Politisasi Agama No, Dana Agama untuk Program Politik Yes?

Mengikuti seruan tak mempolitisasi agama, dana keagamaan juga mestinya sama: jauhkan dari tangan politik.

By
in Headline on
Politisasi Agama No, Dana Agama untuk Program Politik Yes?
Ilustrasi dana umat dari zakat fitrah dan zakat mal. (Sumber: https://www.dompetdhuafa.org/)

Jakarta, TheStanceID - Ketua DPD Sultan B Najamudin awal pekan ini memunculkan gagasan agar dana zakat bisa juga dipakai untuk membantu program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo Subianto.

Usulan ini bukan tanpa alasan, sebab sebelumnya menurut Menko Pangan Zulkifli Hasan, anggaran program MBG yang ada saat ini yakni Rp71 triliun diakui hanya cukup untuk sampai bulan Juni 2025.

"Memang negara pasti di bawah Pak Prabowo Mas Gibran, ini betul-betul ingin, ya, ingin program makan bergizi gratis ini maksimal. Hanya saja, kan kita tahu semua bahwa anggaran kita juga tidak, tentu tidak akan semua dipakai untuk makan gizi gratis," katanya, dikutip dari Detik, Selasa (14/1/2025).

Sultan menilai masyarakat perlu dilibatkan dalam program, khususnya dalam aspek pendanaan, dengan menggunakan dana zakat yang mereka keluarkan. Dia berhara[ dana keagamaan tersebut bisa dipakai untuk membiayai makan gratis.

"Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga," katanya.

Presiden Prabowo Subianto tidak secara jelas menyatakan setuju atau tidak mengenai usulan itu, dengan dalih menyeragkan pada pihak yang mengelola zakat. Dia hanya memastikan MBG akan dijalankan tahun ini.

"Yang ngurus zakat saya kira ada pengurusnya, tapi yang jelas dari pemerintah kita siap semua anak-anak Indonesia akan kita beri makan tahun 2025 ini," kata Prabowo di Jakarta, Jumat (16/1/2025).

Dia menegaskan pemerintah sangat terbuka kepada siapapun, termasuk pemerintah daerah, yang ingin ikut membiayai proyek ini. "Dari Pemda juga ingin ikut serta para gubernur, bupati, ingin ikut serta. Monggo kita buka siapapun yang mau ikut serta."

Namun, dia mengingatkan pihak yang ingin ikut serta juga harus efisien dalam menjalankan program, tepat sasaran, dan tidak ada kebocoran khususnya dalam hal anggaran.

Baznas Siap Patuhi Penguasa

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad menyatakan boleh-boleh saja dana zakat dipakai untuk membiayai makan gratis, asalkan penerimanya adalah fakir miskin.

"Kalau memang sasarannya nanti kepada fakir miskin, ya kita akan lakukan. Artinya bahwa prioritas kita adalah untuk membantu fakir miskin," kata Noor di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

Sementara terkait siswa yang tidak masuk golongan miskin, Noor menyatakan pihaknya bakal harus melakukan verifikasi jika benar dana zakat dipakai untuk membiayai MBG.

Menurut dia, sebelum program MBG, Baznas sudah terlebih dahulu memberi kaum miskin makanan gratis. "Kalau itu untuk fakir miskin, ndak ada masalah. Karena fakir miskin kan ada di mana-mana," pungkasnya.

Usulan yang Memalukan

Berbeda dari Presiden Prabowo, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Letjen (Purn) AM Putranto tegas menolak keras usulan Ketua DPD Sultan B Najamudin tersebut. Bahkan, Ia menyebut usulan itu memalukan.

"Jadi sudah betul-betul luar biasa, jadi nggak ada yang ngambil dari mana, zakat, itu sangat memalukan itu ya, bukan seperti itu ya kami," ujarnya.

Putranto menegaskan program yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto ini sudah terencana dan dianggarkan secara matang. Pemerintah ingin memberikan yang terbaik untuk bangsa tapi tidak melibatkan dana rakyat.

"Karena Presiden sudah berniat baik dan tulus untuk memberikan terbaik untuk bangsa Indonesia kepada siswa-siswa, ibu hamil, pondok pesantren, sudah dianggarkan sejumlah Rp71 triliun. Itu jadi nggak mengambil dana-dana [zakat] itu," ujarnya.

Beda DNA antara Zakat & MBG

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwah dan Dakwah, Muhammad Cholil Nafis menilai meskipun secara syariah penggunaan dana zakat untuk program tersebut masih memungkinkan, secara akhlak hal itu dinilai kurang tepat.

"Secara akhlaknya tak sesuai," ujar Cholil dalam keterangannya di X @cholilnafis (17/1/2025).

Pasalnya, MBG adalah janji kampanye yang menjelma menjadi program nasional, sehingga tidak seharusnya dibiayai dana zakat yang sejatinya diperuntukkan bagi penerima khusus, yakni fakir miskin.

"Karena ini janji kampanye presiden dan program nasional bukan santunan… Khawatir kesannya Indonesia jadi negeri dhu’afa dan hanya muslim," tandasnya.

Wacana penggunaan dana zakat untuk membiaya program politik ini dikhawatirkan memicu aksi boikot umat Islam, dengan menolak menyalurkan zakat melalui lembaga resmi zakat.

Program Politik Dibiayai Dana Agama

Senada, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menilai, dana zakat seharusnya disalurkan ke orang yang sesuai dengan ketentuan agama, yakni golongan berhak atau asnaf.

"Kalau soal zakat itu ketentuan agamanya jelas, zakat itu untuk asnaf," kata Gus Yahya, Kamis (16/1/2025).

Namun, menurut dia program politik seperti MBG masih memungkinkan dibiayai dari dana keagamaan, seperti infak atau sedekah, karena penggunaannya lebih fleksibel dan tidak terbatas pada ketentuan asnaf.

"Kalau mau pakai infaq, shodaqoh yang bukan zakat, itu bisa lebih umum tasharruf-nya," jelasnya. Tasharruf dalam Islam adalah amal perbuatan yang memiliki konsekuensi hukum agama.

Alternatif Pendanaan MBG

Menanggapi itu, sejumlah legislator menyampaikan alternatif sumber dana program MBG. Salah satunya, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem Irma Suryani yang mengusulkan pembiayaan MBG dari cukai rokok.

"Untuk Makan Bergizi Gratis, saya usul ambil dari cukai rokok saja. Sudah, selesai. Cukai rokok per tahun Rp150 triliun," kata Irma, Jumat (17/1/2025).

Sementara itu, anggota Komisi VIII Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina meminta pemerintah berhati-hati terkait usulan penggunaan dana zakat untuk program MBG. Dia menegaskan penggunaan dana zakat sudah diatur secara hukum agama dan negara.

Menurutnya, selain pendanaan dari APBN, pemerintah bisa memanfaatkan kerja-sama dengan pihak swasta seperti dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) perusahaan ketimbang merongrong dana zakat.

"Pendanaan program semacam ini lebih tepat jika bersumber dari APBN, CSR, atau sumber dana lain yang lebih fleksibel dalam penggunaannya, sehingga tidak mengganggu fungsi utama zakat sebagai bagian dari ibadah dan hak mustahik," kata Selly kepada TheStanceID, Jumat (16/1/2025).

Politisasi Agama No, Duit Agama Yes

Wacana penggunaan dana umat beragama untuk melicinkan program politik pemerintah bukanlah kali pertama terjadi. Padahal, seringkali muncul seruan untuk tak memakai sentimen agama dalam politik.

Berdasarkan catatan TheStanceID, Presiden Joko Widodo sempat dikritik karena mewacanakan penggunaan tabungan haji untuk pembangunan yang menguntungkan. Salah satunya infrastruktur.

Wacana itu dikemukakan usai melantik Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Haji BPKH di Istana Negara, Rabu (26/07/2017).

Menurut Jokowi, jika tabungan haji diputar ke sektor infrastruktur, maka keuntungannya bisa dipakai untuk menyubsidi ongkos dan biaya haji sehingga bisa lebih terjangkau oleh masyarakat.

Jokowi mengambil contoh sukses dana tabungan haji warga Malaysia yang dikelola Tabung Haji, yang sebagian dananya dipakai untuk membangun infrastuktur. Dia tak menyinggung risiko jika infrastrukturnya boncos seperti proyek Bandara Kertajati.

Wacana itu kandas menyusul kritikan dan penolakan baik dari parlemen maupun ormas keagamaan.

Risiko Penggunaan Dana Non-APBN

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai ide penggunaan dana non-APBN untuk membiayai program sebesar MBG sangat berisiko.

Dia menjelaskan sifat sukarela dari dana zakat, infak, dan sedekah membuat aliran pendanaannya tidak stabil. Jika target penerimaan dari sumber-sumber ini tidak tercapai, maka kelangsungan program bisa terancam.

Selain itu, penggunaan dana non-APBN untuk program pemerintah dapat menimbulkan pertanyaan tentang komitmen negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya.

"Jika pemerintah terlalu mengandalkan dana dari masyarakat, maka kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah untuk memenuhi janji kampanye dapat menurun," kata Achmad dalam keterangan resmi.

Ia menilai, penggunaan dana non-APBN untuk mendukung program MBG harus menjadi opsi terakhir, bukan solusi utama.

Buruk dari Aspek Tata Kelola

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengakui penggunaan dana non-APBN seperti zakat dan infak memang tidak melanggar hukum. Namun, hal ini tidak bisa dibenarkan dari aspek tata kelola.

"Kalau organisasi merelakan, ya silakan, tentu umatnya harus rela, saya katakan ini tidak melanggar hukum. Tapi tata kelolanya enggak bener. Makan gratis ini dibiayai APBN," katanya saat dihubungi TheStanceID.

Pemerintah, kata Agus, harus berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan anggaran melalui APBN seperti yang dijanjikan dalam kampanye.

Sebagaimana seruan yang sering dimunculkan oleh pemerintah, yakni menghentikan politisasi agama, maka seruan tersebut mestinya berlaku ketika bicara soal dana keagamaan: jauhkan dari tangan politik. (est)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\