Jakarta, TheStanceID - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid menyerukan pembenahan menyeluruh program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan penegakan hukum bagi pengelola dapur MBG bermasalah.

Seperti diketahui Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang menyampaikan permintaan maaf terkait kasus keracunan massal MBG dan menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto menujukan program itu untuk membantu anak-anak Indonesia.

“Padahal niat kami, Nawaitu kami, Nawaitu Presiden adalah ingin membantu anak-anak terpenuhi gizinya, agar mereka menjadi generasi emas,” ujar Nanik, di kantor BGN, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Penyampaian permintaan maaf tersebut diikuti pengakuan tanggung jawab terhadap korban, penutupan puluhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) penyebab keracunan, dan janji evaluasi agar insiden serupa tidak kembali terulang.

Menurut politisi yang akrab disapa HNW tersebut, sikap itu seharusnya ditunjukkan sejak awal, bukan justru mengecilkan jumlah korban atau mencari alasan yang tidak menyelesaikan persoalan.

“Tentu secara prinsip demi penambahan gizi bagi Anak, Ibu Hamil dan Menyusui, kita dukung suksesnya program MBG. Namun sikap pejabat terkait, seperti pimpinan BGN, harus mampu menjawab dan mengatasi fakta terjadinya keracunan massal yang terjadi di berbagai tempat dengan korban yang makin banyak,” ujar Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/9/2025).

Sebelumnya ketika merespons kasus keracunan MBG, Kepala BGN lebih menekankan pada pencapaian target distribusi daripada perbaikan tata kelola, dan menegaskan bahwa rasio korban sangat keci, yakni hanya 4.711 porsi dari 1 miliar porsi.

Kasus Keracunan Tersebar di Berbagai Daerah

Keracunan MBG

Berbagai pihak telah menyampaikan kritik terhadap tata kelola MBG, antara lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Merujuk pada catatan dari Koalisi Masyarakat Sipil, per 21 September 2025, jumlah korban MBG mencapai 6.452 siswa. Hidayat menekankan harus segera dilakukan evaluasi pelaksanaan program MBG baik secara parsial per lokasi dengan desentralisasi, maupun secara nasional.

“Dalam rangka menghentikan tragedi keracunan, menyelamatkan anak-anak dan menjaga kepercayaan publik terhadap program MBG yang bertujuan baik ini,” ujarnya.

Kasus keracunan MBG terjadi dari Palembang, Bandung Barat, Ketapang (Kalimantan Barat), Sumbawa (NTB), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah), dan berbagai daerah lain.

Korban tidak hanya dari kalangan siswa, tetapi juga ibu hamil dan ibu menyusui, seperti yang dialami di Kabupaten Bandung.

Pelaksanaan program MBG juga dinilainya telah membebani sebagian guru, sebab mereka harus ikut menerima, menghitung, dan membagikan makanan kepada siswa, bahkan menghadapi keluhan orang tua saat terjadi kasus, tanpa insentif tambahan.

HNW menyarankan bahwa pejabat BGN harus mengevaluasi menyeluruh dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Selain itu, juga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Dalam negeri (Kemendagri), dan organisasi masyarakat sipil.

Jangan Sampai Melanggar Konstitusi

Hidayat Nur Wahid

HNW juga menekankan bahwa pembiaran kasus keracunan MBG sama artinya melanggar konstitusi dan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, bahkan berpotensi menggagalkan tujuan mulia program MBG yang dicanangkan Presiden Prabowo.

UUD NRI 1945 Pasal 28B ayat (2) telah menegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

“Hak kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang itu jadi rawan tidak terpenuhi jika anak-anak mengalami keracunan, yang selain berdampak di jangka pendek juga bisa terhadap kesehatan dan pendidikan mereka di jangka panjang,” tutur HNW yang juga anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

HNW berharap agar SPPG yang terbukti menyebabkan terjadinya keracunan bukan hanya ditutup tapi juga dikenai sanksi hukum, bahkan jika perlu diiringi pemberhentian sementara penyaluran MBG secara selektif.

Hal itu kata dia, agar selama proses perbaikan tata kelola tidak ada lagi anak-anak didik, ibu hamil dan menyusui, yang keracunan akibat MBG bermasalah. “Mestinya program MBG itu justru menyehatkan.”

Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI hingga 30 September 2025, pelajar yang terkena keracunan pasca mengkonsumsi MBG adalah sebanyak 9.089 orang yang tersebar di 83 kota dari 28 provinsi.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menyampaikan bahwa hasil penelitian dari laboratoriumnya dari makanan MBG yang menyebabkan keracunan memang mengandung sejumlah bakteri, yakni mulai dari Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Salmonella sp.

Paparan Bahan Kimia di MBG

Kepala BPOM

Selain itu, Taruna menyebut bahwa 83% kasus keracunan diduga dipicu okeh kontaminasi bakteri seperti Escherichia coli dan Clostridium perfringens, atau paparan bahan kimia khususnya histamin.

“Ini menjadi momen pembelajaran, prinsip kami jelas, bahwa makanan tidak aman jika tidak dilindungi,” ujar Taruna dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Menanggapi kasus keracunan massal MBG, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Aturan tersebut dilakukan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2013.

“Penetapan KLB dilakukan melalui kajian epidemiologi, melihat keterkaitan korban menurut tempat dan waktu kejadian, serta kesamaan sumber pangan penyebab keracunan,” papar Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami, Jumat (3/10/2025).

KLB ditetapkan berdasarkan dua kriteria. Pertama, gambaran klinis atau pemeriksaan yang menunjukkan adanya bahan beracun yang sama. Kedua, kesamaan sumber keracunan, termasuk kesamaan atas kesesuaian masa inkubasi bahan tersebut.

Baca Juga: Keracunan Massal MBG, Negara Pilih Reformasi Sistem atau Jaga Status Quo Cuan SPPG?

KLB hanya berlaku untuk daerah yang mengalami keracunan MBG, sehingga tidak akan menghentikan beroperasinya MBG ini di daerah lainnya. Adanya KLB juga menegaskan investigasi serius yang dilakukan pemerintah terhadap SPPG terkait.

Murti juga menekankan bahwa Pemerintah Pusat akan terus berupaya agar program ini terus berjalan dengan baik, sekaligus menjadi evaluasi dalam perbaikan siswa tanpa ada siswa penerima manfaat yang menjadi korban. (par)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.