Dua Hari yang Menentukan: Gagalnya Anies Berlaga di Jabar

Angin berubah drastis hanya dalam waktu dua hari, disinyalir karena "operasi buruk" terhadap PKB, PKS, dan Nasdem.

By
in Headline on
Dua Hari yang Menentukan: Gagalnya Anies Berlaga di Jabar
Kontrak Politik PDIP

Jakarta, TheStanceID - Drama pencalonan Anies Baswedan sebagai bakal calon gubernur Jawa Barat berjalan intens dan cepat. Angin berubah drastis hanya dalam waktu dua hari.

Awalnya, Naufal Firman Yusrak, ajudan Anies memamerkan tiket kereta Argo Parahyangan. Kode pemesanan ditutup dengan gambar mahkota raja dari GMR/Gambir Kamis (29/8/2024) pukul 18:25 WIB ke BD/Bandung, pukul 21:24 WIB.

Status Naufal di X kontan mengundang spekulasi. “Amati pergerakan orang dekat Anies ini (dengan emoticon tawa ngakak),” twit Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, dalam akun X menanggapi status Naufal, Kamis 29 Agustus 2024 sore.

Pamer tiket ini adalah “kode keras” bahwa Anies Baswedan akan berangkat ke Bandung, Jawa Barat memenuhi undangan PDI Perjuangan. Di hari terakhir pendaftaran bakal calon kepala daerah itu, gosipnya Anies akan disandingkan dengan politisi PDIP, Ono Surono, sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jawa Barat di KPUD.

Penggemar “Abah”, sapaan netizen Gen Z kepada Anies, berharap-harap cemas. Akankah idolanya benar-benar mendapat kesempatan untuk berlaga.

Sejauh ini tanggapan netizen cukup beragam. Ada yang gembira, tapi tak sedikit yang menanggapi sebaliknya. Maklum, dinamika politik sejak beberapa pekan terakhir cenderung menutup peluang Anies.

Terakhir, Pramono Anung-Rano Karno resmi mendaftar sebagai pasangan bakal calon kepala daerah DKI Jakarta. Pupuslah peluang Anies di Jakarta.

Anies Ogah di Jabar

Di luar dugaan, Anies ternyata tak berangkat ke Bandung. Di detik-detik terakhir pendaftaran, PDIP akhirnya mengusung Jeje Wiradinata-Ronald Surapraja. Anies dipastikan batal berlaga.

Geiz Chalifa, kolega dekat Anies, menjelaskan Anies menolak dicalonkan di Jawa Barat karena tidak ada aspirasi rakyat Jawa Barat seperti halnya di Jakarta.

Di Jakarta, kebetulan tiga partai, yakni PKB, Nasdem, dan PKS, mempunyai aspirasi yang sama. Gabungan tiga partai lebih dari cukup untuk syarat pencalonan 20% kursi DPRD.

Hanya tiba-tiba, kata Geiz, ada “operasi buruk” terhadap tiga partai tersebut. Ketiganya lalu mundur dan berubah haluan, tak mau lagi mendukung Anis.

Harapan muncul setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang partai maupun koalisi partai mengusung calon kepala daerah, meski hanya memiliki 7,5% suara, bukan 20%.

PDIP Jakarta lantas mengajak kader PDIP, Rano Karno. Nama mereka diusulkan ke DPP PDIP. Pada Minggu malam, 25 Agustus 2024, elite PDIP mendatangi Anies di Markas Anies di Jakarta Selatan untuk menandatangani “kontrak politik."

Senin pagi, 26 Agustus, Anies diminta datang ke markas DPP yang kala itu dijadwalkan akan mengumumkan rekomendasi 3 calon kepala daerah yang akan diusung PDIP. Namun hingga pembacaan selesai, nama Anies tak disebut.

Anies sendiri tak ikut acara. Dia berada di belakang gedung DPP bersama Rano Karno. Lalu pada sorenya ada perubahan nama. PDIP justru mencalonkan Pramono Anung dan Rano Karno.

Pengalaman pahit yang sama berulang di Jawa Barat. Lagi-lagi Anis batal maju, meski sempat dipinang.

Geis menjelaskan, Jawa Barat tidaklah sama seperti Jakarta. Di sana, Anies merasa secara moral tidak layak mengemban amanah sebagai gubernur, karena tidak adanya aspirasi kuat masyarakat seperti di Jakarta.

“Bila gagal itu artinya karena Allah sedang melindungi kita,” kata Anies. Media sosial pun riuh dengan kata-kata, “Lebih baik tidak berlayar daripada berlayar dengan bajak laut”.

Anies Baswedan ingin menegaskan bahwa dirinya bukan job seeker dan bukan “petugas partai” yang harus tunduk pada kemauan pengurus partai.

Ogah Ditunggangi

Selain itu pencalonan Anies di Jawa Barat oleh PDIP sangat kental kepentingan. PDIP yang secara perolehan suara hanya berada di urutan keempat di Jawa Barat, berharap menang dengan menempatkan Anies di sana.

Popularitas Anies di Jawa Barat selama kampanye pilpres kemarin jadi pertimbangan PDIP untuk memenangkan kekuasaan di provinsi terpadat nasional ini.

Namun Anies menolak. Dia tidak mau dimanfaatkan oleh partai. Ibarat kata, dia menolak menjadi “tahu bulat” yang bisa digoreng dhadhakan.

Ketua DPD PDIP Jawa Barat, Ono Surono, mengatakan Anies Baswedan memenuhi semua kriteria untuk memimpin Jawa Barat. Kapasitas dan pengalaman memimpin wilayah DKI Jakarta, bisa diterapkan di Jawa Barat.

Komunikasi di antara kedua belah pihak sudah intens sejak Rabu (28/8/2024). Hingga Kamis (29/8/2024) sore, pembahasan pengurus partai di tingkat pusat juga sudah positif.

Namun, semua tiba-tiba berubah pada malam hari. Ono mengatakan upaya yang sudah dilakukan diganggu oleh pihak luar. Ono mengaku tidak bisa mengungkapkan secara detil mengenai bentuk penjegalan tersebut .

Hanya saja, ia memberikan petunjuk siapa dalang di balik dinamika tersebut. “Mulyono dan geng. Tulis saja Mulyono” kata dia, Jumat (30/8/2024).

Ono tidak menjelaskan yang dimaksud Mulyono. Namun bisa diduga bahwa “Mulyono” yang dimaksud diduga berkaitan dengan istilah yang sempat ramai dibahas oleh netizen di media sosial. Nama tersebut merupakan panggilan lain untuk sosok Joko Widodo.

Merujuk pada buku berjudul Jokowi Menuju Cahaya karya Alberthiene Endah pada 2018, Mulyono adalah nama asli yang diberikan oleh orang tuanya. Namun, karena saat kecil sering sakit-sakitan, nama Mulyono diganti dengan Joko Widodo.

Pada hari yang sama, Mulyono alias Joko Widodo menjawab tudingan Ono. Dia menolak dikait-kaitkan dengan penggagalan pencalonan Anies, karena merasa bukan penguasa partai.

"Saya bukan ketua partai, saya juga bukan pemilik partai, supaya tahu semua, apa urusannya?" kata Jokowi usai meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Respirasi Ibu dan Anak di Rumah Sakit (RS) Persahabatan, Jakarta Timur, Jumat (30/8/2024). (agd)