Jakarta, TheStance – Kekosongan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin hingga kini masih terjadi sejumlah di SPBU swasta di Jabodetabek, diantaranya yakni SPBU Shell, dan BP-AKR. Kondisi ini berlangsung sejak akhir Agustus 2025, alias sudah berminggu-minggu.

Sebelumnya, kelangkaan BBM nonsubsidi di SPBU swasta juga pernah terjadi pada Januari-Februari 2025.

Ketika itu SPBU Shell dan BP-AKR kehabisan stok BBM sehingga jaringan kedua SPBU swasta itu tidak bisa melayani pelanggan.

Kondisi ini pun menimbulkan pertanyaan:, mengapa kelangkaan BBM di SPBU swasta kerap terjadi?

SPBU Swasta Terlihat Sepi

SPBU Shell

Dari pantauan TheStance di sejumlah SPBU di Depok, beberapa SPBU swasta terlihat sepi dan hanya dijaga oleh 1-3 karyawan.

SPBU swasta tersebut juga masih memberlakukan sistem pergantian karyawan, terlihat dari bergantinya petugas yang berjaga.

Mereka mengatakan bahwa stok bensin tidak dapat dipastikan kapan akan datang.

“Belum bisa dipastikan sih kapan tersedianya," ujar salah satu karyawan SPBU Shell di jalan Margonda Raya Depok.

Beberapa motor tampak masuk untuk antre, tapi langsung ke luar lagi karena stok kosong. Hanya sejumlah mobil yang antre mengisi bahan bakar diesel.

"Kosong mas," kata seorang petugas pelayanan kepada pengendara motor.

Meski demikian, SPBU yang juga melayani jasa service motor ini masih tetap didatangi pengunjung yang ingin service dan ganti oli.

"Alhamdulillahnya sih iya, bengkel masih ramai, walaupun stok bensin habis," kata dia.

Berdasarkan laman resmi Shell pada tanggal 27 Agustus 2025, manajemen Shell mengungkapkan bahwa produk bensin Shell masih belum bisa tersedia hingga waktu yang tidak dapat dipastikan.

"Shell Indonesia menginformasikan bahwa produk bensin Shell tidak tersedia di beberapa jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan. Mohon maaf atas ketidaknyamanan yang Anda alami dan terima kasih telah memilih BBM berkualitas tinggi dari Shell," tulis keterangan tersebut.

Sementara itu, Presiden Direktur BP-AKR Vandra Laura mengatakan pihaknya saat ini masih belum bisa menyediakan BBM secara lengkap. Artinya ada jenis bbm yang tidak tersedia.

"Sampai saat ini memang produk kami tidak lengkap gitu," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Bikin Pengendara Resah

Ilustrasi ojek online

Kekosongan stok BBM di SPBU swasta ini dikeluhkan penggunanya.

Dwi saputro (28 tahun), Warga Jakarta Barat ini mengaku biasanya mengisi penuh tangki kendaraan pribadinya setiap dua hari sekali.

Dirinya memilih produk SPBU swasta karena alasan mutu yang menurut dia bagus. Keyakinannya makin kuat seiring munculnya keluhan-keluhan pengguna produk dari operator lain. ”Tahun ini viral, kan? Ada BBM oplosan,” katanya.

Senada, Cahyono (37), warga Jakarta Pusat, juga mengeluhkan kelangkaan BBM di SPBU swasta. Apalagi ia rutin mengisi BBM di SPBU swasta sejak 2012. Alasannya sederhana, yakni antreannya tidak sepanjang di SPBU Pertamina.

”Harganya beda tipis, tetapi lebih cepat mengisi di SPBU swasta. Repot kalau buru-buru,” kata pria yang merupakan pekerja kantoran tersebut.

Alasan lainnya yang membuat Cahyono tertarik mengisi BBM di SPBU swasta adalah karena mutu produknya. Ia merasakan tarikan gas kendaraannya lebih lancar. Selain itu, katanya, bunyi mesin kendaraan juga lebih halus.

Apalagi, sebelumnya ramai diberitakan sebagian warga mengeluhkan kendaraannya "brebet” karena dampak BBM oplosan.

Baca juga: Ragukan Klaim Pertamina Soal Pertamax Oplosan, Publik Berhak Gugat!

Jual Kopi Hingga Isu Karyawan Kena PHK

Shell - Jual Kopi

Kosongnya stok BBM di SPBU swasta juga berdampak pada pegawai SPBU. Mereka kini mulai jualan kopi.

Ini terlihat dalam video unggahan akun TikTok @dxxxmaul***, dimana terlihat dua petugas memilih menjajakan kopi kemasan 1 liter di area pintu masuk dan keluar SPBU.

Pengunggah video memberikan apresiasi atas upaya Shell berinovasi agar tetap bertahan di tengah krisis pasokan BBM.

"Apresiasi tinggi buat @Shell Indonesia Official yg berupaya bertahan menginovasikan apa pun buat dijual demi menghadapi badai dunia perbahan bakaran ini, sehat2 semua karyawan BBM swasta di Indonesia," tulis akun tersebut.

Sebelumnya, Shell Indonesia dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan SPBU akibat stok BBM kosong sejak akhir Agustus.

Namun, President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menegaskan perusahaan hanya melakukan penyesuaian operasional selama bensin tidak tersedia penuh. Penyesuaian itu mencakup jam buka SPBU serta jumlah tim yang bertugas.

"Kami melakukan penyesuaian kegiatan operasional di jaringan SPBU Shell selama produk BBM jenis bensin tidak tersedia secara lengkap, termasuk penyesuaian jam operasional dan tim yang bertugas melayani para pelanggan," kata Ingrid dalam keterangannya, Selasa (16/9/2025).

Dia juga membantah adanya penutupan SPBU. Menurutnya, SPBU Shell hingga kini tetap beroperasi dengan layanan yang tersedia, termasuk produk BBM lain, Shell Select, Shell Recharge, bengkel, dan pelumas Shell.

Bahlil: SPBU Swasta Bisa Beli BBM di Pertamina

Menanggapi kelangkaan BBM di SPBU swasta, seperti BP, Shell dan VIVO, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, sejauh ini pemerintah telah memberikan kuota impor 110% dibanding tahun 2024. Jumlah ini naik 10% dibanding 2024.

"Kuotanya itu 110% dibandingkan tahun lalu. Sekali lagi saya katakan bahwa, contoh perusahaan A dia mendapat 1 juta kiloliter di 2024. Di 2025, dia mendapat 1 juta plus 10%. Berarti kan 1 juta plus 100 ribu. Artinya apa? Semuanya dapat dong," ujar Bahlil di Kementerian ESDM, Rabu (17/9/2025).

Untuk itu, menurut Bahlil, jika stok BBM milik perusahaan swasta habis dan ingin minta lebih maka bisa berkolaborasi dengan Pertamina. Sebab bila pemerintah memberi tambahan impor lagi, bisa memperburuk neraca dagang.

"Kalau mau minta lebih, ini kan menyangkut hajat hidup orang banyak, cabang-cabang industri ini. Kalau mau lebih, silakan berkolaborasi dengan Pertamina. Kenapa Pertamina? Pertamina itu representasi negara," katanya.

Bahlil juga membantah tudingan bahwa pemerintah ingin memonopoli bisnis hilir migas melalui Pertamina, dengan membatasi ruang gerak pemain swasta dalam pengadaan BBM.

Dia berdalih arahan pembelian BBM ke Pertamina untuk operator SPBU swasta merupakan bentuk kolaborasi antarbisnis atau business to business (B2B).

“Ini bukan persoalan persaingan usaha. Ini persoalan Pasal 33 [UUD 45], hajat hidup orang banyak, alangkah lebih bagus dikuasai oleh negara, tetapi bukan berarti totalitas semua dikuasai oleh negara,” katanya.

Dugaan Praktek Monopoli

Fahmy Radhy

Pandangan berbeda disampaikan Pengamat Ekonomi Energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Fahmy Radhi yang menduga kekosongan BBM di SPBU swasta merupakan prakondisi menuju monopoli.

"Saya kira memang secara tidak langsung arahnya ke sana (monopoli oleh pemerintah)," ujar Fahmy.

Kecurigaan itu didasarkan pada sejumlah kebijakan pemerintah di sektor minyak dan gas yang turut memicu kelangkaan stok BBM di SPBU swasta.

Ia menjabarkan, pada Februari 2025, Kementerian ESDM mengubah periode izin impor BBM dari semula satu tahun menjadi enam bulan.

Selain itu, pengimpor BBM wajib memegang izin usaha pengolahan atau niaga dan menyampaikan laporan berkala kepada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi setiap tiga bulan sekali, atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

Kemudian, tiga bulan berikutnya, pada Mei 2025, Kementerian ESDM merencanakan penghentian impor BBM dari Singapura yang selama ini menyumbang 54% sampai 59% porsi nasional.

Gantinya, pemerintah mengalihkan impor ke negara Timur Tengah serta Amerika Serikat.

Pengalihan impor BBM bakal ditempuh secara bertahap, dari awalnya 50%, hingga 60% menuju 100%. Prosesnya akan dimulai November 2025 mendatang.

"Pemerintah mengurangi impor ke SPBU asing hampir 50%. Dengan kekurangan ini, ada semacam pembatasan. Kalau mau impor, harus mengajukan izin lagi, dan jumlahnya pun terbatas," kata Fahmy.

Dan bila henda menambah stok, SPBU asing diharuskan membeli dari Pertamina

SPBU BP AKR

Menurut Fahmy, penunjukkan Pertamina sebagai pintu utama impor BBM bisa dibilang bermasalah dan berpeluang menciptakan monopoli. Sebab penentu harga ada di Pertamina.

Pihak swasta tidak dapat mencari opsi impor lain.

Degan tekanan seperti itu, bukan tidak mungkin SPBU asing lama-lama akan mencabut investasinya dari Indonesia.

"Dan kemudian cuma ada Pertamina. Terjadilah monopoli," kata Fahmy.

Efek Domino dari Monopoli

Fahmy menambahkan praktek monopoli ini memiliki efek domino yang cukup besar.

Ia mencontohkan, dari sisi konsumen, monopoli mengabaikan kebutuhan akan pelayanan terbaik maupun harga yang ditawarkan. Sebab dengan tidak ada persaingan, Pertamina dapat berlaku sesuka hati.

Dari segi investasi, monopoli juga mengusik ketenangan investor. Para investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modal ketika iklim yang ada tidak kondusif.

"Bagi investor, mereka tentu akan berpikir buat apa berusaha di Indonesia kalau ujung-ujungnya dimonopoli?" kata Fahmy.(est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance