Senin, 04 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Kemensos Ancam Coret Setengah Juta Penerima Bansos yang Terlibat Judi Online

Perputaran uang judi online dari 500 ribu penerima bansos mencapai Rp1 triliun. Itu dari 1 bank saja BUMN dan diperkirakan bertambah mengingat masih ada 4 bank lainnya. Mengklaim telah memblokir 1,3 juta konten judi online, faktanya Kementerian Komunikasi dan Digital gagal atasi judi online.

By
in Headline on
Kemensos Ancam Coret Setengah Juta Penerima Bansos yang Terlibat Judi Online
Ilustrasi Judi Online

Jakarta, TheStanceID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa 571.410 orang penerima bantuan sosial (Bansos) terindikasi ikut judi online (judol).

Jumlah ini didapat dari pencocokan 28,4 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos dari data Kementerian Sosial dengan 9,7 juta NIK data pemain judi online di PPATK.

Penerima Bansos juga Terindikasi Terlibat Korupsi dan Terorisme

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, ada penerima bantuan sosial (bansos) yang juga terindikasi terlibat korupsi dan pendanaan terorisme, bukan hanya judi online (judol).

"Jadi kita cocokin NIK-nya, ternyata memang ada NIK yang penerima bansos yang juga menjadi pemain judol, ya itu 500.000 sekian. Tapi ternyata ada juga NIK-nya yang terkait dengan tindakan pidana korupsi, bahkan ada yang pendanaan terorisme ada," ujar Ivan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

"Lebih dari 100 orang itu NIK-nya teridentifikasi terlibat mengenai kegiatan pendanaan terorisme," tambahnya.

Kepala PPATK

Ivan juga memastikan orang-orang yang terlibat judol, korupsi, dan terorisme itu adalah penerima bansos, jika mengecek nomor induk kependudukan (NIK) masing-masing orang tersebut.

NIK itu, kata Ivan, didapat PPATK dari Kementerian Sosial yang membidangi penyaluran bansos.

"Ya, NIK-NIK bansos sama NIK... NIK Bansos yang kita terima dari Pak Mensos, kita cocokin dengan NIK, terkait dengan judol gitu, itu saja. Judol, korupsi sama pembiayaan terorisme," jelas Ivan.

Ivan menjelaskan perputaran uang judol dari 500 ribu penerima bansos itu mencapai Rp1 triliun. Temuan ini baru dari satu bank BUMN saja dan PPATK masih akan mencari data penerima bansos dari 4 bank lain sehingga angkanya diperkirakan bertambah.

"Oh masih, masih ada 4 bank lagi," ucap Ivan.

Terbukti Main Judol Bakal Dicoret dari Daftar Penerima Bansos

Menteri Sosial Saifullah Yusuf

Menanggapi temuan PPATK tersebut, Menteri Sosial (Mensos) Syaifullah Yusuf menegaskan akan langsung mencoret para penerima bantuan sosial (Bansos) yang terbukti memakai bantuan tersebut untuk bermain judi online (Judol).

"Kalau memang terbukti bahwa mereka benar-benar itu judol, dan sengaja Bansos itu digunakan untuk keperluan judol, Maka kita akan coret, dan kita alihkan kepada mereka yang lebih berhak," kata Mensos di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Oleh karena itu, Gus Ipul memastikan kementeriannya akan mendalami temuan PPATK ihwal adanya indikasi dana Bansos digunakan penerima manfaat untuk bermain judol.

Dia menegaskan bahwa temuan PPATK itu akan menjadi bahan evaluasi dalam penyaluran bansos selanjutnya. "Jadi ini cukup mengejutkan dan ini menjadi bahan kami untuk evaluasi pada penyaluran triwulan ketiga nanti," tutur Gus Ipul.

Kemensos juga telah membuka partisipasi masyarakat untuk ikut mengoreksi penyalahgunaan bansos dengan melaporkan lewat jalur formal atau melalui aplikasi dan call center.

Berdasarkan laporan tersebut, pihak Kemensos pun dapat mengecek ke lapangan untuk mengolah, memverifikasi, dan memvalidasi data.

Puan Ingatkan Penyalahgunaan Data Pribadi

Puan Maharani

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah segera menelusuri dan memverifikasi temuan PPATK soal 571.410 rekening penerima bantuan sosial yang terindikasi digunakan untuk transaksi judol.

Menurut Puan, langkah tersebut perlu dilakukan untuk memastikan apakah penerima bantuan itu benar-benar bermain judol atau hanya menjadi korban penyalahgunaan data oleh pihak lain.

"Temuan ini harus ditindaklanjuti dengan hati-hati dan ditelusuri secara tuntas. Validasi data sangat penting agar jangan sampai masyarakat rentan yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dua kali. Datanya disalahgunakan, lalu bantuan sosialnya dihentikan," ujar Puan dalam siaran pers, Kamis (10/7/2025).

Apalagi, Politisi PDI-P itu mengingatkan, bahwa dalam praktik judol kerap kali ditemukan kasus jual beli rekening dan data pribadi.

Puan khawatir NIK hingga rekening para penerima bansos hanya dimanfaatkan pihak lain untuk melakukan tindakan ilegal tersebut.

Meski demikian, dia juga mendorong evaluasi mekanisme penyaluran bansos agar semakin tepat sasaran, sekaligus menjamin perlindungan data-data kependudukan masyarakat.

"Bansos itu untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. Kalau malah dipakai untuk praktik ilegal, apalagi judi online, itu jelas menyimpang dari tujuan utamanya. Maka proses verifikasi betul-betul harus ketat agar tepat sasaran,” kata Puan.

Baca Juga: Skandal Dana Desa: Miliaran Rupiah Raib untuk Judi Online

Data PPATK menunjukkan nilai perputaran dana judi online yang terus naik dari tahun ke tahun disertai meningkatnya jumlah pemain judi online yang mencapai 8,8 juta pemain pada 2024.

Hal ini juga yang mendorong pemerintah membentuk satuan tugas pemberantasan judi online agar kinerjanya lebih optimal.

Pada 2024, nilai perputaran dana judi online tercatat Rp359,8 triliun dari 209,5 juta transaksi.

Humas PPATK Natsir Kongah menyampaikan pembentukan satuan tugas gabungan ini memperkuat langkah pencegahan dan penindakan yang bisa menekan perputaran nilai dana judi online.

"Kalau tidak diperkuat, perputarannya bisa melampaui Rp900 triliun," kata Natsir.

Langkah Pemerintah Berantas Judi Online

Kapolri Listyo Sigit

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo saat peringatan HUT Ke-97 Bhayangkara di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025), mengatakan lembaganya telah menuntaskan 1.297 perkara judol yang melibatkan 1.492 tersangka.

Dalam pengungkapan ribuan kasus tersebut, barang bukti senilai Rp922,53 miliar berhasil disita diikuti pengajuan pemblokiran situs judol sebanyak 186.713 kasus.

Tidak hanya menangani masalah judi online saja, Polri juga memproses 13 perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan judi online.

Kapolri menyebut bahwa judi online memiliki dampak yang besar bagi masyarakat. Bahkan, saat ini pemain judi online sudah merambah ke kelompok anak-anak di bawah umur.

Untuk itu, selain menindak pemain, Kapolri memerintahkan pula untuk menindak tegas bandar judi online.

"Termasuk juga melakukan (penindakan) tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap kelompok-kelompok bandar yang besar sehingga asetnya bisa kita tarik dan kita sita untuk negara," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid saat rapat dengan Komisi I DPR RI, Senin (07/07) menyatakan kinerja lembaganya bersama dengan satuan tugas sepanjang November 2024 hingga Mei 2025 telah memblokir 1,3 juta konten judi online.

"Sebagian besar dari situs dan alamat IP, mencapai 1,2 juta. Sisanya itu iklan yang sering muncul di media sosial," kata Meutya.

Negara Gagal Beri Perlindungan dan Literasi Digital ke Warga

Andreas Budi Widyanta

Sosiolog Universitas Gajah Mada, Andreas Budi Widyanta, menilai penerima bansos tak bisa semena-mena disalahkan dalam fenomena judi online. Sebab, para penerima bansos justru merupakan korban dari spiral kekerasan negara.

“Ini bukan soal moralitas individu semata, tapi soal absennya negara dalam memberi perlindungan dan literasi digital pada warganya,” ujar Widyanta dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).

Ia melihat, fenomena keterlibatan warga miskin dalam judi online harus dilihat sebagai bagian dari dua persoalan besar yakni ketidaktepatan data bansos dan ketidaksiapan masyarakat digital.

Menurutnya, data penerima bansos kerap kali tak akurat dan dipakai sebagai alat politik, terutama menjelang pemilu. Sementara di sisi lain, banyak warga yang tidak memiliki literasi digital yang memadai, sehingga mudah terjebak dalam aplikasi judi online.

“Penerima bansos hanyalah bagian kecil dari warga yang terjerat judi online. Ini fenomena masyarakat digital yang tidak pernah disiapkan secara literasi. Negara absen memberi penyadaran,” katanya.

Dalam hal ini, Widyanta mengkritik keras Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI yang dinilai tidak menjalankan fungsinya untuk melindungi publik dari praktik judi online.

Ia mencontohkan platform-platform dan iklan judi online yang masih bertebaran di media sosial dan aplikasi pesan instan tidak bisa dilepaskan dari tarik ulur kepentingan politik dan ekonomi.

“Negara membiarkan bahkan memfasilitasi praktik judi online yang jelas-jelas merugikan rakyat. Seharusnya negara melindungi, bukan mengeksploitasi,” tegasnya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\