tengah tren tersebut, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) mencatat pertumbuhan transaksi yang signifikan.
Data Bank Indonesia (BI) pada kuartal II tahun 2025 mencatat dari sisi transaksi, pembayaran digital atau non tunai kuartal II tumbuh 30,51% secara year on year (yoy). Angka ini mencapai 1,167 miliar transaksi didukung oleh peningkatan komponen. Volume transaksi aplikasi mobile dan internet meningkat masing-masing sebesar 32,16% (yoy) dan 6,95% (yoy).
"Termasuk volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS yang tetap tumbuh tinggi sebesar 148,50% (yoy), didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam keterangan resmi, pada Juli lalu.
Kenaikan volume transaksi QRIS sebesar 148,50% di Juni 2025 bukan hanya sekadar deretan angka, melainkan cerminan dari pergeseran perilaku masyarakat dan ekosistem pembayaran yang semakin matang. Peningkatan ini didorong oleh dua faktor utama, yakni pertumbuhan jumlah pengguna dan semakin luasnya jumlah merchant yang menerima pembayaran QRIS.
Bank Indonesia (BI) mencatat, saat ini pemanfaatan QRIS sudah menjangkau 57 juta pengguna. Dari total ini tercatat ada 39,3 juta merchant sebagai penggunanya dan 93,16% di antaranya adalah UMKM.
BI juga mencatat transaksi QRIS saat ini sudah mencapai 6,05 miliar transaksi. Angka ini menunjukkan nilainya sudah mencapai Rp579 triliun.
Masyarakat semakin nyaman dan terbiasa menggunakan QRIS untuk berbagai keperluan, mulai dari belanja di warung kecil, membayar parkir, hingga transaksi di pusat perbelanjaan modern. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan QRIS menjadi daya tarik utama yang tak terbantahkan, baik bagi konsumen maupun bagi merchant.
Selain memperkuat transaksi domestik, QRIS juga mulai memainkan peran dalam transaksi lintas negara.
QRIS saat ini telah dapat digunakan di sejumlah negara, antara lain Malaysia, Thailand, Jepang, China, dan Korea Selatan. Pemerintah juga tengah menjalin kerja sama dengan Uni Emirat Arab untuk memperluas pemanfaatan QRIS di kawasan Timur Tengah.
Selain QRIS, masyarakat kini juga banyak memanfaatkan alat pembayaran non tunai lainnya, seperti kartu debit dan kartu kredit, dompet digital atau e-wallet sampai fasilitas transfer bank melalui mobile banking.
Selain memanfaatkan teknologi perbankan dan digital, metode pembayaran non tunai ini oleh masyarakat dinilai lebih aman karena mengurangi risiko kehilangan uang tunai sekaligus menjadikan transaksi lebih efektif dan efisien.
Lantas, bagaimana kebijakan Bank Indonesia (BI) menyikapi maraknya merchant atau gerai makanan yang tidak menerima pembayaran tunai sama sekali.
BI: Menolak Pembayaran Tunai Bisa Dipidana

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso mengingatkan, berdasarkan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang dilarang menolak menerima rupiah saat melakukan transaksi.
"Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)" terang Denny dalam keterangannya, Sabtu (20/12/2025).
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, dapat dipahami bahwa penolakan terhadap uang rupiah hanya boleh dilakukan apabila ada keraguan atas keaslian uang rupiah tersebut. Di luar pengecualian tersebut, setiap orang dilarang menolak segala bentuk transaksi menggunakan uang rupiah, termasuk menggunakan uang tunai (cash).
Bagi para pihak yang menolak transaksi menggunakan uang rupiah, dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UU Mata Uang yakni pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Denny menegaskan penggunaan rupiah untuk alat transaksi sistem pembayaran dapat menggunakan instrumen pembayaran tunai atau nontunai sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi.
Menurutnya, BI mendorong penggunaan pembayaran non tunai karena cepat, mudah, murah, aman, dan handal. Selain itu, pemanfaatan pembayaran non tunai dapat menghindarkan masyarakat dari risiko uang palsu.
"Namun demikian, keragaman demografi dan tantangan geografis serta teknologi Indonesia maka uang tunai masih sangat diperlukan dan dipergunakan dalam transaksi di berbagai wilayah," katanya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance