Jakarta, TheStance – Alam menjadi tujuan manusia untuk "pulang" menyatu dengan semesta, menemukan keseimbangan dan kedamaian. Dikemas sebagai paket dan komoditas wisata, aktivitas pulang itu seringkali justu merusak alam.

Namun cerita berbeda bisa ditemukan di area pariwisata Situ Gunung di Sukabumi, Jawa Barat.

Pertengahan Oktober ini, TheStance berkunjung ke tempat ini, merasakan langsung kesegaran udara pagi di antara rerimbunan pohon-pohon berusia ratusan bahkan ribuan tahun.

Selain pesona alamnya, daya tarik utamanya adalah sebuah jembatan panjang yang terbentang membelah lembah, yakni Jembatan Situ Gunung.

Berlokasi di Desa Kadudampit, Sukabumi, jembatan ini menjadi atraksi utama di area wisata Situ Gunung yang dioperasikan PT Fontis Aquam Vivam di wilayah pemanfaatan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Memiliki panjang 535 meter dan lebar 1,8 meter, jembatan ini tergantung 160 meter di atas tanah, yang menjadikannya jembatan gantung di atas hutan yang terpanjang di Asia Tenggara.

Kedatangan kami disambut baik tiga tokoh penting yang menggerakkan sekaligus mengawasi operasional Situ Gunung.

Mereka adalah Asep Suganda (Kepala Resor PTN Situgunung TNGGP), Usep Suherlan (Manajer Operasional PT Fontis Aquam Vivam), dan Rustandi (Marketing Officer PT Fontis Aquam Vivam).

Para warga asli Sukabumi tersebut sangat bangga dengan situs yang mereka kelola tersebut, karena merekalah para penyaksi langsung perubahan area ini. Dari tempat yang sunyi, menjadi pusat pariwisata baru yang tetap menjaga kelestarian alam.

Sentuhan Manusia 100%

SukabumiDimulai pada pertengahan 2017, Jembatan Gantung Situ Gunung dibangun sepenuhnya tanpa mesin, dan hanya mengandalkan tenaga manusia.

Pilihan ini diambil dengan alasan kuat, yakni demi melindungi keutuhan ekosistem TNGGP yang sensitif, yang merupakan bagian dari Cagar Biosfer Cibodas yang diakui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tahun 1977.

Proyek ini melibatkan para ahli dari Bandung serta pengawasan langsung dari Balai Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Karya besar ini berhasil diselesaikan hanya dalam waktu 4 bulan, sebuah prestasi luar biasa jika melihat besaran proyek dan lokasi yang sulit.

Kepala Resor PTN Situgunung TNGGP Asep Suganda mengatakan bahwa jembatan ini melewati proses perencanaan teknis dan perizinan seksama sebelum diresmikan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan pada 12 Juli 2019.

Konstruksinya memakai sistem gravitasi, dengan memaksimalkan kondisi topografi perbukitan dan kedalaman lembah yang ada.

“Sekitar 200 tenaga kerja lokal dilibatkan dalam proyek ini, mulai dari pengangkutan material, pembentangan seling baja antikarat, hingga pemasangan plat baja yang tahan korosi,” tutur Asep.

Hasilnya, berdirilah jembatan sepanjang 535 meter dengan ketinggian mencapai 160 meter dari tanah menjadikannya salah satu jembatan gantung terpanjang di Asia Tenggara sekaligus simbol kebanggaan masyarakat Sukabumi.

Jembatan Menuju Kesejahteraan Masyarakat

Jembatan tersebut tak hanya menjadi wahana yang menantang adrenalin, tetapi juga menjadi penggerak utama ekonomi lokal.

Asep memaparkan bagaimana area wisata tersebut berhasil mendongkrak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 3.000%, menyediakan sumber penghidupan bagi sekitar 655 keluarga dalam radius 7 kilometer dari area wisata alam tersebut.

“Perputaran uang pada akhir pekan bahkan mencapai Rp22 miliar per bulan, menjadikan kawasan ini motor ekonomi baru bagi masyarakat penyangga taman nasional,” sambung Asep.

SukabumiDari aspek retribusi pariwisata, sumbangannya sangat signifikan, dengan nilai mendekati Rp5 miliar. “Target Taman Nasional sebenarnya hanya Rp1,7 miliar, namun terus terlampaui setiap tahun. Sudah break even point,” katanya.

Jumlah kunjungan wisatawan juga sangat tinggi. Sebelum masa pandemi, kunjungan 4.000 orang per hari merupakan hal yang lumrah. Saat ini, jumlahnya stabil pada 200-300 orang di hari kerja dan naik drastis menjadi 1.500 saat akhir pekan.

“Kalau long weekend, bisa sampai 2.000 orang,” tambah Asep.

Mengatur pariwisata massal di dalam area cagar biosfer adalah tantangan besar.

Asep menyebutkan bahwa area Situ Gunung sebelumnya adalah bekas hutan penghasil damar, yang sekarang sudah pulih kembali menjadi hutan primer dan mengalami peningkatan populasi lutung yang cukup besar.

Berjalan di atas jembatan memberikan pengalaman yang mengesankan. Dari bawah, terdengar samar-samar suara air Curug Sawer.

Sensasi Terbang di Kanopi Hutan Tropis

Pemandangan sejauh mata memandang adalah hamparan kanopi hutan tropis yang tak terputus. Ada sedikit rasa tegang saat jembatan berayun pelan karena angin, tetapi perasaan kagum jauh lebih kuat.

Di sela-sela pepohonan, tim melihat langsung habitat sekawanan Lutung Jawa yang berayun dengan bebas. Pemandangan ini membuktikan bahwa pariwisata di lokasi tersebut dapat berjalan selaras, tanpa mengganggu ekosistem yang sudah ada.

Marketing Officer PT Fontis Aquam VivamPengalaman mendebarkan tak hanya terjadi di jembatan. Rustandi, Marketing Officer Jembatan Situ Gintung, menerangkan bahwa adrenalin pengunjung juga ditantang melalui wahana-wahana lain.

“Ketika pengunjung membeli paket di dalam, mereka bisa menambah Rp100.000 untuk mendapatkan paket tambahan. Dari awal pun sudah ada potongan harga 50% untuk Keranjang Langit,” ujarnya.

Wahana tersebut mencakup zipline 220 meter yang melintas persis di atas air terjun, serta "Keranjang Langit" (atau "Keranjang Sultan" untuk jalur yang lebih singkat).

“Kalau Keranjang Langit, pengunjung benar-benar melintas di atas pepohonan dan bisa melihat tiga bukit sekaligus. Sementara Keranjang Sultan melintasi sungai dengan panorama air jernih dan bebatuan alami,” jelas Rustandi.

Ia menegaskan bahwa aspek keselamatan tak bisa ditawar. Jembatan yang memiliki kapasitas menahan beban 10 ton, itu dibatasi hanya untuk 90 orang atau kira-kira 1 ton dalam satu giliran.

Setiap pengunjung pun wajib memakai sabuk pengaman, yang wajib diperiksa secara rutin setiap hari.

“Kami bekerja sama dengan pihak asuransi, termasuk PNBP Taman Nasional yang sudah mencakup perlindungan dasar. Selain itu, setiap wahana dilengkapi double sling dan harness agar pengunjung tetap aman,” katanya.

Geliat Ekonomi Tanpa Merusak Lingkungan

Jembatang Gantung Situ GunungUsep Suherlan, Manajer Operasional Jembatan Situ Gintung, menceritakan kembali bagaimana konsep wisata jembatan tersebut muncul, yang rupanya bukan dari kritik terkait pengelolaan area hutan, melainkan dari harapan sederhana.

“Bukan kritik, tapi masukan agar di sini ada wahana fenomenal yang bisa dinikmati semua orang termasuk lansia dan anak-anak,” katanya.

Gagasan jembatan antar bukit muncul agar pengunjung berbagai usia dapat mencapai lokasi Air Terjun Sawer, tanpa merusak vegetasi dan hutan yang mengampar.

Pedoman utama pengelolaannya adalah bersifat non-invasif. Usep menekankan komitmen mereka untuk tidak merusak lingkungan. Pemilihan bahan bangunan juga sangat penting.

“Kami menggunakan kabel baja impor dari Jerman, karena tahan terhadap korosi dan cuaca ekstrem,” jelas Usep.

Kunci keberhasilan lainnya adalah pemberdayaan masyarakat setempat. Hampir semua pekerja, mulai dari pemandu wisata sampai penjaga warung, adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi.

“Mereka bukan karyawan tetap, tapi mitra. Jadi mandiri, tidak digaji bulanan, tapi tetap punya penghasilan,” terang Usep.

Terdapat aturan bahwa setiap sepuluh wisatawan harus didampingi oleh satu pemandu lokal. “Mereka bukan hanya mengantar wisatawan, tapi juga menjadi duta bagi daerahnya sendiri,” kata Usep bangga.

Baca Juga: Hutan Lindungnya Hilang, Dua Area Puncak Alami Banjir Longsor Terparah

Konstruksi dilaksanakan dengan memanfaatkan "celah-celah" di antara pepohonan, tanpa menebang pohon ataupun mengubah kontur tanah.

“Kami tidak membuka hutan atau merusak struktur tanah. Pembangunan dilakukan dengan mencari lorong-lorong kosong di antara pepohonan,” jelas Usep.

Menurutnya, kesuksesan bukan dinilai dari banyaknya wisatawan. “Kalau hanya mendatangkan orang tapi merusak hutan, itu bukan keberhasilan.”

Visi pengelola tidak berhenti sampai di situ.

“Kami ingin ada jalur pendakian ke Gunung Gede yang bisa diakses dari sini. Wisatawan bisa menikmati perjalanan seperti di luar negeri dari keranjang langit, jembatan, hingga pendakian semuanya terhubung.”

Akan tetapi, di balik pencapaian tersebut, Asep menyampaikan satu catatan krusial terkait infrastruktur pendukung.

“Kami sedikit prihatin dengan kondisi gerbang masuk Situ Gunung yang masih kurang layak. Padahal PNBP kawasan ini sudah cukup besar. Kami berharap ada dukungan dari APBN agar fasilitas dasar bisa lebih baik,” ujarnya.

Catatan dan Kesan dari Pengunjung

SukabumiPutri Juwita (38 tahun), seorang wisatawan dari Jakarta, menyatakan ketertarikannya setelah mendapat informasi bahwa jembatan terpanjang se-Asia Tenggara ini dapat ditempuh hanya dalam 2-3 jam dari Jakarta.

“Saya penasaran karena banyak yang bilang jembatannya keren. Ternyata benar, begitu sampai di sini langsung terasa suasananya berbeda udara sejuk, pemandangannya indah, dan jembatannya luar biasa panjang,” ujarnya antusias.

Menurutnya, akses yang mudah menjadi poin plus. Siapapun yang ke sini kita tidak perlu trekking jauh, sebab bisa memakai transportasi alternatif seperti ojek ke titik lokasi. Ia juga merasa harga tiket setimpal dengan pengalaman yang diperoleh.

“Tempatnya pas untuk refreshing, apalagi dekat dari Jakarta,” katanya. Meski demikian, ia menyarankan adanya perbaikan pada fasilitas umum seperti toilet dan pengerasan jalan di area parkir.

Putri turut memberikan pesan bagi calon pengunjung yang mungkin masih ragu. “Jangan takut menyeberang. Jembatannya kokoh dan sudah ada pengamannya. Aman banget,” ujarnya sembari tersenyum.

Jembatan Gantung Situ Gunung menjadi bukti nyata bahwa kegiatan pariwisata, pelestarian alam, dan pemberdayaan komunitas lokal bisa berjalan selaras.

Jembatan ini kini bermakna lebih dari sekadar struktur kayu dan baja di atas lembah, namun menjadi simbol harapan bagi ribuan penduduk setempat menjadi warisan kebanggaan yang membawa nama Sukabumi ke kancah internasional. (par)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance