Tak Terbendung Sensor dan Lobi, Warga Australia Sukses Dorong Penyelamatan Gaza
Demonstrasi itu berujung pada kebijakan nyata. Setelah aksi massa yang dihadiri 300.000 orang itu, pemerintah Australia mengumumkan bantuan sebesar US$13 juta (Rp213 miliar) kepada organisasi-organisasi kemanusiaan yang menyediakan bantuan makanan dan medis di Gaza.

Semarang, TheStanceID - Cuaca mendung disertai guyuran hujan di Kota New South Wales tak meredam ratusan ribu massa untuk turun ke jalan mendukung Gaza. Ini menjadi sinyal bahwa warga dunia Barat semakin melek terhadap krisis Palestina.
Ratusan ribu massa pendukung Palestina tersebut memadati Sydney Harbour Bridge pada Ahad (3/8/2025). Polisi setempat memperkirakan 90.000 orang turut serta, tetapi panitia dan ahli menilai angkanya mendekati 300.000.
Dilansir The Guardian, aksi solidaritas kemanusiaan yang dimotori oleh Palestine Action Group di Sydney Harbour Bridge ini tercatat sebagai demonstrasi terbesar sejak aksi anti-perang Irak pada tahun 2003 lalu.
“Malu-malulah Israel, malu-malulah AS. Apa yang kita inginkan? Gencatan senjata! Kapan kita menginginkannya? Sekarang!” teriak demonstran.
Menuntut gencatan senjata di Gaza, massa juga menyorot bencana kelaparan yang melanda warga sipil Gaza akibat blokade Israel terhadap akses bantuan kemanusiaan yang menimbulkan krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
“Kita [Australia] tidak bisa diam sementara kelaparan dipaksakan terhadap seluruh populasi,” kata Zara Williams, salah seorang demonstran.
Gerakan tersebut berhasil menggalang para tokoh penting mulai dari politisi seperti mantan Perdana Menteri New South Wales Bob Carr, anggota parlemen Australia Ed Husic, hingga aktivis global seperti pendiri WikiLeaks Julian Assange.
Mereka terlihat di antara kerumunan yang menyuarakan dukungan kepada Palestina, seperti diberitakan The Guardian.
Sempat Mendapat Penolakan dari Pihak Kepolisian
Sebagai informasi, aksi solidaritas untuk Palestina sebenarnya rutin digelar oleh Palestine Action Group tiap minggunya, tetapi hari minggu kemarin merupakan aksi yang berhasil menghimpun jumlah massa yang sangat besar.
Meski mendapat sorotan dunia karena peserta dalam jumlah besar, aksi massa itu sempat mengalami gesekan dengan pihak kepolisian.
Palestine Action Group selaku penyelenggara telah menginformasikan rencana aksi besar-besaran ini kepada pihak kepolisian, tetapi berujung penolakan dengan alasan tak cukup waktu untuk menyiapkan manajemen lalu lintas dan masalah keamanan lain.
Berlokasi di Sydney Harbour Bridge, yang merupakan jalur penghubung kota, wajar saja jika aksi ribuan massa tersebut bisa menimbulkan kemacetan hebat dan mengganggu lalu lintas warga setempat.
Oleh karenanya, Polisi New South Wales sempat mengajukan keberatan atas rencana aksi tersebut dan mengajukan permohonan penolakan kepada Pengadilan Tinggi New South Wales.
Awalnya Hakim Belinda Rigg mempertimbangkan kekhawatiran pihak kepolisian, tetapi aktivis Palestine Action Group Josh Lees berhasil meyakinkan hakim bahwa latar belakang situasi kemanusiaan di Gaza memberikan legitimasi kuat atas aksi tersebut.
Izin resmi untuk menggelar aksi demonstrasi itupun diperoleh, tapi satu hari sebelum aksi dilangsungkan.
Walhasil, dua jam setelah aksi unjuk rasa, massa menerima pesan teks dari Kepolisian New South Wales yang menginstruksikan agar aksi dihentikan demi keamanan publik.
Polisi berdalih massa yang berhimpun di jembatan akan mengganggu lalu lintas dan berpotensi menimbulkan risiko keselamatan.
Sikap Abu-Abu Australia terhadap Palestina
Merespons aksi tersebut, Dewan Yahudi New South Wales lewat unggahannya di Instagram @nswjbd, mengaku kecewa dengan keputusan hakim yang mengizinkan demonstrasi di jembatan Sydney yang ikonik tersebut.
Beberapa tokoh New South Wales ikut berkomentar membela aksi tersebut. Politisi Partai Hijau Mehreen Faruqi kepada The Guardian menilai pemerintah federal lamban dalam mengurus masalah di Gaza.
Faruqi juga memuji aksi demonstran yang lantang menentang pernyataan Perdana Menteri New South Wales Chris Minns yang mendiskreditkan demo pro-Palestina sebagai “kekacauan.”
Setelah aksi massa tersebut, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengumumkan bantuan sebesar US$13 juta (Rp213 miliar) kepada organisasi-organisasi kemanusiaan yang menyediakan bantuan makanan dan medis di Gaza.
Menteri Luar Negeri Penny Wong menekankan bahwa Australia secara konsisten mendesak Israel untuk mengizinkan akses kemanusiaan tanpa batas, sejalan dengan perintah mengikat Mahkamah Internasional.
Sejauh ini Australia belum menentukan sikap politik yang tegas perihal status Palestina di tengah meluasnya dukungan terhadap negara yang berstatus dalam pendudukan Israel tersebut.
Terbaru, Prancis, Inggris, hingga Kanada berjanji akan mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat pada September tahun ini.
Baca Juga: Indonesia Bela Palestina, Tapi Jalin Kerja Sama dengan Perusahaan Intelijen Israel
Sebagaimana diberitakan ABC, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam pernyataan resminya menyebut bahwa aspirasi rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri telah lama menjadi bagian dari konsensus bipartisan di Australia.
Namun, ia belum secara spesifik menyatakan akan memberikan pengakuan formal dalam waktu dekat. “Mengakui aspirasi sah rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri telah lama menjadi posisi bipartisan di Australia,” kata Albanese.
Kendati belum menyatakan sikap, Australia telah menunjukkan perubahan sikap diplomatis dalam beberapa forum internasional, meski mereka memasok senjata dan perangkat militer kepada Israel sebagaimana temuan ACIJ.
Pada November tahun lalu, Australia menyatakan dukungan atas rancangan resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) perihal kedaulatan rakyat Palestina atas sumber daya alam di wilayah pendudukan. (mhf)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.