Jakarta, TheStance – Presiden Prabowo Subianto memuji dukungan sejumlah negara yang mengakui negara Palestina dalam pidatonya di forum internasional. Yang tak terungkap dalam pidatonya adalah rencana pelucutan senjata perlawanan Palestina.
Prabowo berpidato di Konferensi Internasional Tingkat Tinggi (KTT) untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, di Gedung Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat (AS), Senin (22/9/2025).
"Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara terkemuka lainnya di dunia telah mengambil langkah di sisi sejarah yang benar," ujar Prabowo dalam bahasa Inggris, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Menurut Prabowo, pengakuan terhadap negara Palestina adalah jalan menuju sejarah yang benar. Prabowo juga menekankan dunia harus mengakui negara Palestina dan menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza.
"Kita harus mengakui Palestina sekarang. Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza," kata Prabowo.
Salah satu yang menjadi prioritas utama saat ini, kata Prabowo, adalah mengakhiri perang. Untuk itu, ia menekankan perdamaian harus segera dicapai.
"Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kita. Kita harus mengatasi kebencian, ketakutan, dan kecurigaan. Kita harus mencapai perdamaian yang dibutuhkan umat manusia," ujar Prabowo.
Indonesia Siap Kirim Pasukan
Indonesia juga siap mengambil langkah menuju perdamaian, termasuk mengirim pasukan. "Kami siap mengambil bagian dalam perjalanan menuju perdamaian ini. Kami bersedia menyediakan pasukan penjaga perdamaian," jelasnya.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo juga menyatakan Indonesia akan mengakui Israel bila Israel mengakui Palestina.
“Kita harus menjamin status kenegaraan Palestina, tapi Indonesia juga menyatakan bahwa jika Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan langsung mengakui negara Israel, dan kita akan menjamin keamanan Israel,” kata Prabowo di mimbar di Markas Besar PBB, New York, yang langsung disambut tepuk tangan para hadirin.
Prabowo menyampaikan dukungannya terhadap solusi dua negara (two state solution) untuk mengakhiri tragedi yang terus berlangsung di Palestina akibat agresi Israel.
“Indonesia sekali lagi menekankan komitmennya terhadap solusi dua negara untuk mengakhiri masalah Palestina. Hanya solusi dua negara yang akan mengarah ke perdamaian,” ujar Prabowo.
Untuk diketahui, Prabowo menjadi salah satu kepala negara yang menyampaikan pidatonya di KTT tersebut. Prabowo yang diberikan durasi waktu 5 menit berpidato, mendapat urutan kelima setelah Yordania, Turki, Brasil, dan Portugal.
Sidang KTT dipimpin (co-chairs) Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga memberikan sambutan di awal forum.
151 Anggota PBB Mengakui Negara Palestina
Tercatat, lebih dari 151 anggota PBB mengakui negara Palestina, termasuk Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta merespons kampanye militer Israel yang brutal di Gaza.
Hingga kini, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, perang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina. Meskipun peneliti internasional memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi.
Pekan lalu, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.
Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS), menolak laporan tersebut, termasuk laporan lain yang kritis terhadap Israel, serta mengecam pengakuan Palestina sebagai negara.
Presiden AS Donald Trump dalam pidato di forum yang sama menuding tindakan itu adlaah bentuk "hadiah untuk teror", merujuk pada Hamas.
Sebelumnya, sejumlah negara yang selama ini menjadi sekutu Israel menyatakan pengakuannya terhadap negara Palestina. Langkah Inggris mengakui negara Palestina ditempuh pula oleh Kanada, Australia, Portugal, dan Prancis.
Dalam KTT tentang Palestina di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, AS, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengakui Palestina sebagai negara. Ia juga menyerukan perdamaian.
"Hari ini, saya menyatakan bahwa Prancis mengakui Negara Palestina," ujar Macron dalam pidatonya. Dia mengatakan tujuan utama hadir di KTT untuk menciptakan kedamaian. Macron menyebut waktunya sudah tiba untuk perdamaian.
Ada Apa dengan Prancis?
Dalam sidang PBB kali ini, Prancis menjadi inisiator Deklarasi New York, bersama Arab Saudi.
Jaminan keamanan pernah diberikan Amerika Serikat (AS) dan Israel terhadap pelucutan senjata Palestine Liberation Organization (PLO) yang dipimpin Yasser Arafat pada tahun 1982.
Saat itu, mereka bersedia keluar dari Lebanon dan kembali ke Palestina tanpa senjata, meninggalkan ribuan pengungsi Palestina di Lebanon tanpa penjagaan.
Yang terjadi kemudian adalah tragedi Shabra dan Shatilla, di mana milisi Kristen Phalangis yang menjadi proksi Israel menyerbu kamp pengungsian dan melakukan pembantaian di malam hari.
Tentara Israel yang mengetahui insiden itu menyalakan suar untuk menerangi kamp agar milisi Kristen tersebut leluasa memperkosa, menggorok, mencungkil mata, membelah perut warga Palestina. Sebanyak 3.500 warga Palestina tewas dibantai.
Baca Juga: Undang Tokoh Pro-Israel, Sensitivitas Moral & Intelektual Manassa & Perpusnas Dinilai Melemah
Hak perlawanan Palestina untuk memiliki senjata ini juga diserukan Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute Pizaro Gozali Idrus, sebagai mekanisme pertahanan diri yang menjadi hak melekat sebuah bangsa dan diakui oleh hukum intetnasional.
"Kami juga menegaskan bahwa faksi-faksi perlawanan di Palestina berhak untuk terus melawan genosida dan agresi brutal yang dilakukan penjajah Israel," tuturnya dalam keterangan resmi pada Selasa (23/9/2025).
Faktor Negara Eropa Mengakui Negara Palestina
Pengamat Timur Tengah, Hasibullah Sastrawi menilai ada dua faktor utama yang menjelaskan mengapa banyak negara mengakui Palestina sebagai negara merdeka, meskipun pengakuan tersebut belum sepenuhnya diwujudkan.
Pertama, faktor Sejarah. Sastrawi mencontohkan Macron menyebut bahwa Prancis sejak 1948 sudah mendukung pembentukan dua negara, yakni Israel dan Palestina.
Menurut Macron, negara Israel telah terbentuk, sementara negara Palestina belum. Oleh karena itu, Prancis merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menyelesaikan 'utang sejarah' mereka kepada rakyat Palestina.
Kedua, perang genosida di Gaza dan ekspansi pemukiman di wilayah lain Palestina yakni Tepi Barat adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang dipegang teguh oleh negara-negara eropa.
"Kalau mereka mendukung Israel [yang melakukan genosida], sama saja mereka tidak lagi menjadi negara yang sejalan dengan peradaban modern yang selama ini mereka gaungkan," ujar Sastrawi pada TheStance, Selasa (23/9/2025).
Sastrawi mengakui KTT PBB tentang Palestina ini tak memiliki dampak hukum mengikat dan tak otomatis menghentikan perang. Namun, setidaknya menunjukan bahwa nurani dunia masih berfungsi, membedakan antara genosida dan aksi membela diri.
Selain itu, dari sisi moral dan etik juga memukul telak Israel dan semakin membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkucilkan dalam forum-forum internasional.
“Konferensi-konferensi ini memberi dampak besar terhadap citra Israel di dunia internasional. Ini memperburuk ketegangan internal Israel, terutama dalam hal penanganan sandera oleh Hamas, yang semakin memperburuk situasi dalam negeri Israel,” pungkas Sastrawi.
Pidato Prabowo Bak Teriakan di Tengah Samudra
Menanggapi pidato Prabowo tentang solusi dua negara untuk mengatasi konflik Palestina-Israel, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai solusi itu harus didahului dengan pemenuhan sejumlah faktor fundamental.
Menurut Din, sebelum menuju ke sana, genosida di Gaza dan penguasaan Israel terhadap wilayah Palestina harus dihentikan.
"Tanpa itu, dan itu sulit diterima Israel, maka solusi dua negara menjadi hampa," kata Din dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).
"Sehubungan dengan itu, seruan Presiden RI Prabowo Subianto di PBB untuk revivalisasi solusi dua negara nyaris bak teriakan di tengah samudera, keras tapi hilang ditelan deburan ombak," tambahnya.
Din menambahkan solusi dua negara merupakan pikiran lama yang dianut negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), termasuk Indonesia.
Meski berpelunag mengakhiri konflik, pada praktiknya solusi dua negara bisa berjalan jika syarat sulit meliputi pengunduran diri Israel atas wilayah Arab yang dikuasai sejak Perang 1967 seperti Sinai dan Dataran Tinggi Golan dipenuhi.
Demikian juga, penghentian pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, dan status Yerusalem sebagai kota suci yang tidak boleh dikuasai oleh satu pihak. Semua syarat itu tidak pernah mau dipenuhi oleh Israel.
"Selain Israel terus menerus melakukan pembangunan pemukiman di Tepi Barat, bahkan Israel melakukan genosida atas Gaza dan menodai Masjid Al-Aqsha, maka kesepakatan Solusi Dua Negara menjadi batal," katanya.
Din menilai yang seharusnya dilakukan Indonesia ialah mendesak Israel mundur dari wilayah pendudukan, menghentikan genosida, dan segera menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza yang kelaparan.
"Jika jalan damai tidak digubris Israel, maka jalan militer lewat Pasukan Penjaga Perdamaian atau Pasukan Pencegah Perang adalah solusi," ujarnya.
Jangan Berhenti di Pidato
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana menilai ada beberapa poin krusial yang dapat membuat pidato Presiden Prabowo benar-benar bisa diperhitungkan dunia.
"Pidato Palestina di Sidang Majelis Umum PBB akan menggigit apabila Presiden Prabowo berani mengatakan tindakan Israel bukan lagi dalam koridor hak membela diri, melainkan serangan untuk mengosongkan Gaza dari orang Palestina, meski Israel menyebut mereka sebagai Hamas dan pelaku teror," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Selasa (23/9/2025).
Menurut Hikmahanto, Israel juga harus ditekan menghentikan serangan ke Gaza karena kecaman global terhadap tindakan militer Israel makin meluas. Selain itu Israel harus ditekan untuk mengakui Palestina dan menerima solusi dua negara.
"Tidak boleh ada lagi serangan dari Gaza ke Israel sehingga dua negara bisa hidup berdampingan," kata Hikmahanto.
Selain itu, untuk memastikan perdamaian berjalan, Hikmahanto menekankan perlunya pasukan PBB melakukan misi penjaga perdamaian. Indonesia, menurutnya, siap berkontribusi dengan mengirim pasukan ke wilayah konflik.
Selain itu, dengan posisi politik luar negeri Indonesia yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia juga bisa berperan lebih dengan melakukan diplomasi mendamaikan negara berkonflik seperti Gaza dan Ukraina. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance