Jakarta, TheStance – Upaya pemakzulan Bupati Sudewo oleh wakil rakyat resmi gagal total, menyusul putusan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati dalam persidangan pada Jumat (31/10/2025).
Dalam kesempatan itu, Panitia Khusus (Pansus) hak angket menyampaikan laporan perihal alasan pelengseran Sudewo.
Kendati menghadapi rentetan kontroversi, pemakzulan Sudewo ditolak oleh enam fraksi di kursi DPRD Pati, sehingga DPRD memutuskan hanya meminta perbaikan kinerja Sudewo sebagai Bupati Pati ke depannya.
Gerakan rakyat yang mengguncang Pati, Jawa Tengah pada Agustus lalu, dan diikuti gelombang aksi nasional akhir Agustus menjadi aksi pertama yang berujung proses pemakzulan Sudewo.
Mereka protes atas kebijakan Sudewo menaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), yang justru direspons dengan pernyataan Sudewo yang arogan.
“Jangankan 5.000 orang, 50 ribu orang yang demo pun tak akan membatalkan kenaikan tarif PBB,” kata Sudewo.
Ucapan inilah yang memantik kemarahan publik. Desakan pemakzulan pun menguar mengancam posisi Sudewo. Tekanan pelengseran Sudewo ditindaklanjuti DPRD Kabupaten Pati dengan pembentukan pansus hak angket pemakzulan Bupati Pati.
Proses Pemakzulan Sudewo

Tata cara pemakzulan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 23/2014 yang mensyaratkan pendapat DPRD harus didukung minimal ⅔ dari anggota yang hadir dan putusan final diuji oleh Mahkamah Agung (MA).
Dalam kasus ini, Sudewo dituding telah melanggar sumpah jabatan karena rentetan kontroversi yang menjeratnya.
Dalam rapat Pansus hak angket pada 2 Oktober 2025, Sudewo dicecar terkait beberapa tuduhan yang dilayangkan pada dirinya seperti kebijakan kenaikan PBB-P2 yang dinilai tanpa melibatkan partisipasi publik.
Selain itu, juga diungkit soal pengelolaan Badan Amal Zakat Nasional (Baznas), mutasi Aparat Sipil Negara (ASN), hingga pemecatan pegawai honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RAA Soewondo Pati tanpa pesangon yang layak.
“Yang tidak lapor polisi silahkan, yang seharusnya lapor polisi itu kami,” ucap Sudewo saat meninjau RSUD RAA Soewondo Pati pada pertengahan April lalu.
Dalam rapat pansus tersebut, Sudewo membantah semua tudingan yang menyasar dirinya sementara untuk beberapa hal lainnya ia mengaku tak tahu menahu.
Berupaya tampil bijak, kepada media massa, Sudewo menyebut proses sidang bersama Pansus itu baik untuk intropeksi dirinya.
“Beberapa hal yang ditanyakan oleh Pansus, kawan-kawan semua sudah mengikuti secara langsung sehingga tidak perlu saya ulangi lagi bahwa yang diniatkan Pansus itu adalah baik untuk intropeksi kepada saya untuk perbaikan-perbaikan ke depan,” Kata Sudewo setelah rapat Pansus, Kamis (2/10/2025).
Intimidasi Mewarnai Sidang

Dikutip dari BBC, proses persidangan Pansus diwarnai intimidasi antar kubu. Tim Hukum Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Kristoni Duha, menyoroti beberapa insiden yang melibatkan anggota aliansi tersebut.
Kristoni menyebut dua anggota AMPB dihalangi masuk oleh kelompok yang mengatasnamakan “Pati Cinta Damai” yang disebut Sudewo sebagai simpatisannya.
Tak berhenti disitu, insiden lain yaitu seorang pemuda berpakaian hitam berbadan gempal bersenjata tajam mengancam warga di posko AMPB yang menggelar aksi di sekitar kantor DPRD Pati.
Setelah dilaporkan ke aparat berwajib, kepolisian menyebut orang asing itu adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sejak 2023.
Insiden berikutnya yaitu ketika rumah salah satu koordinator AMPB, Teguh Istanto, dibakar oleh dua orang tak dikenal pada Jumat (3/10/2025) menjelang subuh, sehari setelah rapat Pansus.
Jika di tingkat akar rumput terjadi berbagai aksi intimidasi dengan ancaman kekerasan, suasana sebaliknya terjadi di sidang pansus yang merekomendasikan pimpinan DPRD Pati memberhentikan sementara Sudewo pada 31 Oktober 2025.
Surat rekomendasi terkait menyinggung korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) yang menyeret nama Sudewo itu berakhir anti-klimaks karena tidak ditindaklankjuti dengan alasan "kurang investigasi mendalam."
Secara hukum, Pasal 83 UU No. 23/2014 memungkinkan pemakzulan kepala daerah yang dianggap melanggar sumpahnya dengan melakukan tindakan korupsi.
Saat kasus korupsi DJKA bergulir, Sudewo memang masih berstatus anggota Komisi V DPR RI dan bukan saat menjabat sebagai Bupati Pati sehingga dinilai tidak bisa dijadikan alasan untuk memakzulkan dia.
Mayoritas Fraksi DPRD Tak Setuju Pemakzulan
Sebagaimana diberitakan Kompas, di rapat paripurna ke-2 DPRD Pati dengan agenda “Penyampaian Hak Menyatakan Pendapat Anggota DPRD Pati tentang Kebijakan Bupati Pati”, enam fraksi di DPRD Pati menolak pemakzulan Sudewo.
Enam fraksi tersebut yaitu Partai Gerindra (partai yang menaungi Sudewo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Golkar.
Dari total 50 kursi anggota DPRD Pati, 1 orang dinyatakan tidak hadir dalam rapat paripurna. “Dari jumlah tadi 13 berbanding 36, padahal untuk bisa menang menyampaikan pendapat atau disetujui itu adalah dua pertiga,” kata Ketua DPRD Pati Ali Badrudin.
Hanya fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusulkan pelengseran Sudewo.
“Alhasil dari tujuh fraksi yang ada di DPRD, satu dari PDIP menginginkan karena melihat, memperhatikan, dan mendengarkan laporan pansus, Fraksi PDIP menghendaki Bupati pati dimakzulkan,” ujar Ali, yang merupakan politikus PDIP.
Gagalnya pemakzulan Sudewo disambut kecewa Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPD). Salah satu perwakilan AMPD, Mulyati, mempertanyakan konsistensi DPRD selama proses melengserkan Sudewo.
“Dengan kemarin kita lihat di pansus selalu hadir di sidang kemarin itu sudah banyak bukti kesalahan tapi kok ke mana orang-orang hebat luar biasa ikut memakzulkan tapi kok hari ini memutuskan berpihak kepada sana. Tidak berpihak kepada masyarakat kami sangat kecewa,” jelasnya.
Meskipun upaya pelengseran Sudewo gagal, Mulyati menegaskan akan terus berjuang agar Pati menjadi percontohan kepemimpinan yang tidak arogan.
“Kami akan terus berjuang semampu mampu kami sampai keadilan itu ada, Pati ini menjadi contoh kepemimpinan agar tidak arogan, karena pemimpin saat ini arogan,” kata Mulyati.
Baca Juga: Siapa Menunggangi Aspirasi Rakyat?
Lely Arriene, Pakar Komunikasi Politik dari London School of Public Relation (LSPR) memprediksi pemakzulan Sudewo memiliki kans kecil. Ia menilai tumpang tindih politik dengan hukum menjadi alasan sulitnya proses pemakzulan kepala daerah.
“Setelah Mahkamah Agung membacanya ya barangkali setelah 30 hari itu kita tidak tahu ya kadang-kadang masalah hukum itu bertumpang tindih dengan masalah politik, entah itu politik kekerabatan entah politik kepartaian dan lain-lain,” ujarnya dikutip Tribun.
Dalam kasus ini, kendati PDIP memperoleh kursi terbanyak, komposisi fraksi di DPRD Pati didominasi partai-partai pendukung atau merapat kepada Partai Gerindra dalam koalisi Indonesia Maju plus, partai yang berkuasa saat ini.
Lely juga menyebut bahwa kepala daerah merupakan kader partai yang pastinya akan dibela dan dipertahankan oleh partainya.
“Jangan lupa bahwa kepala daerah juga adalah kader partai yang sebisa mungkin partai-partai politik juga ingin mempertahankannya, karena kalau tidak akan digantikan kader partai lain yang mungkin akan memimpin daerah itu,” ujarnya. (mhf)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance