Semarang, TheStanceID - Kabar mengejutkan datang dari Istana Negara. Pada Senin (8/9/2025) Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle, salah satunya menimpa menteri keuangan legendaris, Sri Mulyani Indrawati.

Lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86/P Tahun 2025, Prabowo mengangkat empat menteri dan wakil menteri setelah gelombang demonstrasi menjalar di berbagai daerah.

“Atas berbagai pertimbangan, masukan, dan evaluasi yang dilakukan terus menerus, sore ini Bapak Presiden mengubah susunan Kabinet Merah Putih,” kata Menteri Sekretaris Negeri Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers.

Dicopotnya Sri Mulyani mengakhiri karir alumni Universitas Indonesia (UI) tersebut setelah nyaris 20 tahun, atau dua dekade, menjadi nakhoda perekonomian nasional.

Awalnya, publik mengenal Sri Mulyani sebagai ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI). Dia memimpin lembaga itu sejak Juni 1998.

Berbarengan dengan era reformasi, Sri Mulyani pun bergerilya, jualan personal branding.

Lekat di ingatan para jurnalis Kementerian Keuangan di era tersebut, bagaimana Sri Mulyani sering tiba-tiba datang menyambangi ruang pers, berdiskusi dan mengomentari kebijakan ekonomi, agar bisa dikutip di media massa.

Dia juga tak segan-segan menjelaskan term ekonomi dan logika ekonomi kepada wartawan muda, sehingga namanya menjadi top of mind para jurnalis ketika mencari narasumber untuk dikutip, terutama di tengah deadline yang mendesak.

Hijrah ke Amerika, Mengabdi untuk USAID

Pada tahun 2001, Sri Mulyani pergi ke Atlanta, Georgia, Amerika Serikat (AS). Dia mendapat panggilan kerja sebagai konsultan untuk USAID (US Agency for International Development).

Pekerjaannya adalah mengonsep penguatan otonomi di Indonesia. Harap dicatat, Indonesia baru mengeluarkan Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 2004 (yakni UU Nomor 32), tiga tahun setelah Sri Mulyani menjalankan tugas USAID tersebut.

Ini bukan kali pertama perempuan kelahiran Tanjung Karang (Lampung) pada 26 Agustus 1962 ini bermukim di Negeri Sam. Sebelumnya, Sri Mulyani mengambil gelar Master di University Illinois at Urbana-Champaign selepas lulus UI tahun 1986.

Sukses meraih gelar master di bidang ekonomi, dia lanjut mengambil gelar doktor di bidang ekonomi dari universitas yang sama, yang kemudian dia raih pada tahun 1992.

Pada masa Orde Baru, ekonom perempuan bisa dihitung dengan jari. Sri Mulyani tentunya mengerti betul akan hal itu, sehingga personal branding yang dia bangun di kalangan jurnalis menemukan momentum.

Ketika bekerja di USAID, Sri Mulyani mengajar mata kuliah "Ekonomi Indonesia" di Andrew Young School of Policy Studies di Georgia State University. Dia membuka informasi dan wawasan seputar ekonomi Tanah Air di institusi ternama AS tersebut.

Pada tahun 2002 sampai 2004, Sri Mulyani didapuk menjadi Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Dia ditasbihkan mewakili 12 negara Asia Tenggara, meski tidak ada voting dari negara-negara tersebut.

Pejabat IMF Jadi Menteri Perencana Pembangunan

IMF

Karir di IMF membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)--yang dikenal dekat dengan Washington hingga berlebaran pun ke Amerika Serikat (AS)--menunjuknya memimpin posisi krusial.

Sri Mulyani dilantik menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang tugasnya mengesahkan rencana pembangunan dan Blue Book--daftar proyek yang didanai utang luar negeri.

Bappenas jadi semacam batu loncatan karena setahun kemudian Sri Mulyani diangkat menjadi menteri keuangan, menggantikan Jusuf Anwar yang dicopot setelah berseter dengan Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie terkait pajak batu bara.

Entitas Negara Barat memang sayang dengan Sri Mulyani. Baru setahun menjabat jadi menkeu, dia disebut majalah Euromoney sebagai Finance Minister of the Year.

Namun seperti Jusuf Anwar, pada tahun 2010, dia terdepak karena berbeda pandangan dengan Menko Aburizal Bakrie terkait pembebanan penanggulangan bencana lumpur Lapindo ke APBN.

Menko Perekonomian Aburizal, yang kala itu juga Ketua Partai Golongan Karya (Golkar), memiliki perusahaan batu bara PT Bumi Resources Tbk dan perusahaan minyak PT Energi Mega Persada Tbk--yang operasi pengeborannya memicu lumpur Lapindo.

Sri Mulyani kembali menemukan sanctuary di Amerika. Kali itu, Bank Dunia yang menyelamatkan reputassinya dengan mengangkatnya sebagai Managing Director, atau Direktur Pelaksana.

Pada 2016, Sri Mulyani kembali didapuk sebagai pengelola keuangan negara di bawah pemerintahan Joko Widodo selama dua periode, yang berlanjut pada kepemimpinan Prabowo Subianto, hingga direshuffle awal bulan ini.

Menkeu Terlama dari Jalur Independen

Menurut catatan Tim Riset The Stance, Sri Mulyani merupakan bendahara negara dari jalur independen dengan masa jabatan paling lama, yakni selama 14 tahun.

Namun jika dihitung secara akumulatif, Sri Mulyani kalah 1 tahun jika dibandingkan dengan Ali Wardhana yang menjabat sebagai menkeu selama 15 tahun berturut-turut (1968-1983).

Bedanya, di 10 tahun pertama Ali Wardhana menjadi menkeu dari jalur independen, tapi di 5 tahun terakhir maju dengan memakai tiket dari Partai Golkar.

Sri Mulyani tidak perlu dukungan partai. Negara Barat, politisi, dan perangkat media sungguh mendukungnya penuh. Bahkan ketika tak jadi menteri pun dia dinobatkan sebagai wanita paling berpengaruh di dunia urutan ke-38 oleh majalah Forbes.

Ia juga pernah dinobatkan sebagai The Finance Minister of the Year 2019 Global and Pacific dari majalah keuangan The Banker, dan sebagai Menteri Keuangan Terbaik Asia Timur dan Pasifik tahun 2020.

Selama menjabat, Sri Mulyani berperan penting dalam menyusun kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur nasional.

Istilah makroprudensial sering dia tekankan selama menjabat jadi menkeu, termasuk cushion--yang dia lafalkan dalam bahasa Inggris sampai bibirnya mencang-mencong--ketika Indonesia menghadapi beberapa badai krisis global.

Selama mengemban tugas sebagai menkeu, Sri Mulyani memang diakui berhasil menjaga stabilitas makroekonomi. Meski nilai utang terus meningkat, dia dianggap meningkatkan kepercayaan investor.

Puncaknya saat pandemi Covid 19 yang berimbas pada kondisi ekonomi global. Banyak negara ambruk akibat gejolak ekonomi akibat pandemi, Sri Mulyani berhasil menjaga stabilitas ekonomi sehingga terhindar dari jurang resesi.

Tantangan ekonomi global seperti konflik geopolitik, fluktuasi harga komoditas, hingga dampak iklim seperti El Nino, turut mewarnai perjalanan karir Sri Mulyani sebagai garda depan penyelenggara keuangan negara.

“Kami memulai dengan melaporkan bahwa situasi sistem keuangan stabilitas sistem keuangan triwulan I-2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global,” katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) April lalu.

Sederet Kontroversi Sri Mulyani

Purbaya Yudhi SadewaSelang 1 hari pelantikan menteri dan wakil menteri hasil rombak kabinet, berlatar di Aula Mezzanine, Kantor Kementerian Keuangan, berlangsung Serah Terima Jabatan (Sertijab) Menteri Keuangan.

Mengenakan atasan berwarna ungu lengkap dengan selendang, Sri Mulyani dalam sambutannya mengatakan pamit dari tanggung jawabnya sebagai Menteri Keuangan yang telah dia pikul selama tiga era pemerintahan.

“Saya pamit undur diri pagi hari ini dan mohon mulai saat ini untuk kami dihormati ruang privasi kami atau ruang pribadi saya sebagai warga negara biasa,” tutur Sri Mulyani.

Sebelumnya, nama Sri Mulyani sempat menjadi sorotan publik buntut situasi ekonomi dan politik imbas dari aksi demonstrasi yang menjalar dari ibukota hingga ke daerah.

Kemarahan massa menyasar kepadanya karena dianggap mengeluarkan kebijakan ekonomi yang tak berkeadilan dan tak pro-rakyat dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.

Meskipun kebijakan itu direvisi, publik terlanjur antipati terutama melihat fakta lonjakan nilai utang Indonesia yang dicetak di masa Sri Mulyani, yang dianggap menjadi warisan Gen-Z di masa mendatang.

Kebijakan lain yang dinilai bermasalah adalah sistem pajak coretax bernilai triliunan tetapi tak berguna dan malah mempersulit pelaku usaha, pemangkasan anggaran besar-besaran kementerian dan lembaga, dan kenaikan tunjangan anggota DPR di APBN.

Belum lagi transfer dana dari pusat ke daerah yang disunat, sehingga berbagai pemda memutuskan mendongkrak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), salah satunya memicu demo ricuh di Pati, Jawa Tengah.

Jadi Korban Amuk Massa hingga Kecewa

Guru MengajarSosok Sri Mulyani makin disorot publik setelah pernyataannya pada Agustus terkait gaji dan tunjangan guru/dosen dianggap sebagai sinyal negara ingin lepas tangan. “Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat.”

Tak ada penjelasan lebih lanjut terkait partisipasi masyarakat yang dimaksud. Pernyataan Sri Mulyani yang menyinggung gaji guru dan dosen dinilai mengabaikan dedikasi para tenaga pendidik.

Puncaknya pada Ahad (31/8/2025) rumah pribadi Sri Mulyani di Jalan Mandar, Bintaro, Tangerang Selatan menjadi sasaran aksi penjarahan.

Sri Mulyani merupakan satu-satunya menteri yang menjadi korban penjarahan rumah selain korban lain yang merupakan anggota DPR seperti Eko Patrio dan Surya Saputra (Uya Kuya).

Isu pengunduran diri Sri Mulyani pun menguat setelah tragedi penjarahan di rumahnya. Dikutip dari Tempo, Sri Mulyani membatalkan seluruh agendanya pada Senin, 1 September 2025.

Ia tak hadir dalam konferensi pers pembukaan perdagangan saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Tiga hari tak nampak di publik, pada Rabu (3/9/2025), Sri Mulyani kembali menjalankan tugasnya sebagai Menteri Keuangan.

Setelah rumahnya digeruduk ratusan orang, tak ada pernyataan resmi di depan publik. Sri Mulyani lebih aktif mengekspresikan rasa emosionalnya lewat unggahan akun sosial media pribadinya.

Narasi berulang yang kerap dituliskan oleh Sri Mulyani adalah “jangan pernah lelah mencintai Indonesia.”

Sebagai pejabat dengan tunjangan besar dan apalagi dukungan internasional, mencintai Indonesia tentunya bukanlah pekerjaan sulit. Tapi saran itu tentunya terdengar klise ketika didengar mereka yang jadi korban ketimpangan ekonomi. (mhf/ags)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.