Amerika, Bohir Israel Suntik Rp400 Triliun untuk Proyek Genosida di Gaza
Tanpa bantuan militer AS, perang genosida yang dilancarkan Israel di Gaza niscaya hanya berumur beberapa bulan.

Jakarta, TheStanceID – Janji Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk “berdiri bersama Israel” bukan retorika belaka. Bahkan beberapa pekan sebelum lengser, dia masih menyumbang senjata ke Israel senilai US$8 miliar (setara Rp130 triliun).
Fakta ini mengonfirmasi hubungan istimewa kedua entitas yang telah terjalin 76 tahun sejak tahun 1948, ketika Presiden Harry Truman menjadi pemimpin dunia pertama yang mengakui negara rasis, setelah proklamasi kemerdekaan 14 Mei 1948.
Kala itu, Truman yang memimpin AS dari tahun 1945 hingga 1953 itu berjanji mengakui penuh Israel sebagai sebuah negara sekuler, yang didirikan khusus untuk ras Yahudi, melalui pengusiran bangsa Arab Palestina yang lebih dulu tinggal di sana.
“Kami tegaskan kebanggaan kami bahwa AS punya peran utama mengadopsi Resolusi Majelis Umum PBB 29 November 1947 untuk membentuk negara Yahudi,” kata Truman dalam dokumen The American Presidency Project.
Sejak itu, presiden AS berikutnya selalu mengumbar narasi yang sama, mendukung negara Yahudi itu terus eksis dan menjajah Palestina: Dwight Eisenhower, John F. Kennedy, Jimmy Carter, Bill Clinton, Barack Obama, Donald Trump dan juga Biden.
“Kami mendukung Israel. Dan kami akan memastikan Israel memiliki apa yang dibutuhkan demi menjaga warganya,” tegas Biden, dalam pidato 10 Oktober 2023, dikutip dari keterangan resmi Gedung Putih.
Pidato Biden itu terjadi 3 hari setelah pejuang Hamas menerobos pagar Israel dari Jalur Gaza, menyerang fasilitas militer Israel dan menculik warganya sebagai barter untuk membebaskan kawan mereka yang ditahan.
Merespon itu, Israel menggelar Operasi Pedang Besi ke Gaza dengan artileri udara yang menargetkan gedung, permukiman, hingga rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Indonesia di utara Gaza yang kini terkonfirmasi berhenti beroperasi.
Dalam pidatonya, presiden AS ke-46 itu menegaskan AS akan menaikkan bantuan militer, termasuk amunisi dan sistem pertahanan rudal Iron Dome yang dikembangkan Rafael Advanced Defense Systems.
“Kami akan meminta mereka [Kongres] bertindak cepat untuk mendanai keamanan nasional bagi mitra penting kami [Israel]. Ini bukan soal partai atau politik. Ini tentang keamanan dunia, keamanan AS,” tegas Biden yang menekankan pesan kunci yang selalu menjadi kedok AS: keamanan negara.
Untuk mengukur segila apa AS menyuplai dana super tebal ke negeri zionis itu, Brown University merilis laporan bertajuk “Costs of War Project” atau “Proyek Biaya Perang” yang diterbitkan 7 Oktober 2024, setahun serangan Hamas ke Israel.
Disusun oleh Linda J. Bilmes, profesor John F. Kennedy School of Government dan rekannya di Harvard University (William D. Hartung dan Stephen Semler), penelitian itu menyorot bantuan militer AS ke Israel dan kematian yang ditimbulkannya.
Lampaui Belanja Militer Indonesia
Hasilnya, AS diketahui menyuntik bantuan militer ke Israel US$17,9 miliar (Rp277 triliun) sejak Oktober 2023. Sebagai perbandingan, anggaran Kementerian Pertahanan Indonesia pada 2023 hanya Rp123,44 triliun atau cuma sepertiga dari itu.
Tiga alokasi terbesarnya adalah untuk pendanaan militer Israel senilai US$6,8 miliar (Rp105 triliun), belanja misil pertahanan sebesar US$4,5 miliar (Rp70 triliun), dan pasokan senjata baru ke Israel seharga US$4,4 miliar (Rp48 triliun).
Jika dirinci, angka US$17,9 miliar ini merupakan gabungan antara bantuan militer darurat senilai US$14,1 miliar (Rp219 triliun) yang disahkan Kongres AS pada April 2024, ditambah bantuan militer tahunan ke Israel yang nilainya U$3,8 miliar (Rp59 triliun).
Detil bantuan militer darurat senilai US$14,1 miliar adalah:
US$4 miliar: mengisi ulang sistem pertahanan rudal Iron Dome dan David's Sling.
US$1,2 miliar, sistem pertahanan Iron Beam khusus roket dan mortir jarak pendek.
US$3,5 miliar, sistem senjata canggih, melalui Program Pembiayaan Militer Asing.
US$$1 miliar, produksi dan pengembangan artileri dan amunisi penting.
US$4,4 miliar, perlengkapan pertahanan dan layanan pertahanan Israel.
Selain dana itu, ada dana tambahan US$4,9 miliar (Rp75 triliun) untuk mendukung operasi militer AS di wilayah itu, di antaranya menghalau serangan kelompok Houthi Yaman yang didukung Iran dan kerugian akibat pengalihan rute kapal dan asuransi.
Dengan demikian, total belanja AS untuk mendukung perang Israel mencapai US$22,8 miliar (Rp353 triliun). Suntikan tambahan Biden jelang lengser baru-baru ini mendongkrak angkanya menjadi Rp483 triliun.
Nilai Pastinya Bisa Lebih
Sebetulnya, sulit menentukan angka pasti dukungan pendanaan Amerika di perang genosida yang dilancarkan Israel. Nilainya kemungkinan besar lebih dari itu, karena angka US$17,9 miliar itu hanya sebagian dari dukungan finansial selama perang ini.
Selain itu, bantuan tersebut tidak masuk kategori yang wajib dilaporkan sehingga kurang transparan. Sejak Oktober Biden meneken 100 kesepakatan senjata dengan Israel yang nilainya terlalu kecil untuk dilaporkan ke Kongres.
Contohnya, UU Bantuan Luar Negeri (Foreign Aid Bill) yang disahkan Kongres pada April 2024 mengalokasikan US$2,4 miliar untuk "operasi AS, perlindungan pasukan, pencegahan, dan penggantian pengeluaran tempur di wilayah Komando Pusat AS.”
Namun pos ini tidak digolongkan sebagai bantuan militer, meski duitnya dipakai untuk mendanai Israel menyerang Gaza–dan dikeluarkan atas nama bantuan Israel. Hal sebaliknya terjadi di kasus bantuan militer Ukraina yang wajib dirilis ke publik.
Selain itu, menurut Linda, perhitungan ini belum mengakumulasi pengeluaran umum lainnya seperti bantuan keamanan bagi Mesir, Arab Saudi, dan negara sekutu AS di Timur Tengah, dan biaya penerbangan komersial serta logistik.
Kerugian Nyawa Manusia
Lalu berapa kerugian yang muncul akibat bantuan militer Amerika ke Israel? Serangan Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 tentara dan warga Israel pada 7 Oktober 2023 tak sebanding dengan korban jiwa yang diciptakan duo Amerika-Israel.
Data terbaru (9 Januari 2025) Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat sebanyak 46.003 orang tewas, dan 109.378 terluka. Angka ini belum memasukkan para korban yang hilang dan terkubur oleh bom sesat Israel.
Riset London School of Hygiene & Tropical Medicine mengestimasikan korban jiwa di Gaza setidaknya 41% lebih tinggi dari angka resmi. Artinya, ada 18.860 korban jiwa yang belum terdata sehingga total korban tewas bisa mencapai 64.863 orang.
Mengutip laporan media Prancis, Le Monde, Kemenkes Gaza mengakui ada lebih dari 7.600 orang yang dinyatakan tewas saat tiba di ruang gawat darurat dan belum teridentifikasi sejak dimulainya konflik 7 Oktober 2023.
