Jakarta, TheStance – Pemerintah mluncurkan Program Magang Nasional untuk para lulusan baru (fresh graduate) pada Oktober 2025 ini.
Lulusan baru yang mendaftar kemudian ditempatkan di perusahan yang sudah bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Pemerintah mengklaim program ini dapat membantu lulusan baru mengenal dunia kerja, mengasah kompetensi sesuai bidang keilmuan, serta mendapatkan pengalaman kerja nyata sebelum benar-benar terjun ke industri.
Respons lulusan baru? Membludak.
Kuota Pendaftar membludak
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan jumlah pendaftar program Magang Nasional Siap Kerja yang sudah tembus 200 ribu orang.
Padahal kuota yang disiapkan hanya untuk 20 ribu orang.
"Kami lihat yang mendaftar juga sudah besar, sudah lebih dari 200 ribu. Dan jumlah perusahaan yang berpartisipasi untuk dimagangi itu sebesar 1.600 perusahaan," tuturnya, dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, di Hotel JS Luansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi menutup pendaftaran program magang fresh graduate tahap pada 15 Oktober 2025.
Tapi karena tingginya minat lulusan baru, pemerintah memutuskan membuka pendaftaran Magang Nasional Siap Kerja Tahap ke-2 pada November nanti. Pada pendaftaran selanjutnya, jumlah kuota pendaftaran akan dibuka untuk 80 ribu lulusan baru.
"Dan program ini akan terus dilanjutkan untuk bulan November, Bapak Presiden menambahkan untuk 80 ribu. Jadi, tahun ini kita akan siapkan untuk 100 ribu (lowongan)," lanjut Airlangga.
Syarat dan Tata Cara Untuk Ikut Program Magang Nasional
Program Magang Nasional 2025 adalah program yang diperuntukan bagi lulusan diploma hingga sarjana untuk magang di perusahaan negara atau swasta. Salah satu syaratnya mereka harus lulus paling lama satu tahun saat mendaftar.
Program magang fresh graduate tahap I dilaksanakan melalui beberapa tahapan.
Pendaftaran perusahaan dan usulan program magang berlangsung pada 1–14 Oktober 2025, pendaftaran peserta pada 7–15 Oktober 2025, seleksi, pengumuman peserta pada 16–18 Oktober 2025, dan magang pada 20 Oktober 2025-19 April 2026.
Selama 6 bulan magang, peserta akan memperoleh uang saku setara upah minimum yang dibayarkan oleh pemerintah melalui bank-bank Himbara (BNI, BRI, BTN, Mandiri, dan BSI), seperti yang diatur dalam Permenaker Nomor 8 Tahun 2025.
Selain uang saku, peserta magang juga akan memperoleh Jaminan Sosial Ketenagakerjaan [Jamsostek] yang mencakup Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK] dan Jaminan Kematian [JKM], pendampingan mentor dari perusahaan tempat magang, serta sertifikat bagi peserta yang menyelesaikan program secara penuh.
Program ini merupakan bagian integral dari delapan paket kebijakan akselerasi ekonomi nasional 2025 (8+4+5 2025) yang diluncurkan Kemenko Perekonomian atas arahan Presiden Prabowo Subianto, pada Senin (15/09/2025).
Jika ingin bergabung dalam program ini, peserta bisa mendaftar melalui platform maganghub.kemnaker.go.id. dan setiap orang hanya boleh mengikuti program magang sebanyak satu kali.
Menteri Tenaga Kerja, Yassierli mengatakan program ini dapat berlanjut tahun depan dan menjadi program jangka panjang.
"Jadi sudah ada arahan dari Pak Presiden [Prabowo Subianto] bahwa ini akan dilakukan juga pada tahun 2026 dan seterusnya. Jadi ini adalah akan menjadi program, ya, tidak hanya tahun 2025, tapi juga 2026 dan seterusnya," kata Yassierli.
Respon Pengusaha
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai positif program ini sebagai upaya untuk menjembatani lulusan baru dengan kebutuhan nyata di dunia kerja.
"Selama ini kita menghadapi tantangan berupa kesenjangan keterampilan antara pendidikan tinggi dan kebutuhan industri. Dengan adanya pemagangan, mereka memperoleh kesempatan membangun pengalaman kerja praktis, memahami budaya kerja dan mengasah sikap profesional yang dibutuhkan di lapangan," kata Shinta.
Selain itu, efek jangka pendeknya, uang saku dan aktivitas magang juga bisa menambah daya beli peserta dan mendukung perekonomian.
"Dari sisi dunia usaha, perusahaan mendapatkan manfaat karena bisa mengenali potensi tenaga kerja sejak awal dan ikut berkontribusi meningkatkan kualitas SDM nasional," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada tahap pertama ini sudah ada 1.668 perusahaan berpartisipasi sebagai penyelenggara pemagangan.
Program tersebut melibatkan beragam sektor strategis, antara lain makanan dan minuman, industri kreatif dan digital, komunikasi dan informasi, sektor publik, manufaktur, pariwisata, logistik dan transportasi, pertanian, hingga jasa lainnya.
Perusahaan yang menyediakan lowongan bagi Program Magang Nasional juga merasa terbantu karena uang saku anak-anak magang difasilitasi negara.
Menyimpang dari Aturan Ketenagakerjaan
Tapi program ini juga menuai kritik.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritisi program magang nasional karena dianggap berpotensi menyimpang dari aturan ketenagakerjaan.
Dia mengingatkan bahwa magang itu untuk mereka yang masih bersekolah, bukan yang sudah lulus.
“Magang itu diatur jelas dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal mengenai pelatihan dan pemagangan. Magang hanya untuk orang yang masih sekolah, dulu dikenal dengan istilah PKL [Praktik Kerja Lapangan], dan paling lama tiga bulan. Setelah itu, mereka harus kembali ke sekolah,” kata Said dalam keterangannya, Selasa (17/9/2025).
Ia menilai praktik di lapangan kerap disalahgunakan, di mana pekerja outsourcing diklaim sebagai peserta magang. “Ini yang tidak boleh terjadi. Mereka sebenarnya pekerja outsourcing melalui agen, tapi diaku magang,” tambahnya.
Magang Akan Percuma Tanpa Membuka Lapangan Kerja Baru
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadja Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, juga memberi catatan tersendiri mengenai program ini.
Pertama. penyaluran para peserta harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal itu penting agar setelah magang, para peserta memiliki spesifikasi kemampuan yang aplikatif di dunia kerja.
"Menyalurkan ke industri yang umum itu gampang. Tapi mereka pada bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikan itu masalahnya sangat susah. Makanya perlu di-cluster sesuai dengan pendidikannya,"katanya.
Kedua, program magang tidak menjamin para peserta akan mendapatkan pekerjaan sehingga berpengaruh kecil pada pengurangan jumlah pengangguran di kalangan sarjana.
"Magang ini kan sifatnya temporer, tidak ada tidak ada tanggung jawab dari perusahaan itu menerima mereka bekerja di perusahaan. Dan ketika selesai magang, mereka tidak bekerja. Artinya tidak ada pengaruhnya kepada pengangguran kan," ujarnya.
Ketiga, anggaran yang dikeluarkan besar namun tidak ada kepastian kerja.
"Anggarannya ratusan miliar untuk 20.000 orang magang dan itu pun tidak lantas kerja. Sementara jumlah sarjana menganggur lebih dari satu juta. Sisanya bagaimana?" tambahnya.
Baca Juga: Membongkar Sertifikasi dan Lisensi dalam Industri Konstruksi: Apa yang Salah?
Untuk itu, menurut Tadjudin, dibandingkan melakukan pemagangan, pemerintah seharusnya menggalakan program pelatihan keterampilan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
Selain itu, yang paling penting adalah pemerintah harus membuka lapangan kerja yang besar agar para lulusan itu mendapatkan pekerjaan.
Sebagai catatan, angka pengangguran lulusan perguruan tinggi memang terus meningkat selama dua tahun terakhir.
Per Februari 2025, angkanya mencapai 6,23% Naik dibandingkan tahun lalu yang ”masih” 5,63 persen.
Data BPS menunjukkan jumlah pengangguran Indonesia secara keseluruhan menyentuh 7,28 juta orang. Mirisnya, dari jumlah itu, sekitar 1,01 juta di antaranya bergelar sarjana. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance