Ekonom Pemberani Itu Berpulang. Selamat Jalan, Bang!
Faisal Basri meninggal hari ini dalam usia 65 tahun. Ekonom di balik pembubaran Petral.

Jakarta, TheStanceID - Kabar duka itu datang Selasa pagi (5/9/2024).
Faisal Basri, ekonom senior, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, meninggal dunia dinihari sekitar pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, akibat serangan jantung.
Kabar itu beredar melalui pesan berantai di grup-grup ekonomi, dan dibenarkan oleh Tauhid Ahmad, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef).
"Benar, saya sedang menuju rumah sakit. Mohon doanya," katanya.
Dunia ekonomi pun kehilangan. Maklum, ekonom berdarah Batak bernama lengkap Faisal Basri Batubara itu terkenal sebagai sosok yang kritis dan pemberani.
Almarhum yang juga keponakan dari mantan Wakil Presiden (Wapres) RI, Adam Malik, ini malang melintang baik di dunia akademisi maupun politik.
Perjalanan Akademis
Faisal lulus dari program S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), lalu meraih gelar S2 ekonomi di Vanderbit University, Nashville, Tennesseee, Amerika Serikat (AS) pada tahun 1988.
Ia mulai mengajar di FEUI sejak 1981, mengampu mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.
Pada 1996 dia juga pernah menerima penghargaan sebagai dosen teladan III UI. Saat itu, dia telah menjadi Ketua Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB UI (1995-1998)
Dia juga salah satu pendiri Indef dan sempat menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Perjalanan Politik
Di dunia politik, Faisal juga berkiprah sebagai satu pendiri Majelis Amanah Rakyat (MARA), yang menjadi cikal bakal Partai Amanat Nasional.
Faisal bahkan merupakan sekjen pertama PAN (2000-2003), ketika ketum PAN dijabat Amien Rais. Namun, dia tidak betah berada di dalam partai politik, hingga memutuskan keluar.
Pada 2012, dia maju menjadi calon gubernur Jakarta, tapi tidak melalui partai politik. Dia tokoh pertama yang masuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI melalui jalur independen. Kala itu dia berpasangan dengan Biem Benyamin, putra tokoh legendaris Betawi, Benyamin Sueb.
Namun Faisal hanya mendapat suara terbanyak ke-3 dari enam pasang calon yang bertarung. Pemilihan gubernur DKI itu dimenangkan pasangan Joko Widodo-Basuki T. Purnama (Ahok).
Sosok Pemberani
Faisal dikenal sebagai sosok kritis dan pemberani. Bila bicara tidak tedeng aling-aling. Tunjuk sana, tunjuk sini. Dia tidak sungkan mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah.
Salah satu momen yang dingat TheStanceID adalah ketika beliau menjabat sebagai Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Migas, semacam tim adhoc yang dibentuk oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2014.
Tim itu dibentuk pada November 2014, tidak lama usai Jokowi menjabat sebagai Presiden. Enam bulan bekerja, tim yang dikomandani Faisal menghasilan beberapa rekomendasi. Rekomendasi utama: bubarkan Petral.
Petral (Pertamina Energy Trading Limited) adalah anak usaha Pertamina yang mengurusi impor BBM. Faisal menyatakan Petral adalah sarang penyamun. "Isinya pemburu rente," katanya kala itu.
Faisal menuding impor BBM jadi mahal karena petinggi Petral sengaja mengatur agar harganya mahal. Selisih keuntungan itu dinikmati orang-orang tertentu.
Tidak tanggung-tanggung, kerugian Pertamina akibat permainan Petral diaudit dan dihitung mencapai Rp250 triliun dalam tiga tahun.
Angka Rp250 triliun itu adalah uang yang seharusnya bisa dihemat Pertamina apabila impor BBM dilakukan secara benar, tanpa permainan Petral.
Ketika itu Pertamina mengimpor BBM antara 500-600 ribu barel per hari.
Selama menjadi ketua Satgas pemberantasan mafia migas itulah Faisal cukup sering mondar-mandir ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, berkoordinasi terkait aspek penegakan hukum.
Permintaan wawancara dari awak media juga dilayani. Lokasi wawancara disepakati di warung kaki lima di belakang gedung KPK.
Di sanalah Faisal, sambil makan, bercerita mengenai permainan Petral dengan dikelilingi para wartawan.
Dia geram betul.
Pasalnya, setelah menyerahkan rekomendasi pembubaran Petral, ternyata pemerintah angot-angotan, tidak segera menjalankan rekomendasi tersebut.
"Buat apa aku kerja kalau rekomendasi tidak dijalankan?" katanya.
Faisal pun mengancam mundur dari tim pemberantasan mafia migas bila rekomendasi itu tidak dijalankan.
Akhirnya pada 2015, Presiden Jokowi membubarkan Petral, dan impor BBM Pertamina dialihkan ke divisi Integrated Supply Chain (ISC).
Aku Sekarang Wartawan, Bang!
Salah satu episode mengesankan adalah ketika seorang rekan wartawan mendekati Faisal dan berkata, "Aku sekarang wartawan, Bang."
Fasal terlihat agak bingung.
"Aku dulu mahasiswamu, Bang. Abang penguji skripsiku, Abang habisi, sampai bilang 'analisa ekonomi macam apa ini? Masak kalah dengan analisis wartawan'?" kata rekan tersebut, yang ternyata lulusan S 1 progam studi Ekonomi Pembangunan UI.
"Aku ingat ucapan itu Bang, makanya sekarang aku jadi wartawan," katanya.
Faisal pun tertawa lebar dan merangkul.
Begitulah sosok Faisal Basri. Ekonom, sahabat, dan juga guru. Selamat jalan, Bang. (bsf)