Jakarta, TheStance – Enam Lembaga Negara (LN) bidang HAM di Indonesia membentuk tim independen pencari fakta terkait dugaan-dugaan kekerasan yang terjadi dalam gelombang demonstrasi akhir Agustus lalu di sejumlah daerah di Indonesia.

Enam lembaga itu adalah Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menegaskan tim independen pencari fakta terkait unjuk rasa dan kerusuhan pada Agustus-September 2025 yang dibentuk enam lembaga nasional HAM tidak atas instruksi presiden.

"Tidak ada, ini murni inisiatif kami, seperti yang kami sampaikan, sebenarnya sudah kami diskusikan sejak awal peristiwa ini terjadi," kata Anis di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Pembentukan tim independen oleh pihaknya itu merupakan tindak lanjut dari investigasi awal tiap-tiap lembaga HAM yang sudah dimulai sejak unjuk rasa dan kerusuhan terjadi.

"Kenapa baru diumumkan hari ini? Karena kami mendiskusikan dulu kerangka kerja kami, sudah kami putuskan, jadi sudah jadi kerangka kerjanya, kemudian timeline (lini waktu), mekanisme kerjanya seperti apa sehingga kami siap untuk bekerja lebih efektif," jelasnya.

Pemulihan Hak-hak Korban dan Keluarga

Demo Agustus

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengungkapkan tim yang dibentuk tidak hanya berfokus pada pencarian fakta, tetapi juga menempatkan kondisi korban dan keluarganya sebagai prioritas utama dan tidak terabaikan.

"Melalui kerja sama enam lembaga HAM, tim menghimpun data, informasi, serta pengalaman langsung dari para korban, untuk kemudian dianalisis secara menyeluruh," ujar Sri dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/9/2025).

Tim Independen LNHAM dibentuk sebagai langkah konkret untuk bekerja secara objektif, imparsial, dan partisipatif, yang bertujuan mendorong kebenaran, penegakan hukum, pemulihan korban, serta pencegahan agar pelanggaran serupa tidak berulang.

Di sisi lain, Sri menyampaikan tim juga berkewajiban mengkaji dampak sosial, psikologis, dan ekonomi yang dialami korban maupun keluarganya. Kemudian, dari hasil analisis tim tersebut akan dituangkan dalam rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah.

"Dengan begitu, pemerintah diharapkan tidak hanya memikirkan aspek penegakan hukum, tetapi juga langkah nyata untuk memulihkan dan melindungi korban," ujarnya.

Yusril: TGPF Bukan Suatu Urgensi

Sebelumnya, Pemerintah tampak masih ogah-ogahan membentuk tim investigasi independen alias tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut tuntas peristiwa Agustus berdarah ini.

Kementerian Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko KumHAM Imipas) justru menilai pembentukan TGPF bukan suatu urgensi.

Menko KumHAM Imipas, Yusril Ihza Mahendra beralasan aparat penegak hukum sudah menindaklanjuti tindakan kekerasan selama rentetan aksi unjuk rasa akhir Agustus lalu. Tindak lanjut tersebut dinilai Yusril sudah tepat dalam merespons kasus-kasus kekerasan yang muncul selama demonstrasi.

"Dapat memastikan bahwa sudah diambil satu langkah tegas terhadap mereka yang terlibat di dalam aksi unjuk rasa yang berakhir dengan kericuhan beberapa waktu lalu," ucapnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).

Selain itu, ia juga menilai pembentukan tim investigasi independen atau TGPF bakal memakan Waktu karena perlu mencari sumber daya manusia hingga mengumpulkan fakta. Karena itu, Yusril menilai keberadaan tim independen tidak diperlukan.

“Daripada menunggu lama pembentukan TGPF, saya kira lebih baik kita menggunakan aparat penegak hukum yang ada sekarang. Lebih cepat kerjanya daripada kita berlama-lama. Kecuali, misalnya, negara diam tidak berbuat apa-apa, baru dibentuk TGPF," ucap Yusril.

