Defisit APBN 2025 Bengkak, Efisiensi Anggaran Cuma Omon-Omon
Defisit APBN 2025 ternyata bengkak meski ada efisiensi anggaran. Selain membuka blokir anggaran, pemerintah juga menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menambal defisit APBN. Penghematan anggaran cuma omon-omon.

Jakarta, TheStanceID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan efektifitas program efisiensi anggaran Pemerintah yang digadang-gadang berdampak positif justru ternyata membuat defisit anggaran negara membengkak.
Sebagai informasi, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terjadi ketika belanja negara (pengeluaran) melebihi pendapatan negara (penerimaan) dalam satu tahun anggaran.
Pertanyaan itu salah satunya muncul dari Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi)Badan Anggaran DPR RI, Dolfie Othniel Frederic yang mencecar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat Raker Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu menilai seharusnya pemerintah bisa melakukan efisiensi atau penghematan belanja sebesar Rp306,69 triliun.
Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Namun, berdasarkan proyeksi (outlook) pertengahan semester, belanja negara hanya dikurangi sebesar Rp93,8 triliun menjadi Rp3.527,5 triliun pada 2025 dibandingkan dengan target Rp3.621,3 triliun pada APBN 2025.
Menurut Dolfie, efisiensi yang dilakukan pemerintah hanya berupa pergeseran atau penajaman prioritas, di mana terdapat sekitar Rp200-an triliun yang tidak jadi diefisiensikan atau dikembalikan ke kementerian/lembaga.
Terlebih, pemerintah juga memproyeksikan bahwa defisit bakal melebar menjadi Rp662 triliun atau 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari sebelumnya Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB pada APBN 2025.
Efisiensi Tapi Utang Bertambah
Dolfie juga geram lantaran bendahara negara itu meminta izin kepada DPR untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun anggaran 2024 sebesar Rp85,6 triliun, dari total SAL 2024 sebesar Rp457,5 triliun.
"Ini belum diceritakan, kenapa tidak jadi dihemat malah utangnya bertambah, minta izin lagi gunakan SAL ini narasinya belum jelas. Cerita di awal penghematan ujungnya kita tambah utang," ujar Dolfie dalam agenda rapat kerja dengan Badan Anggaran, Rabu (2/7/2025).
"Kok bisa penghematan tambah utang? harusnya kalau penghematan utangnya yang berkurang ini tidak, cerita awal penghematan di ujungnya outlooknya tambah utang bahkan menggunakan SAL." tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Dolfie juga mengkritik langkah pemerintah yang melakukan efisiensi dan buka blokir anggaran secara mandiri, tanpa melibatkan DPR untuk meminta persetujuan.
"Buka blokir ini dasarnya apa? ketika minta penghematan pemerintah datang ke DPR minta persetujuan bahwa anggaran akan dihemat. Namun ketika buka blokir landasannya apa?," tanya Dolfie.
Prediksi Defisit APBN 2025 Melebar dari Target Pemerintah
Menanggapi pertanyaan dari sejumlah anggota DPR tersebut, Menkeu Sri Mulyani mengatakan kondisi APBN tidak bisa dilihat dengan cara satu sisi.
Dia mengungkapkan defisit APBN 2025 berpotensi mencapai Rp 662 triliun. Nilainya setara 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Proyeksi ini melebar dari target pemerintah untuk menjaga defisit APBN sebesar Rp 616 triliun atau setara 2,53 persen dari PDB. Meski begitu, Pemerintah akan berupaya untuk menjaga agar defisit tetap di bawah 3 persen dari PDB.
Menurut Sri Mulyani, defisit terjadi salah satunya karena penerimaan negara yang berkurang akibat batalnya kenaikan PPN, tidak adanya dividen BUMN, serta turunnya harga komoditas seperti batu bara.
Situasi ini menyebabkan potensi penerimaan negara menyusut hingga Rp150 triliun. Di sisi lain, pemerintah tetap harus mengalokasikan dana untuk membiayai program-program prioritas Presiden Prabowo.
“Pada kuartal I 2025 kita cukup mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara, karena beberapa measures seperti Pajak Pertambahan Nilai yang tidak jadi di-collect dan juga dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak dibayarkan karena sekarang dipegang Danantara,” jelas dalam agenda rapat kerja dengan Badan Anggaran, Selasa, (1/7/2025).
Pemerintah memperkirakan penerimaan negara tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun atau 95,4 persen dari target APBN. Penerimaan ini salah satunya terdiri pajak yang diperkirakan mencapai Rp2.076,9 triliun atau 94,9 persen dari target.
Penerimaan Bea Cukai Dipatok Naik
Sumber lain datang dari penerimaan bea dan cukai yang diestimasi mencapai Rp310,4 triliun atau melebihi target yaitu 102,9% dari APBN. Berikutnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan Rp477,2 triliun atau 92,9% dari target.
Di satu sisi, kata Sri Mulyani, adanya program prioritas dari Presiden Prabowo dibutuhkan anggaran belanja negara yang lebih besar.
Dia memperkirakan belanja negara sampai akhir tahun sebesar Rp3.527,5 triliun, lebih rendah sedikit dibandingkan target dalam APBN 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun.
Angka ini terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.663 triliun serta transfer ke daerah sebesar Rp 864,1 triliun.
Sri Mulyani menyebut belanja pemerintah pusat meningkat demi mendukung program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis, sekolah rakyat, serta penguatan ketahanan pangan.
"Sebetulnya kalau kita enggak melakukan efisiensi, sementara presiden ada program-program prioritas yang beliau lihat lebih strategis, harusnya defisitnya naik lebih tinggi lagi pak," ungkapnya.
Buka Blokir Anggaran
Terkait pembukaan blokir atau realokasi hasil efisiensi, Sri Mulyani memastikan hal tersebut dilakukan berdasarkan arahan Presiden Prabowo dengan menyesuaikan program prioritas yang dibahas dalam rapat terbatas (ratas).
Mantan Direktur Bank Dunia itu menegaskan Kemenkeu tidak memiliki kewenangan untuk membuka anggaran selain atas instruksi Presiden Prabowo.
"Jadi dari sisi kekuatan hukum sama, yang satu Inpres tertulis karena seluruhnya, sedangkan yang belanja tergantung presiden putuskan, oh kita ratas misal koperasi, maka dialokasikan segini, untuk rumah maka ditambah segini, ditambah MBG dilakukan, itu dilakukan sesuai arahan presiden," katanya.
"Pasti ada notulennya, kami tidak mungkin buka blokir karena saya pun sebagai menteri keuangan tidak memiliki kewenangan, makanya harus ada notulen dari presiden itu biasanya melalui rapat terbatas," tegasnya.
Dirinya melaporkan telah melakukan pembukaan blokir atau realokasi hasil efisiensi sebesar Rp134,9 triliun kepada 99 kementerian/lembaga hingga Juni 2025.
Rinciannya, pembukaan blokir untuk 23 kementerian/lembaga restukturisasi Kabinet Merah Putih adalah sebesar Rp48 triliun. Sementara, pembukaan blokir untuk 76 kementerian/lembaga lainnya adalah sebesar Rp86,9 triliun.
Menurut Sri Mulyani, hasil buka blokir anggaran itu nantinya disesuaikan untuk belanja yang sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Prabowo, yaitu Prioritas Pembangunan Nasional.
Baca Juga: Setelah Sektor Perhotelan Lesu dan Marak PHK, Mendagri Izinkan Pemda Berkegiatan di Hotel
Meski sempat mempertanyakan, DPR akhirnya menyetujui usulan Menteri Keuangan untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun guna menambal pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Ketua Banggar Said Abdullah memaparkan pemanfaatan SAL sebesar Rp85,6 triliun itu akan digunakan untuk penurunan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemenuhan kewajiban pemerintah atau belanja prioritas, dan pembiayaan defisit.
Dengan proyeksi defisit yang melebar, sebagian dari SAL menjadi alternatif pembiayaan strategis untuk mengurangi beban utang baru. SAL akan digunakan untuk mendukung pembiayaan defisit, menutup kewajiban pemerintah, serta belanja prioritas.
“Dengan penggunaan SAL, ini akan membantu menjaga keseimbangan fiskal dan mengurangi tekanan terhadap pembiayaan melalui surat berharga negara,” ujar Sri Mulyani.
Efisiensi Harusnya Untuk Bayar Utang
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto mengungkapkan hasil riset Indef mengungkap bahwa masyarakat lebih setuju efisiensi anggaran digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi berupa pelunasan utang negara, ketimbang dialihkan untuk program MBG atau pendanaan Danantara.
“Publik itu kalaupun oke ada efisiensi anggaran lebih memilih untuk membayar utang, daripada mendanai MBG ataupun untuk Danantara, yang kemudian itu menjadi langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian,” ungkap Eko dalam keterangannya pada TheStanceID.
“Program ini (MBG) tidak efisien karena tidak selected targeted gitu ya, jadi semuanya dapet targetnya 82,9 juta anak itu dapat semua. Padahal mungkin yang diinginkan adalah anak sekolah di lingkungan terluar, yang miskin, itu yang didukung. Tapi kenyataannya kan nggak begitu cara mainnya (makan siang) untuk semuanya termasuk anak orang kaya,” tambahnya.
Eko juga menyorot pendapat masyarakat yang menilai bahwa prioritas program MBG justru menyebabkan para orang tua yang bekerja dengan status pegawai kontrak di Kementerian/Lembaga kehilangan pekerjaan akibat efisiensi, yang ditujukan untuk program MBG.
Karena itu, ke depan pemerintah diminta untuk lebih dulu melakukan riset mendalam ketika merumuskan sebuah program yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Publik menuntut pemerintah untuk melakukan riset mendalam terlebih dahulu sebelum memulai menjalankan program. Mereka berharap program-program itu didahului dengan riset yang mendalam agar selaras dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.