Jakarta, TheStanceID – Unggahan video Rapper Kareem Dennis atau lebih dikenal dengan nama panggung Lowkey viral di media sosial. Musisi asal Inggris sekaligus aktivis pro-Palestina ini merilis video monolog bertajuk "Pengkhianatan terhadap Perjuangan Palestina".

Lewat akun instagam @mrismail_st, Lowkey membongkar dukungan negara-negara Timur Tengah kepada Israel ketika melawan Iran sekaligus mempertahankan penjajahan di Palestina.

Negara Muslim Bantu Israel

Lowkey

Lowkey mencontohkan bagaimana pesawat tempur Israel menggunakan wilayah udara Suriah, bahkan juga mendarat untuk mengisi bahan bakar sebelum menyerang Iran.

Contoh lain adalah Mesir. Mesir turut membantu pendudukan Israel terhadap Palestina dengan memblokade perbatasan mereka atas perintah israel.

Akibatnya warga Palestina tetap terkurung, tidak bisa ke mana-mana. Blokade ini juga membuat Israel lebih mudah melakukan genosida terhadap warga Palestina. Bisa dibilang, Mesir ikut berperan dalam genosida yang menewaskan hampir 400 ribu warga Palestina tersebut.

Tidak ketinggalan, Lowkey juga mengkritik sikap standar ganda Turki.

Di depan, Turki seolah-olah mendukung Palestina, tapi di belakang justru melatih pilot-pilot Angkatan Udara Israel, termasuk mengizinkan wilayah pegunungan Turki sebagai lokasi latihan perang Israel.

Pilot-pilot Israel yang menjatuhkan bom di Gaza berlatih di Turki.

Yang menarik, rapper yang aktif dalam kegiatan kemanusiaan juga menyinggung Indonesia.

Indonesia dinarasikan Lowkey sebagai negara muslim terpadat di dunia yang, meski pemerintahnya menyatakan pro-Palestina, tapi di belakang menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan provider intelijen Israel sejak 2018.

"NSO Group, Wintego, Candiru, Intellexa. Ini adalah perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh mantan unit intelijen 8200," kata Lowkey.

Sebagai informasi, Unit 8200 adalah unit intelijen dan perang siber Israel yang merupakan bagian dari Direktorat Intelijen Militer Israel.

Unit 8200 dikenal memiliki kemampuan canggih dalam pengumpulan informasi, pengawasan, peretasan sistem, dan pengembangan teknologi keamanan siber.

Unit ini juga dituding melakukan pengawasan massal terhadap warga Palestina untuk tujuan "persekusi politik".

Lantas, benarkah tudingan Lowkey tentang Indonesia tersebut?

Indonesia Beli Alat Sadap Israel

NSO Group

Benar.

Laporan investigasi Security Lab Amnesty Internasional hasil kerja sama dengan Haaretz, Inside Story, Tempo, riset WAV, dan Woz pada Mei 2024 lalu mengkonfirmasi tudingan Lowkey tersebut. Indonesia memang benar mengimpor sejumlah alat sadap Israel.

Dalam kurun waktu 2017-2023, Indonesia membeli dan menggunakan teknologi penyadapan dari sejumlah perusahaan Israel.

Pembeiian dilakukan lewat pihak ketiga, yakni Singapura, yang memang memiliki riwayat sebagai makelar produk Israel.

investigasi Amnesty International menemukan teknologi dan alat-alat penyadapan itu dipesan sejumlah lembaga negara, antara lain Polri dan Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN).

Empat perusahaan Israel yang tercatat menjual teknologi penyadapan itu: NSO, Candiru, Wintego dan Intellexa.

NSO ialah perusahaan yang memproduksi Pegasus, spyware yang dipakai untuk memata-matai Jamal Khashoggi, jurnalis Washington Post yang tewas dibunuh saat di konsulat Arab Saudi di Instanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018.

Candiru atau juga dikenal dengan sebutan Saito Tech adalah perusahaan penyadap yang menawarkan sistem infiltrasi siber bernama Cyrus.

Dalam sebuah proposal pemasaran Candiru pada 2020, Cyrus diklaim bisa menginfiltrasi komputer, jaringan internet, serta ponsel berbasis Android dan iOS.

Perusahaan ketiga adalah Wintego Systems Ltd, yang memproduksi spyware penyadap CatchApp. Laporan Forbes pada 2016 menemukan bahwa CatchApp mampu mengintersepsi pesan WhatsApp.

Terakhir, Intellexa. Perusahaan ini memproduksi spyware Android yang mampu mengakses berbagai informasi sensitif pada perangkat yang terinfeksi, termasuk pesan teks, lokasi GPS, foto, dan riwayat panggilan.

Sejauh ini tidak ada penjelasan resmi dari Polri soal dugaan impor alat sadap Israel tersebut.

Polri tidak menanggapi permintaan informasi dari Amnesty Internasional.

Pihak Polri melalui Divisi Hubungan Masyarakat menyatakan permintaan itu tidak dapat dipenuhi karena Amnesty Internasional adalah NGO (Non Goverment Organization) asal Inggris.

Menurut Polri, pengajuan permohonan informasi mengenai keamanan negara hanya dapat dilakukan WNI (Warga Negara Indonesia) atau badan hukum Indonesia.

Selain itu, Polri juga menyatakan, informasi mengenai spyware termasuk informasi yang dikecualikan berdasarkan Ketetapan PPID Polri Nomor: Kep/395/X 2023.

Impor Produk Israel ke Indonesia Meningkat

Kontras

Meski tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, pemerintah Indonesia memang terus berdagang dengan Israel.

Modusnya lewat makelar, atau perusahaan broker, yang beroperasi di Singapura.

Data-data perdagangan itu dicatat Kementerian Perdagangan dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Tidak dicatat sebagai "ekspor-impor dari Singapura", melainkan langsung dicatat sebagai impor Israel.

Menurut BPS, pada kurun Januari-April 2024, impor produk Israel ke Indonesia mencapai USD29 juta atau sekitar Rp475 miliar. Nilai tersebut melonjak jauh dibandingkan periode Januari-April 2023 yanga sebesar USD6,7 juta atau sekitar Rp109 miliar.

Kenaikannya tercatat sebesar 334,14%, alias tiga kali lipat lebih.

Selain perdagangan tidak resmi, relasi Indonesa-Isreal juga ditandai dengan upaya normalisasi hubungan diplomatik.

Pada Maret 2024 misalnya, media Israel Jewish Insider memuat berita yang mengungkap adanya nota kesepahaman antara Israel dan Indonesia terkait normalisasi hubungan luar negeri dengan pembukaan kantor dagang sebagai langkah awal.

Kemudian, pada April 2024, The Jerusalem Post dalam artikelnya menyatakan bahwa Indonesia akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebagai langkah pemenuhan aksesi Indonesia untuk OECD.

Hanya, berbagai pemberitaan tersebut dibantah oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Kantor Kepresidenan.

Minim Transparansi

Ardy Sutedja

Pendiri Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja, menyebut pembelian teknologi penyadapan oleh institusi negara cenderung dilematis.

Di satu sisi, publik tak bisa menuntut transparansi atas pembelian atau penggunaan teknologi itu karena menyangkut rahasia negara.

Ini diatur di Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), bahwa ada informasi yang boleh dikecualikan dari publik, termasuk di antaranya strategi intelijen negara.

Tapi di lain sisi, masyarakat butuh diyakinkan bahwa alat-alat penyadapan canggih itu tak disalahgunakan, misalnya untuk memata-matai oposisi atau melanggar privasi individu. Terlebih, pembelian teknologi penyadapan dilakukan melalui makelar.

"Selain itu, soal penyadapan itu sekarang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk pihak-pihak di luar pemerintah. Bisa oleh lawan bisnis dan lain sebagainya," jelasnya.

Ardi juga mengatakan pembelian teknologi alat sadap via pihak ketiga atau makelar sangat berbahaya.

Pihak ketiga yang melakukan transaksi secara gelap bisa berpotensi menyadap pihak pengguna teknologi sadap itu sendiri.

Lantas, bagaimana alat sadap itu digunakan di Indonesia?

Amnesty International memberikan laporan menarik.

Dalam laporannya, disebutkan bahwa atas permintaan klien di Indonesia, alat-alat sadap digunakan untuk meniru situs outlet berita resmi atau organisasi yang kritis secara politik. Contohnya situs berita Suara Papua dan Gelora.

Akibatnya, ketka orang mengklik situs palsu tersebut, maka mereka akan bisa tersadap.

Hingga kini, belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang penyadapan. Namun, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 20/PUU-XIV/2016 menyatakan penyadapan hanya boleh dilakukan atas dimaknai atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya.

Penyadapan juga tidak boleh melanggar hak privasi warga negara sesuai konstitusi. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.