Pernah Ditolak MK, Konsep SMA Unggulan Era SBY Diadaptasi Ulang

Jangan merawat mental ‘ganti menteri ganti kebijakan’, sementara rakyat tetap merantau ke Jawa demi pendidikan.

By
in Headline on
Pernah Ditolak MK, Konsep SMA Unggulan Era SBY Diadaptasi Ulang
Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) menuntut pembubaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. (Sumber: https://panmohamadfaiz.com/)

Jakarta, TheStanceID - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) membangun SMA Unggulan Garuda tahun ini, mengulang problematika yang mengemuka di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Program SMA Unggulan Garuda yang digagas Presiden Prabowo Subianto ini merupakan sekolah unggulan tingkat menengah atas bagi siswa pintar dan unggulan. Kualitas gurunya di atas rata-rata dengan reputasi internasional.

Kurikulumnya berbasis standar internasional yang setara perguruan tinggi. Para lulusannya akan diarahkan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi kelas dunia.

Inpres dan Perpres atas sekolah unggulan Garuda tengah disusun sebagai payung hukum agar sekolah tersebut kelak berada di bawah Kemendikti.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengatakan program SMA Unggulan Garuda merupakan salah satu implementasi program percepatan pemerintah di bidang pendidikan.

"Jadi, SMA lain itu kan ditangani provinsi, SMA unggulan ditangani pemerintah pusat," ujar Satryo dikutip dari Tirto, pada Senin (13/1/2025).

Pada masa awal pengembangan ini, SMA Unggulan Garuda hanya akan mengajarkan materi Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM), yang mana industri STEM tengah dikembangkan oleh pemerintah.

"Kita gak punya industri sama sekali. Kita lemah STEM sekarang," kata Satryo.

Target 40 Sekolah Unggulan

Rencananya, pemerintah akan membangun 40 SMA Unggulan Garuda yang ditargetkan bisa tercapai pada 2029. Jumlah ini terbagi dalam 20 SMA Unggulan Garuda baru dan 20 SMA/MA yang statusnya ditingkatkan menjadi sekolah unggulan.

SMA Unggulan Garuda rencananya dibangun di empat lokasi dan pembangunannya diperkirakan membutuhkan waktu paling tidak 2 tahun.

“Ada empat. Kemungkinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) satu, pasti. Sulawesi Utara, Bangka Belitung, satu lagi mungkin masih di IKN atau di tempat sekitar situ, Kalimantan,” ujar Satryo.

Tahun ini, pemerintah akan mulai membuka pendaftaran siswa baru melalui empat SMA yang dikembangkan menjadi SMA Unggulan Garuda. Dua di antaranya adalah SMA Taruna Nusantara di Magelang dan SMA Pradita Dirgantara di Boyolali.

Satryo memastikan proses seleksi untuk masuk sekolah unggulan akan ketat. Namun, juga melihat potensi siswa di setiap wilayah. Mereka yang lolos akan mendapat beasiswa, tinggal di asrama.

Konsepnya Mirip RSBI

Konsep sekolah unggulan ini mirip dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013. RSBI mulai digelar sejak tahun ajaran 2006/2007 dan berakhir pada tahun 2013.

RSBI adalah program pendidikan berbasis standar internasional yang dirancang untuk mencetak lulusan dengan kemampuan daya saing global. Tujuan utama dari RSBI adalah agar siswa dapat bersaing di tingkat internasional.

Jika dilihat dari konsep yang sudah disampaikan tentang Sekolah Garuda, terdapat beberapa kesamaan dengan RSBI. SMA Garuda dan RSBI sama-sama bertujuan mencetak lulusan dengan daya saing internasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam kasus RSBI, sebagian besar guru yang dihadirkan adalah guru asing yang bekerja sama dengan sekolah. Selain itu, sekitar 70% guru di RSBI adalah lulusan S2.

Namun sekolah unggulan yang fokus pada prestasi akademik ini akhirnya digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) dan hasilnya: melanggar konstitusi. RSBI dinilai memperlebar jurang diskriminasi dan tak memberikan akses yang sama bagi seluruh rakyat.

Datangkan Guru Asing

Sama seperti RSBI, SMA Unggulan Garuda nantinya tak hanya memiliki guru lokal, tapi juga akan mendatangkan guru asing dari luar negeri. Hal ini diakui Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie.

"Kami tetap ingin bahwa guru-guru lokal. Namun, mungkin ada beberapa guru dari asing. Guru untuk bisa mungkin memberikan wawasan. Misalnya Anda tertarik untuk ke luar negeri, inilah yang terjadi," kata Stella kepada Tempo, Rabu, (8/1/2025).

Dengan keberadaan guru asing, Sekolah Unggulan Garuda disinyalir akan berujung pada proses pengajaran yang berbasis bilingual. Hal ini juga terjadi dalam kasus RSBI yang menekankan pembelajaran dengan dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris.

"Apalagi, guru-gurunya juga akan diimpor dari luar negeri. Sekolah unggulan model ini pernah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2013," ungkap Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2025).

Pendidikan yang Berkeadilan

Ubaid mengingatkan RSBI dibubarkan karena bertentangan dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam UUD 1945. Sekolah yang mestinya memiliki konsep keadilan malah menciptakan kesenjangan.

"Layanan pendidikan itu harus berkeadilan dan dapat diakses untuk semua anak, bukan untuk kalangan dengan ekonomi tertentu saja," tutur Ubaid.

RSBI sebagai sekolah unggulan kala itu didominasi oleh anak-anak dari kalangan menengah ke atas. Hal itu pula yang dikhawatirkan bakal terjadi pada SMA Unggulan Garuda. "Karena, merekalah yang punya akses lebih pada sumber-sumber belajar."

Di sisi lain, Stella memastikan SMA Unggulan Garuda bertujuan untuk mempercepat pengembangan talenta unggulan di Indonesia, terutama dalam bidang sains dan teknologi, dengan menyediakan akses pendidikan yang lebih merata dan adil.

Dia menegaskan bahwa Sekolah Garuda tak mengakibatkan dikotomi sekolah favorit dan non favorit. Beasiswa memungkinkan semua masyarakat mengakses layanan pendidikan SMA Unggulan Garuda tersebut.

"Tidak ada dikotomi sekolah favorit dan non favorit, tetapi yang kita harus pikirkan dalam suatu pembangunan sains dan teknologi dan pembangunan ekonomi negara, kita tentu saja harus membangun talenta dari setiap lapisan," ujar Stella.

Ciptakan Ketimpangan Pendidikan

Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang Edi Subkhan mengingatkan sekolah unggulan tidak lantas menjadi solusi bagi kualitas pendidikan di Indonesia yang saat ini memprihatinkan.

Alih-alih fokus pada anak-anak berbakat akademik, dia menilai pemerintah seharusnya lebih menyoroti persoalan besar dalam sistem pendidikan di Indonesia mulai dari dasar pemikiran, konsep program, hingga pertimbangan kondisi di lapangan.

"Jika yang diinginkan adalah menghasilkan siswa yang mampu masuk ke kampus-kampus bereputasi dunia di luar negeri, apakah tidak lebih efisien jika bertumpu pada SMA-SMA yang ada sekarang?" ujar Edi saat dihubungi TheStanceID.

Edi menilai sekolah unggulan yang memberi perlakuan istimewa kepada anak didiknya, dan difasilitasi negara, harus dipastikan tidak berujung diskriminasi terhadap SMA yang lain. “Dulu, RSBI ditolak karena ada ketimpangan soal pendanaan dan diskriminasi.”

 

Pemerataan Akses Pendidikan

Senada, Ubaid meminta gagasan sekolah unggulan itu tak hanya diterapkan di sekolah dan wilayah tertentu, tapi harus bisa diterapkan di seluruh sekolah yang tersebar di Indonesia.

"Ini harus berbasis data dan pemetaan di berbagai wilayah, sebab terkait dengan strategi intervensi yang berbeda-beda. Jadi mestinya semua sekolah adalah unggulan untuk semua rakyat, jangan hanya yang berprestasi secara akademik saja," katanya.

Menurutnya, anggaran sekolah unggulan bisa dipakai untuk memperkuat kompetensi guru dan kualitas SMA yang sudah ada. Prinsipnya, menghadirkan pemerataan akses dan kualitas pendidikan.

Ini bukan hal sulit karena Kementerian Pendidikan sudah mengantongi data sekolah yang berkualitas A hingga C. Dengan bekal itu, pemerintah hanya perlu meningkatkan kualitas sekolah yang masih tertinggal.

Pemerintah, kata Ubaid, seharusnya memprioritaskan program strategis pendidikan. Jangan merawat mental ‘ganti menteri ganti kebijakan’, tapi anak di daerah terpencil tetap harus merantau ke Jawa demi memperoleh pendidikan yang layak. (est)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\