Ragukan Klaim Pertamina soal Pertamax Oplosan, Publik Berhak Gugat!

Pertamina sebut penambahan zat aditif pada BBM, umum dilakukan, masyarakat berhak menggugat.

By
in Headline on
Ragukan Klaim Pertamina soal Pertamax Oplosan, Publik Berhak Gugat!
Ilustrasi SPBU Pertamina (Sumber : Pertamina)

Jakarta, TheStanceID – Linimasa media sosial dipenuhi ekspresi kegeraman warganet setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax dalam kasus korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Kegeraman publik tak berkurang meskipun Pertamina mengklarifikasi dengan menyatakan bahwa BBM Pertamax yang dijual di SPBU di Indonesia telah memenuhi spesifikasi Migas dan bukanlah hasil oplosan.

Sejumlah figur publik pun turut bersuara melalui media sosial mereka, menyoroti praktik culas ini.

Aktor Deva Mahenra dalam akun X-nya mengungkapkan kekecewaannya terhadap kualitas produk dalam negeri yang tidak dijaga dengan baik.

"Diimbau mencintai produk dalam negeri, tetapi kualitas produknya diakali. Yakali," tulis suami aktris Mikha Tambayong tersebut.

Senada dengan Deva, musisi dan penulis Fiersa Besari juga melontarkan kritik tajam. "Beli Pertamax dapatnya oplosan. Berengsek," cuitnya singkat.

Jurnalis yang juga sutradara film Dirty Vote Dandhy Laksono tak ketinggalan menyoroti isu dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem distribusi BBM di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang memilih menggunakan Pertamax demi menghindari subsidi.

"Bahkan saat berniat baik pakai Pertamax karena merasa tak berhak disubsidi pun, kita tetap ditipu di negara ini," cetus Dandhy lewat platform X @Dandhy_Laksono (26/2/2025).

Mobil Mogok Karena Pertamax

Selain mengekspresikan kegeramannya, warganet juga menunjukan keraguannya terhadap pembelaan Pertamina.

Mereka mengaitkan temuan dugaan pengoplosan pertamax ini terhadap sejumlah kasus mobil yang mogok usai diisi BBM jenis Pertamax beberapa waktu lalu.

"Makanya kemarin banyak kasus jebol pakai Pert*max," ucap pemilik akun @ombaliku.

"Mobil mercy tiger aku kena... itu keselnya ampuunnnnnn secara mobil langka," tulis @isabellaossy di kolom komentar Instagram.

Selain itu, sebuah video mobil mogok akibat memakai Pertamax juga kembali beredar di media sosial usai terungkapnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang oleh Kejagung.

Dalam postingan itu, perekam yang juga pemilik mobil menunjukkan filter pompa bensin mengalami kerusakan setelah diisi Pertamax.

Video berdurasi 1 menit 24 detik itu diunggah oleh akun X (Twitter) @araitul***, menampilkan sejumlah mobil merek Daihatsu tengah dibongkar di bengkel resmi Daihatsu Cibinong, Kabupaten Bogor. Kerusakan yang dialami sama, yaitu di bagian filter dan pompa bensin.

Menurut penuturan seorang wanita yang ada dalam video, kerusakan diduga dipicu oleh penggunaan bahan bakar Pertamax RON 92.

PT Pertamina pada saat itu sempat melakukan permintaan maaf atas kualitas Pertamax yang dinilai buruk.

Kejagung Minta Publik Tak Khawatir

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dengan modus mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax terjadi pada 2018-2023.

Untuk itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan, BBM yang beredar di masyarakat saat ini bukanlah hasil oplosan dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang sedang diusut.

“Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli Siregar, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Harli menjelaskan, berdasarkan hasil temuan sementara, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan membeli dan membayar minyak RON 92. Namun, minyak yang datang justru jenis RON 90 dan 88.

“Fakta hukum yang sudah selesai bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan price list-nya. Padahal, yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” ujarnya.

Saat ini, penyidik juga masih mendalami apakah minyak RON 88 dan RON 90 ini, pada tahun 2018-2023, langsung didistribusikan kepada masyarakat atau tidak.

“Kami kan harus mengkaji berdasarkan bantuan ahli. Misalnya, kalau yang datang RON 90, RON 90 itu kan Pertalite. Nah, apakah Pertalite ini juga sewaktu diimpor langsung didistribusi?” kata Harli.

Sebelumnya, dalam keterangannya, Kejagung menyebut PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-blend atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.

Kejagung Tetapkan 7 Tersangka

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.

Keempatnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).

Sedangkan tiga broker dari pihak swasta yang menjadi tersangka adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

"Perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun," kata Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (24/02) malam.

Kerugian negara itu, kata Qohar, bersumber dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor BBM melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Pertamina: Pertamax Bukan Oplosan

Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo menegaskan Pertamina Patra Niaga tidak pernah melakukan pengoplosan terhadap produk Pertamax.

Penambahan zat aditif pada BBM atau blending, umum dilakukan untuk meningkatkan performa mesin kendaraan, baik itu bensin maupun solar.

"Penambahan-penambahan aditif tersebut adalah sifatnya untuk menambah value dari performansi produk-produk tersebut. Skema ini juga sama dengan badan usaha yang lain," ujar Ega dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen DPR, Senayan Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Ega memastikan RON 92 yang dijual oleh Pertamina telah sesuai dengan spesifikasi. Penambahan zat ini, bertujuan sebagai antikarat, detergensi agar mesin menjadi lebih bersih dan membuat ringan kendaraan. "Jadi tidak betul bahwa Pertamax ini adalah produk oplosan, karena kita tidak melakukan hal tersebut."

Apalagi, Pertamina Patra Niaga dan badan usaha lainnya, kata Ega, selalu diawasi oleh pemerintah baik secara distribusi maupun kualitas. Selain itu, sampling dari BBM milik Pertamina Patra Niaga juga secara rutin dilakukan pemeriksaan oleh pihak independen.

Ia pun mengimbau kepada masyarakat untuk selalu membeli BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) resmi agar terjamin kualitasnya

Pertamina Patra Niaga mengakui adanya penurunan penjualan akibat isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax ini. "Penurunan itu hanya satu hari, 25 Februari," ujarnya.

Dia mengatakan, penurunan penjualan pada BBM jenis Pertamax kurang lebih sebanyak 5 persen. "Tapi kita melihat rata-rata hariannya masih sama," ucapnya.

Masyarakat Bisa Gugat Pertamina

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI), Mufti Mubarok mengatakan, masyarakat selaku konsumen Pertamina bisa menggugat dan meminta ganti rugi jika Pertamax yang beredar terbukti adalah Pertalite hasil oplosan.

“Konsumen atau masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam perundang-undangan, salah satunya dapat secara bersama-sama karena mengalami kerugian yang sama,” ujar Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).

Menurutnya, jika dugaan oplosan ini benar maka para tersangka telah meniadakan hak konsumen, yaitu hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar, kondisi, dan jaminan yang dijanjikan.

Tak hanya itu, tindakan para tersangka diduga merampas hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

“Dalam kasus ini, diduga konsumen telah memperoleh informasi yang palsu dan menyesatkan karena label RON 92 pertamax yang dibayarkan tetapi ternyata mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah,” ujarnya.

BPKN, kata Mufti, akan segera memanggil Direktur Utama Pertamina untuk meminta klarifikasi atas dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi. Kemudian, BPKN juga akan segera melakukan uji sampling terhadap Pertamax yang tengah beredar di SPBU.

“BPKN bersama Pemerintah (Kementerian ESDM dan BUMN) akan membentuk tim kerja bersama yang melibatkan stakeholder terkait untuk melakukan mitigasi, penyuluhan informasi kepada masyarakat dan aktivasi mekanisme pengaduan konsumen bagi yang mengalami kendala akibat kejadian ini,” kata Mufti. (est)

Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\