Untuk diketahui, Kepolisian sudah menangkap ribuan orang terkait peristiwa kerusuhan demonstrasi pelbagai daerah. Namun, mayoritas yang ditangkap merupakan peserta aksi unjuk rasa yang masih mahasiswa dan pelajar. Dari 5.444 orang yang ditangkap, sebanyak 583 masih ditahan atau menjadi tersangka.

Semuanya tengah menjalani proses hukum di wilayah masing-masing, seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan, Kediri, dan beberapa wilayah lainnya.

Selain itu, Bareskrim Polri juga sudah menangkap dan menjadikan tersangka tujuh orang yang dituding sebagai provokator dan dalang kerusuhan. Namun, kebanyakan dari mereka adalah aktivis dan mahasiswa yang memang aktif mengkritik kebijakan pemerintah.

Mereka adalah Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen; staf Lokataru, Muzaffar Salim; admin akun Gejayan Memanggil, Syahdan Husein; hingga mahasiswa Khariq Anhar.

KontraS mencatat hingga Kamis (11/9/2025), masih ada tiga peserta aksi unjuk rasa yang hilang. Mereka adalah Bima Permana Putra, M. Farhan Hamid, dan Reno Syahputradewo. Beberapa orang hilang yang sudah ditemukan ternyata ditangkap polisi dan tak mendapatkan akses pendampingan hukum, sebagian karena miskomunikasi atau hilang kontak.

Aksi demonstrasi juga banyak diwarnai dugaan kekerasan aparat penegak hukum dan tindakan represif dalam penanganannya. Oleh karena itu, menyerahkan seluruh pengusutan kepada Polri justru rawan membuat tertutup fakta-fakta yang mestinya terungkap ke ruang publik.

Kondisi inilah yang membuat sejumlah pengamat hukum dan koalisi masyarakat sipil menilai pembentukan tim independen alias TGPF menjadi urgen.

Tidak Sejalan dengan Sikap Presiden Prabowo

Gerakan Nurani Bangsa

Sikap Yusril dan jajaran Kemenko KumHAM Imipas yang enggan membentuk tim independen peristiwa Agustus berdarah ini tentu saja bertolak belakang dengan sikap Presiden Prabowo saat bertemu dengan pimpinan redaksi sejumlah media massa di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/9/2025), Prabowo menilai tim investigasi independen memungkinkan untuk dibentuk.

"Saya kira kalau tim investigasi independen, saya kira ini masuk akal. Saya kira itu masuk akal, saya kira bisa dibicarakan dan nanti kita lihat bentuknya kayak bagaimana," kata Prabowo kala itu.

Janji serupa juga kembali disampaikan Presiden Prabowo ketika menjamu sejumlah tokoh masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Menurut salah satu anggota GNB yang juga mantan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim, dalam pertemuan itu, Prabowo menyetujui pembentukan tim investigasi independen yang diminta anggota GNB.

"Aspirasi kami dari GNB adalah perlunya dibentuk komisi investigasi independen terkait dengan kejadian prahara Agustus beberapa waktu yang lalu, yang menimbulkan jumlah korban jiwa, korban kekerasan, luka-luka, dan seterusnya yang cukup banyak," tuturnya saat menyampaikan keterangan pers usai pertemuan di Istana," ujar Lukman.

"Presiden menyetujui pembentukan itu. Dan detailnya tentu nanti pihak Istana akan menyampaikan bagaimana formatnya," tambahnya.

Lukman mengatakan, komisi independen harus diisi oleh orang-orang yang berintegritas, profesional, dan mandiri. Mereka juga harus memiliki kewenangan kuat untuk menjalankan fungsi dan tugasnya.

YLBHI Khawatir Polri dan TNI Tidak Independen

M Isnur - YLBHI

Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan tim investigasi independen perlu segera dibentuk untuk mengusut dalang hingga korban meninggal dalam unjuk rasa tersebut.

Menurutnya, peristiwa itu sangat mengerikan dimana ada banyak kekerasan dan perilaku brutal yang dipertontonkan secara masif. Dampaknya, ada 10 korban meninggal dunia dan berbagai kerusakan fasilitas umum hingga kantor pemerintahan

"Peristiwa sangat mengerikan. Ada juga penjarahan hingga pengrusakan," kata dia saat dihubungi, Jumat, 12 Juni 2025.

Isnur tidak yakin kepolisian dan TNI bisa independen dalam melakukan penyidikan dalam mencari dalang peristiwa itu. Dia khawatir kedua institusi itu tidak independen.

"Kita butuh penyidik independen. Tidak terlibat dalam dugaan perkara yang berlangsung TNI polri ini," kata dia.

Isnur juga membayangkan tim investigasi independen itu nantinya bisa seperti tim pencari fakta untuk mengungkap kasus kematian aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004 yang diisi orang-orang yang memiliki latar belakang bersih, memiliki integritas, memiliki keberanian, dan mampu bekerja di bawah keterbatasan.

Selain itu, tim itu diberikan kewenangan supaya bisa mengakses berbagai macam hal. Kewenangan itu penting supaya mereka bisa bekerja untuk mendapatkan banyak hal.

TGPF Jadi Jalan Keluar Di tengah Ketegangan TNI dan Polri

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan Menteri Yusril yang ogah membentuk TGPF sebagai langkah tidak tepat dan tidak sensitif terhadap keluarga korban yang sedang mencari keadilan.

Usman juga berpendapat Yusril seperti kurang peka melihat perbedaan sikap antara TNI dan Polri terkait dugaan keterlibatan aparat keamanan sebagai dalang kerusuhan demonstrasi Agustus.

“Padahal, tim atau komisi penyelidik independen itu bisa menjadi jalan keluar di tengah ketegangan dua institusi tersebut,” ujar Usman dalam keterangan, Jumat (12/9/2025).

Menurutnya, proses investigasi pidana yang dilakukan oleh polisi tidak cukup. Idealnya, ada tim independen gabungan yang berasal dari unsur non kepolisian agar investigasi ini menjadi lebih independen dan transparan.

Oleh karena itu, negara mesti mendorong investigasi independen yang melibatkan tokoh-tokoh dan unsur masyarakat yang punya integritas dan lintas keahlian.

“Alasan memakan banyak waktu sangatlah tidak tepat untuk disampaikan oleh seorang Menko yang membawahi permasalahan hukum di Indonesia. Tidak boleh karena alasan waktu hak keluarga korban untuk mendapatkan keadilan lewat proses investigasi yang independen dan transparan diabaikan,” tegas Usman.

Tim Independen 6 Lembaga HAM Beda dengan TGPF

6 LN HAM

Belakangan, Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra, meralat pernyataannya lewat keterangan tertulis, Jumat (12/9/2025). Dia menyatakan pembentukan TGPF menjadi kewenangan Presiden Prabowo. Yusril menyebut, Presiden Prabowo memang menyetujui usulan tersebut.

“Jika keputusan itu beliau ambil, maka sebagai pembantu beliau, kami akan memfasilitasi pembentukan tim independen untuk mengungkap semua fakta yang terjadi," kata Yusril.

Yusril menjelaskan pembentukan tim independen oleh enam LN HAM berbeda dengan usulan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) sebagaimana diusulkan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kepada Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan tokoh-tokoh Gerakan Nurani Bangsa di Istana Negara, yang juga masuk dalam 17+8 tuntutan rakyat.

“Berdasarkan pengalaman masa lalu, pembentukan TGPF biasanya dilakukan dengan keputusan presiden (keppres), yang sekaligus menetapkan keanggotaan, tugas, dan jangka waktu kerja tim tersebut,” terang Yusril.

Terkait apakah presiden memandang cukup dengan keberadaan tim independen bentukan LN HAM atau perlu membentuk TGPF, Yusril menegaskan hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden.

"Saya tidak berani mendahului beliau karena pembentukan tim seperti itu sepenuhnya menjadi kewenangan presiden. Sampai detik ini, ketika Presiden sudah kembali dari Qatar, kami belum mendapat arahan dari beliau,” pungkas Yusril. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance