Partai Cokelat: Punah di Negara Maju, Dirawat dan Dibela di Indonesia
Polisi dibawahi kementerian di Inggris, Amerika, Hongkong. Indonesia, Malaysia, dan Thailand memilih beda.

Jakarta, TheStanceID - Wacana agar Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengemuka, di tengah jengahnya publik akan skandal aparat polisi.
Terbaru, usulan ini pertama kali diangkat oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
"Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri," ujar Deddy.
Pasalnya, banyak laporan dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat kepolisian atau yang mereka sebut dengan istilah ‘Partai Cokelat (Parcok)’ dalam perhelatan politik.
Salah satunya adalah Pilkada 2024. Aksi parcok cawe-cawe mendukung kandidat politik itu disinyalir terjadi di Sulawesi Utara, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Deddy menilai Polri seharusnya kembali fokus pada tugas pengamanan ruang publik. "Tugas polisi mungkin jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar, berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang," kata anggota Komisi III DPR itu.
Sejarah Polri dan Kewenangannya
Pada awal pembentukannya di masa kemerdekaan tahun 1945, Polri memang dibawahi Kemendagri, dengan nama Djawatan Kepolisian Negara. Namun kondisi ini hanya berlangsung setahun.
Badan Kepolisian Negara (BKN) dibentuk pada 19 Agustus 1945. Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN) yang melapor kepada Kemendagri.
Pada 1 Juli 1946, muncul Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. tentang Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Institusi Polri merayakannya sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Polri sempat menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui Tap MPRS No. II dan III tahun 1960. Namun pada tahun 2000, Polri dipisah dari TNI dan dibawahi presiden langsung melalui Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000.
Sejak era reformasi itulah skandal polisi kian banyak disorot, mulai dari Cicak lawan Buaya, tragedi Kanjuruhan, pembunuhan pra-peradilan anggota Front Pembela Islam (FPI) di jalan tol km 50, hingga skandal Ferdy Sambo.
PKS Menolak Mentah-Mentah
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aboe Bakar Alhabsy menolak gagasan agar Kepolisian ditaruh di bawah kendali Kemendagri. Menurutnya, hal tersebut justru berpotensi menciptakan intervensi politik lebih besar.
Hal ini pernah terjadi di masa lalu, ketika Polri di bawah Kemendagri maupun menjadi bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kala itu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
"Jadi tak perlu mengulang masa lalu yang kurang baik," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam keterangan tertulisnya, pada Minggu (1/12/2024).
Aboe Bakar tak menjelaskan aspek kurang baiknya situasi tersebut. Namun dia menilai usulan mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri sebagai kemunduran institusi kepolisian dan tidak sesuai dengan amanat reformasi Polri.
Alih-alih mengembalikan Polri ke bawah Kemendagri, dia menyarankan evaluasi menyeluruh. "Jika memang terdapat persoalan sehubungan dengan netralitas dan profesionalitas Polri, maka hal tersebut seharusnya menjadi fokus evaluasi," katanya.
Status Quo Berdalih Amanat Konstitusi
SETARA Institute—LSM yang berfokus pada advokasi demokrasi, kebebasan politik dan hak azasi manusia (HAM)—langsung pasang badan, menyatakan Polri harus dibawahi presiden sebagai perintah konstitusi.
"Usulan agar Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri juga bertentangan dengan semangat Pasal 30 ayat (2) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945," kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangan resmi pada Minggu (1/12/2024).
Namun jika dicek, pernyataan Hendardi cenderung sumir, karena pasal yang dimaksud tak secara eksplisit mengharuskan Polri harus dibawahi presiden.
Pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. (Pasal 30 ayat 2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. (Pasal 30 ayat 4)
Menurut dia, jika Polri terbukti mendukung salah satu calon tertentu, maka cukup diusut melalui pembuktian dalam sengketa Pilkada. "Baik melalui Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu maupun nanti di Mahkamah Konstitusi."
Meski begitu, Herdardi berusaha tetap terlihat obyektif, dengan menganggap usulan atau kritik dari PDIP ini sebagai tanda bahaya mengenai penurunan kualitas demokrasi dan integritas di ajang Pilkada serentak 2024.
Mendagri cum Mantan Kapolri Menolak
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku keberatan jika Polri berada di bawah Kemendagri. "Saya berkeberatan," ujar Tito di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/12/2024) seperti dikutip dari Kompas.
Menurut Tito, Polri memang sudah dipisahkan dari kementerian berdasarkan kehendak reformasi sehingga Polri berada langsung di bawah presiden, bukan kementerian.
"Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan, di bawah presiden, itu kehendak reformasi. Sudah itu saja," jelas Tito yang merupakan purnawirawan polri setelah diangkat oleh presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Kapolri pada 2016.
Pada 2019, sempat muncul sinyalemen bahwa aparat Polri dikerahkan untuk mendukung Jokowi dalam kontestasi pilpres. Pemungutan suara pilpres berlangsung pada 17 April 2019 dan Tito pensiun pada 23 Oktober 2019.
Sempat Digaungkan Jokowi
Wacana pemindahan Polri di bawah kementerian bukan pertama kali ini muncul, dan sering digaungkan sejak beberapa periode pemerintahan sebelumnya. Bahkan oleh Jokowi sendiri sebelum merasakan empuknya kursi kekuasaan.
Berdasarkan catatan TheStanceID, wacana ini terakhir muncul pada 2022 saat mencuat kasus Irjen Ferdy Sambo yang membunuh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) dan memakai kewenangannya untuk memanipulasi alat bukti.
Setahun sebelum itu, mantan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo pada 2021 pernah mengusulkan agar dibentuk Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional.
Menurut dia, dibutuhkan lembaga politik setingkat kementerian yang diberikan mandat untuk merumuskan kebijakan nasional dalam hal fungsi keamanan dalam negeri. Nantinya, Polri berada di bawah Kementerian Keamanan Dalam Negeri.
Pada 2014, isu pemindahan Polri di bawah kementerian pernah tertuang dalam naskah akademik visi-misi Jokowi-Jusuf Kalla. Namun, menurut Deputi Kepala Kantor Transisi Jokowi-Jusuf Kalla, Andi Widjajanto, opsi tersebut akhirnya dihilangkan.
Sampai saat ini, keberadaan Polri langsung dibawahi otoritas presiden sebagaimana termaktub di pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal ini sesuai dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Peran Polri yang menyatakan bahwa Polri merupakan alat negara yang berfungsi mewujudkan keamanan dalam negeri dan dibawahi Presiden.
Wacana Positif yang Perlu Didukung
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai wacana untuk menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI merupakan ide yang positif.
Meski, hal ini berpotensi memunculkan sejumlah masalah, terutama dalam hal resistensi dari internal Polri sendiri.
Bambang menjelaskan bahwa penempatan Polri di bawah kementerian difokuskan pada upaya untuk meningkatkan profesionalisme, sembari menjaga jarak antara kedudukan kepolisian dan politik praktis.
"Sebagai lembaga operasional, Polri perlu menghindari campur tangan dalam urusan politik guna menjaga independensi dan kredibilitasnya," kata Bambang kepada TheStanceID.
Walaupun wacana ini didukung berbagai kalangan, Bambang mengingatkan bahwa resistensi internal Polri akan besar. Institusi yang terbiasa beroperasi mandiri di bawah presiden akan merasa terancam jika diturunkan menjadi dibawahi kementerian.
Resistensi muncul karena struktur komando berubah secara signifikan, yang bisa mengganggu alur kerja dan ketaatan anggota polisi secara keseluruhan.
Bagaimana Praktik di Negara Lain?
Di negara maju, polisi merupakan lembaga sipil yang diberikan kewenangan untuk menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat. Polisi tidak kebal hukum, dan akuntabilitasnya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan catatan TheStanceID, di negara-negara penganut demokrasi, di mana masyarakat sipil memiliki kebebasan dan kekerasan dalam penegakan hukum sangat dihindari, polisi ditempatkan sebagai pelayan masyarakat dengan kontrol ketat.
Sebagai contoh di Inggris, prinsip melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, bahkan diterjemahkan oleh polisi dengan tidak menenteng senjata api dalam menjalankan tugasnya. Di sana, polisi dibawahi Kemendagri.
Di Jepang, polisi merupakan badan apolitis di bawah pengawasan Badan Polisi Nasional yang independen, bebas dari kendali pemerintah. Polisi pun dapat diperiksa oleh peradilan yang independen, serta diawasi oleh pers.
Di banyak negara Asia, polisi ditempatkan di bawah departemen atau kementerian. Di Kamboja dan Singapura, polisi berada di bawah Kemendagri. Di Vietnam, China dan Hongkong, polisi dikendalikan oleh Kementerian Keamanan Publik.
Indonesia, Thailand dan Malaysia Beda
Tercatat, hanya Indonesia, Malaysia dan Thailand yang menempatkan kepolisian langsung dibawah Kepala Negara (Presiden) atau Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri). Alasannya, kewenangan polisi untuk menyelidiki kasus pelanggaran hukum sangat rentan penyimpangan.
Namun jika dibawahi kementerian, Polri bakal dipaksa lebih transparan mengelola anggaran, karena alokasi anggarannya akan dikontrol menteri dan dipantau menteri lainnya di tataran teknis.
Dalam melaksanakan tugasnya, Polri juga relatif lebih sulit diintervensi karena harus melalui menteri yang bisa dikontrol oleh menteri lain dan juga dikontrol oleh Presiden. Prosesnya berlapis.
Di bawah presiden, Kapolri berkedudukan setara dengan menteri dan hanya perlu melapor kepada Kepala Negara. Intervensi Polri pun mudah terjadi, karena hanya perlu perintah presiden lancung yang sukses menaklukkan partai politik besar. (est)