LBH Bergerak, Ini yang Bisa Dilakukan Para Korban Pertamax Oplosan

Mayoritas pengaduan terkait kerugian ekonomi akibat Pertamax oplosan, nilainya capai Rp47 miliar/hari.

By
in Headline on
LBH Bergerak, Ini yang Bisa Dilakukan Para Korban Pertamax Oplosan
Ilustrasi pengendara sedang mengisi BBM di SPBU (Sumber : Istimewa)

Jakarta, TheStanceID – Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus dugaan PT Pertamina Patra Niaga yang telah membeli Pertalite dan mengoplosnya menjadi Pertamax. Masyarakat bergerak mengadu, berpotensi menjadi gugatan hukum.

Praktik culas yang dilakukan sejak 2018-2023 itu pun membuat masyarakat marah dan menyampaikan kekecewaannya sebagai konsumen.

LBH Jakarta bersama Center of Economic and Law Studies (Celios) pun bergerak cepat dengan membuka posko pengaduan atas dampak korupsi Pertamina Patra Niaga tersebut.

Hasilnya, sejak dibuka pada Jumat (28/2/2025), mereka sudah menerima 526 pengaduan dari warga yang mengaku korban pertamax oplosan. Pos Pengaduan ini akan dibuka sampai dengan 5 Maret 2025.

“Sudah 526 pengaduan yang masuk,” kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan, Senin (3/3/2025) saat dihubungi TheStanceID.

Dalam prosedur pengaduan tersebut, warga diminta melampirkan bukti seperti sejak kapan memakai Pertamax dan berapa banyak biaya yang dikeluarkan, serta dampak yang dialami.

Dari aduan-aduan tersebut, Fadhil menjelaskan nantinya akan dilakukan analisis untuk diambil langkah selanjutnya. "Tergantung, harus pelajari data pengaduan dulu kira-kira kebutuhannya apa.”

Gugatan warga negara (citizen law suit) akan dilayangkan jika permasalahan berkaitan dengan tata kelola atau kebijakan. Sementara itu, gugatan class action bisa diajukan terkait kerugian yang dialami oleh masyarakat Indonesia.

Kerugian Ekonomi Besar

Aduan masyarakat itu terbilang beragam, mulai dari merasa tertipu Pertamina, hingga kondisi kendaraan bermotornya yang memburuk diduga akibat kualitas BBM jenis Pertamax yang tidak sesuai dengan yang dipromosikan Pertamina.

Sebagian besar pengaduan yang diterima berkaitan dengan kerugian ekonomi yang dialami warga akibat Pertamax oplosan. “Sebanyak 426 pengaduan secara daring yang masuk," ucap Fadhil.

Menurut dia, perlu pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya. Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan juga melibatkan partisipasi masyarakat.

Sementara itu, Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda mengatakan kerugian konsumen secara langsung sebesar Rp47 miliar per hari atau Rp17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan.

"Dampaknya menghilangkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp13,4 triliun karena dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lain, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan," katanya.

Oleh karenanya, Fadhil menyerukan pemerintah memberikan kompensasi kepada warga yang menjadi korban Pertamax oplosan. "Jika mengalami kerugian, masyarakat berhak mendapatkan kompensasi."

Pertamina dinilai melanggar hukum jika terbukti menjual Pertamax oplosan, mulai dari menjual barang yang tidak sesuai hingga melanggar hak konsumen.

Seharusnya, Pertamina sebagai penyedia bisa menjamin kualitas BBM yang dijual dan bukannya malah menurunkan kualitas Pertamax menjadi setara Pertalite sehingga merugikan konsumen.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Jika dugaan korupsi praktik oplosan Pertalite Pertamax terbukti, konsumen bisa menggugat Pertamina. Sebab, hal itu masuk dalam kategori pelanggaran sangat berat, merujuk pada Undang-undang 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan catatan TheStanceID, dalam pasal 8 ayat 1 disebutkan, pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan produk barang dan jasa yang tidak sesuai standar peraturan perundang-undangan.

Termasuk, larangan memperdagangkan produk yang tidak sesuai mutu, proses, komposisi sebagaimana pada labelnya.

Jika hal ini terbukti dilanggar, secara perdata konsumen berhak menuntut ganti rugi ke Pertamina karena dirugikan saat membeli Pertamax, tapi dioplos Pertalite. Gugatan bisa dilakukan individu dan class action untuk melakukan ganti rugi.

Dalam kasus ini, masyarakat dirugikan secara materiil. Termasuk, kerugian spesifikasi kualitas produk yang berdampak bagi kinerja kendaraan.

Meski demikian, perlu pembuktian valid dalam menangani kasus ini. Dibutuhkan pihak independen yang dapat membuktikan kebenaran atas dua klaim, yakni Kejaksaan Agung dan dari Pertamina.

Pertamina Minta Maaf

Setelah kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina melahirkan gelombang kemarahan masyarakat, pucuk pimpinan perusahaan milik negara itu akhirnya meminta maaf kepada publik.

Ucapan permintaan maaf itu disampaikan langsung oleh Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius, pada Senin (03/03/2025), di tengah hujatan dan kemarahan publik terhadap badan usaha milik negara itu.

Simon meminta maaf kepada masyarakat atas kasus korupsi impor bahan bakar minyak (BBM) yang menyeret sejumlah pejabat Pertamina dan menyebutnya sebagai "ujian besar bagi Pertamina."

"Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini," kata Simon dalam jumpa pers di Jakarta, disiarkan kanal YouTube Pertamina, Senin (3/3/2025).

Dirinya mengaku "sangat mengapresiasi" upaya hukum Kejagung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan anak perusahaan Pertamina. Dia siap membantu Kejakgung, dengan memberikan data atau keterangan-keterangan tambahan.

"Kami bersama insan-insan di Pertamina akan terus berkomitmen untuk membenahi diri kami. Kami telah membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi keseluruhan proses bisnis, terutama dari aspek operasional," ucapnya.

Kejaksaan Agung sudah menahan sembilan orang terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Enam di antaranya adalah pejabat Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina.

Langkah yang Ditempuh Konsumen

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing menilai sangat wajar jika konsumen khawatir dengan isu Pertamax oplosan. Menurutnya, konsumen berhak atas kualitas dari barang yang dibelinya sesuai dengan harga.

"Ini juga menyangkut soal keselamatan. Kalau misalnya mobil itu mogok di jalan tol terus terjadi kecelakaan, kan, susah juga. Ini ilustrasi saja," ujar David Tobing dalam keterangannya.

Dari segi hak, David yang selama ini dikenal sebagai pengacara konsumen ini mengatakan setiap konsumen berhak untuk melakukan gugatan.

"Tapi dari sisi hasil [gugatan] itu ditentukan juga oleh pembuktian yang diajukan konsumen. Jadi, saran saya, sebelum menggugat, lebih baik menunggu dulu hasil investigasi internal maupun eksternal supaya tidak prematur," jelasnya.

David menjelaskan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan konsumen untuk mengajukan komplain sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pertama, konsumen dapat mengajukan komplain secara langsung terhadap pelaku usaha, dalam hal ini Pertamina.

"Misalnya ada beberapa kasus [dimana] pelaku usaha pengisian bahan bakar melakukan kesalahan dalam pengukuran sehingga merugikan konsumen. Ini sudah ditindak Pertamina," ujar David.

Kedua, untuk kasus yang menimbulkan kerugian besar dan melibatkan konsumen dalam jumlah banyak, bisa dilakukan gugatan legal standing melalui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang terdaftar di pemerintah.

"Seperti kami KKI [Komunitas Konsumen Indonesia], bisa mengajukan legal standing," kata David.

Selain itu, menurut dia masyarakat juga bisa melakukan langkah ketiga, yakni gugatan class action. "Beberapa konsumen yang merasa dirugikan dan mempunyai pengalaman yang sama bisa mengajukan class action."

Hanya saja, David mengingatkan perlu pembuktian lebih lanjut apakah dugaan oplosan BBM seperti yang disebut Kejaksaan Agung memang terjadi secara masif dan menimbulkan kerugian masyarakat dalam jumlah besar.

Selain itu, kata David, prosedur gugatan di Indonesia "sangat panjang dan biayanya mahal". Kondisi inilah yang menurut David, kerap menjadi kendala konsumen ketika mengalami kerugian dan berniat mengajukan gugatan. (est)

Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\