Verifikasi data korban jiwa di rumah sakit data terkendala oleh aksi Israel yang menyasar rumah sakit di Gaza. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya 17 dari 36 rumah sakit di Gaza yang beroperasi sebagian.
Dari Lebanon, setidaknya ada tambahan 1.400 orang korban jiwa, baik pejuang Hizbullah dan warga sipil, sejak Israel memperluas serangannya ke negara itu akhir September lalu dengan mengebom bangunan-bangunan sipil.
Variasi Bantuan Amerika untuk Israel
Secara historis, menurut riset itu, Israel adalah penerima kumulatif bantuan AS terbesar sejak Perang Dunia II. Bahkan bantuan senilai US$17,9 miliar itu juga rekor terbesar sejak AS mulai memberikan bantuan militer, khususnya, ke Israel sejak 1959.
Linda menghitung bahwa Israel adalah penerima bantuan militer AS terbesar dalam sejarah selama 65 tahun terakhir, dengan memperoleh total US$251,2 miliar atau Rp3.894 triliun sejak tahun 1959—yang dihitung dengan menyesuaikan inflasi.
Setiap tahun AS rutin memasok miliaran dolar bantuan militer ke Israel dan Mesir setelah perjanjian Camp David pada 1979. Sejak era Barack Obama, bantuan tahunan bagi Israel dipatok sebesar US$3,8 miliar hingga tahun 2028.
Jenis bantuan militer AS ke Israel begitu bervariasi. Pada 1949 Israel menerima pinjaman non-militer, disusul hibah pada tahun 1951. Untuk pertama kali, menurut riset Costs of War Project, Israel menerima pinjaman militer dari AS pada 1959.
Nilainya naik signifikan sejak 1971 ketika Kongres mulai menetapkan nilai bantuan ke Israel. Dari tahun 1959 hingga 1970, rata-rata bantuan militer tahunan ke Israel adalah US$162 juta (Rp2,5 triliun), pada 1971 niainya menjadi US$3,2 miliar (Rp50 triliun).
Khusus di perang genosida kali ini, mereka memasok Israel dengan 57.000 peluru artileri, 36.000 amunisi Meriam, 20.000 senapan karabin M4A1, 13.981 rudal anti-tank, dan 8.700 bom serbaguna Mk82-500 pon.
Produsen Senjata AS Girang
Bantuan AS ini memberikan deretan keuntungan kepada pabrikan militer. Misalnya, Boeing, RTX, Lockheed Martin, dan General Dynamics yang telah lama menjalin hubungan dengan pemerintah Israel.
Menurut ulasan wartawan desk militer AP, Ellen Knickmeyer, Biden terindikasi menyembunyikan detil bantuan ke Israel ini lewat “manuver birokrasi” menyusul tingginya jumlah warga sipil Amerika yang ikut menjadi korban di konflik tersebut.
Bagi Biden, dukungan ke Israel adalah upeti politik. Itu tergambar dalam pernyataan Biden pada 4 Oktober lalu ketika menegaskan bahwa "Tidak ada pemerintahan yang telah membantu Israel lebih dari saya," katanya dikutip Chicago Tribune.
Intinya Israel adalah anak kesayangan Amerika. Dalam pidatonya di Tel Aviv, 18 Oktober 2023, Biden menegaskan “Saya sudah lama bilang: Jika Israel tidak ada, kita harus menciptakannya,” kata Biden dikutip Gedung Putih.
Laporan edisi September di media Israel, Haaretz, berjudul “Israeli Air Force Official: Without U.S. Aid, Israel Couldn't Fight Gaza Beyond a Few Months” memberikan gambaran bahwa sejatinya AS adalah bohir utama bagi Israel.
“Ini memperjelas bahwa satu-satunya alasan Israel mampu melanjutkan genosida ini di Gaza adalah karena Washington memfasilitasinya,” tulis media Israel yang dikenal kritis melawan keganasan pemerintahnya itu. (mts)
Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal berita TheStanceID di Whatsapp dan di Telegram.