Senin, 21 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Putusan MK soal Sengketa Pilkada: Paslon PDI-P Gugur, Gerindra Aman

Pemungutan suara ulang adalah harga mahal akibat ketidakprofesionalan penyelenggara dan kecurangan.

By
in Headline on
Putusan MK soal Sengketa Pilkada: Paslon PDI-P Gugur, Gerindra Aman
Suasana sidang Mahkamah Konstitusi (Sumber : www.mkri.id)

Jakarta, TheStanceID – Mahkamah Konstitusi (MK) selesai membacakan putusan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024, Senin (24/2/2025). Putusan itu setara hanya 12,9% dari total aduan sengketa yang masuk, yakni 310 permohonan.

Sidang Pengucapan Putusan pada Senin (24/2/2025), sekaligus menandakan bahwa MK telah tuntas menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU)-Kepala Daerah (Kada) 2024.

Hasilnya, 24 daerah harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU), baik di semua tempat pemungutan suara maupun yang sebagian saja. Pemungutan suara ulang digelar karena MK menemukan sejumlah persoalan.

Beberapa di antaranya adalah: ada kandidat yang telah menjabat sebagai kepala daerah dua kali atau ada kandidat yang masih dalam jeda waktu 5 tahun dicabut hak politiknya setelah menjalani hukuman pidana.

Selain pemungutan suara ulang, MK juga memutuskan rekapitulasi ulang hasil perolehan suara, yaitu di Kabupaten Puncak Jaya.

Dalam pembacaan putusan Sengketa Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (24/2/2025), MK mendiskualifikasi sejumlah kepala daerah yang berimbas pada perintah dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU).

Salah satu kepala daerah yang didiskualifikasi adalah Yeremias Bisai, calon wakil gubernur nomor urut 1 di Papua 2024. Pihak penggugat adalah Cagub-Cawagub Papua nomor urut 2, Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen.

"Menyatakan diskualifikasi Calon Wakil Gubernur dari Pasangan Calon Nomor Urut 1 Yermias Bisai dari kepesertaan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024," kata Ketua MK Suhartoyo saat sidang.

Kader PDI-P Didiskualifikasi

Hakim MK Arsul Sani, mengatakan pihaknya mendiskualifikasi Yeremias Bisai karena politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut tidak jujur terkait pemenuhan dokumen syarat pencalonan.

MK menyatakan surat keterangan (suket) tak pernah sebagai terpidana dan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh pengadilan negeri di domisili calon kepala daerah.

Namun, dua dokumen yang disertakan oleh Yeremias Bisai tidak berasal dari pengadilan negeri di domisili dia tinggal.

MK lalu memerintahkan KPU Provinsi Papua melakukan PSU Pilgub Papua 2024 dengan tetap menggunakan daftar pemilih tetap, daftar pemilih pindahan, serta daftar pemilih tambahan yang digunakan saat pemungutan suara 27 November 2024.

Nantinya, PSU itu diikuti oleh paslon nomor urut 2 serta paslon nomor urut 1 tanpa Yeremias Bisai. KPU Provinsi Papua wajib menggelar PSU dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan dibacakan.

Lagi-Lagi Calon dari PDIP

Selain dari Pilgub Papua, MK juga mendiskualifikasi calon Bupati Ade Sugianto yang diusung PDIP dalam Pilkada Bupati Tasikmalaya 2024. Ade Sugianto didiskualifikasi karena dinilai telah menjadi Bupati Tasikmalaya selama 2 periode masa jabatan.

Hakim MK Guntur Hamzah menyatakan periode pertama Ade menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya selama 2 tahun 7 bulan 18 hari. Padahal, menurut MK, satu periode masa jabatan terhitung selama 2 tahun 6 bulan.

Sementara itu, Ade menjabat selama lima tahun saat menjadi Bupati Tasikmalaya periode kedua. MK lantas menilai Ade telah menjabat selama dua periode.

Karena telah melewati dua periode, Ade dinilai tak memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10 Tahun 2016 dan melanggar atau menciderai prinsip penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berkeadilan, demokratis, dan berintegritas.

MK pun memerintahkan KPU Kabupaten Tasikmalaya menggelar PSU tanpa menyertakan Ade Sugianto sebagai calon bupati.

Mendes Terbukti Bantu Istri

MK juga mendiskualifikasi kemenangan Calon Bupati-Wakil Bupati Serang nomor urut 2, Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas. Ratu adalah istri dari Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto.

MK mendiskualifikasi Ratu karena ada campur tangan sang suami saat Pilkada Kabupaten Serang, Provinsi Banten 2024 dengan melaksanakan dan menghadiri kegiatan yang mengarahkan kepala desa untuk mendukung Ratu-Muhammad Najib.

"Oleh karena itu, tidak dapat dihindari adanya pertautan erat kepentingan antara para kepala desa dan aparat pemerintahan desa dengan kegiatan yang dihadiri oleh Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih.

Salah satu acara yang dihadiri oleh Yandri bersama Ratu adalah rapat kerja cabang (Rakercab) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Serang di Hotel Marbella, Anyer, 3 Oktober 2024.

Dalam acara tersebut, menurut para saksi ditemukan fakta adanya dukungan dari kepala desa kepada Ratu-M Najib. Beruntung bagi Ratu, dirinya tak didiskualifikasi sehingga masih bisa ikut berkontestasi di PSU.

MK hanya membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Serang Nomor 2028 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serang Tahun 2024. MK juga memerintahkan KPU Serang untuk melaksanakan PSU di seluruh TPS di Serang.

Melanggar, tapi Masih Bisa Berlaga

Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menilai janggal putusan MK atas PHPU Kabupaten Serang karena tak mendiskualifikasi Calon Bupati-Wakil Bupati Serang nomor urut 2, Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas.

Padahal, paslon yang didukung koalisi PAN dan Gerindra tersebut terbukti melakukan pelanggaran TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif).

"MK nyatakan terbukti pelanggaran TSM tapi tidak mendiskualifikasi paslon spt pd Putusan PHPU Mahakam Ulu di mana MK perintahkan diskualifikasi paslon. Apakah krn ekses beda Panel Hakim yg menangani?," tanya Titi melalui akun X nya.

Putusan MK semestinya menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak mengabaikan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil).

"Pemungutan suara ulang ini adalah harga mahal yang harus dibayar akibat ketidakprofesionalan penyelenggara dan kecurangan yang tidak ditindak tegas," ujar Titi

Menurutnya, PSU ini menjadi konsekuensi yang harus ditanggung oleh negara dan masyarakat akibat penyelenggaraan pemilu yang tidak profesional serta adanya pembiaran kecurangan.

KPU Siap Laksanakan PSU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah.

"Secara prinsip, KPU segera menindaklanjuti Putusan MK. Paska pembacaan putusan, KPU sedang mengkaji, baik dari sisi hukum dan teknis penyelenggaraan, serta konsekuensi anggarannya," ujar Komisioner KPU RI August Mellaz dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).

Saat ini, kata Agus, koordinasi dan supervisi juga sedang dilakukan oleh KPU RI ke jajaran di provinsi dan kabupaten/kota untuk tindak lanjut Putusan MK.

"Setelah kajian kebijakan dan teknis penyelenggaraan tersebut selesai, maka koordinasi lebih lanjut juga dilakukan dengan Kemendagri," katanya. (est)

Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\