Jakarta, TheStance – Jual beli baju bekas atau thrifting kini kembali menjadi sorotan. Hal ini menyusul gebrakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen untuk memberantas impor bal pakaian bekas (balpres) yang selama ini merugikan negara.

Dengan tegas, Purbaya mengatakan tidak akan segan menangkap pihak yang melakukan penentangan atau penolakan atas upaya pemberantasan impor pakaian bekas ilegal.

"Penolakan? Siapa yang nolak saya tangkap duluan. Kalau yang pelaku thrifting nolak-nolak itu ya saya tangkap duluan dia, berarti kan dia pelakunya, clear," tegas Purbaya di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Dia juga memastikan pelakunya akan dikenakan denda hingga dimasukkan ke dalam daftar hitam atau blacklist importir.

"Jadi nanti barangnya dimusnahkan, orangnya didenda, dipenjara juga, dan akan di blacklist. Yang terlibat itu saya akan larang impor seumur hidup," ucap Purbaya.

Menteri Keuangan

Menurutnya, keputusan ini akan diatur lewat peraturan khusus. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu akan memperkuat peraturan dari kementerian teknis lainnya, yang telah melarang impor pakaian bekas sebelumnya. Salah satunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022.

Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menambahkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak akan melakukan razia ke Pasar Senen yang dikenal sebagai pusatnya perdagangan pakaian bekas. Kemenkeu melalui Ditjen Bea Cukai bakal memperketat area pelabuhan tempat masuknya pakaian impor ilegal.

"Saya enggak akan merazia ke pasarnya, saya cuma di pelabuhan aja. Nanti otomatis kalau supply kurang, seharusnya sih pelan-pelan kan semuanya habis kan? akan beralih ke barang-barang lain yang saya harapkan mereka belanjanya dari produk-produk UMKM kita," jelas Purbaya.

Awal Mula Munculnya Thrifting

Thrifting

Meski pemerintah berulang kali mengeluarkan aturan terkait larangan impor pakaian bekas, tren pecinta fashion khususnya anak muda untuk membeli pakaian bekas alias thrifting tak pernah surut.

Thrifting belakangan memang jadi angin segar sebagai pilihan gaya hidup kaum muda. Tak cuma berhemat, thrifting juga dianggap sebagai salah satu cara untuk mempraktikkan gaya hidup berkelanjutan.

Kini bahkan, baju-baju bekas itu tak cuma dijual di pasar loak, melainkan di toko-toko khusus, baik secara online maupun offline. Berbagai festival thrifting juga hadir dan selalu dipenuhi muda-mudi yang berburu baju-baju vintage nan langka.

Sejak akhir 2021, thrifting makin digemari anak muda Indonesia. Tak sekadar mencari pakaian murah, aktivitas ini jadi bagian dari gaya hidup kekinian.

Selain harga terjangkau, serunya berburu barang unik dan kadang menemukan produk branded murah membuat banyak anak muda ketagihan.

Menurut data BPS, impor pakaian bekas melonjak pada 2018–2020, dengan puncaknya di 2019 mencapai 392 ton dengan nilai US$6,08 juta. Bahkan, nilai impor baju bekas meroket 607,6 persen (yoy) pada Januari hingga September 2022.

Jepang tercatat sebagai penyumbang terbesar, mengirim sekitar 12 ton pakaian bekas ke Indonesia. Namun ada juga pakaian bekas dari negara lain seperti Korea dan Australia.

Sementara itu, survei Goodstats menunjukkan bahwa 49,4% anak muda Indonesia pernah membeli pakaian bekas atau melakukan thrifting.

Alasan Tren Baju Bekas Digemari

pakaian bekas

Pengamat sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, ada banyak faktor yang turut memengaruhi menjamurnya tren thrifting di tanah air. Salah satunya, peran sosial media dan anak muda yang takut ketinggalan trend alias FOMO (fear of missing out).

Selain itu, menurut Devie, berkembangnya tren thrifting tak terlepas dari lima unsur Utama, yakni :

1. Krisis keuangan

Krisis keuangan diakui sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Menariknya, meski keuangan merosok, kebutuhan akan sandang tak pernah berkurang. Akhirnya, banyak orang yang beralih ke pasar loak atau thrifting demi memenuhi kebutuhan mereka.

2. Gaya hidup berkelanjutan

Kesadaran masyarakat akan lingkungan juga turut berperan membuat tren thrifting kian menjamur. Misalnya, isu mengenai limbah tekstil yang menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar di dunia.

"Orang-orang sadar, kalau terus beli baju [baru], sampahnya makin banyak. Makanya, ya udah, beli yang bekas saja. Jadi, tidak menumpuk masalah sampah baru," ujar Devie.

Namun, pada kenyataannya pakaian bekas yang ada di pasar loak atau thriftshop tidak semua laku terjual. Alih-alih ikut mengampanyekan budaya ramah lingkungan, thrifting malah menyebabkan tumpukan sampah pakaian semakin menggunung.

3. Pilihan barang unik

Baju-baju yang dijual di pasar thrifting umumnya selalu punya nilainya sendiri. Biasanya, baju-baju yang dijual bersifat limited edition. Jarang ada baju yang sama tersedia dalam jumlah lebih dari satu potong.

"Kalau di pasar loak hanya ada satu, entah ada di mana lagi kembarannya. Makanya terasa unik," kata dia.

Selain itu, kini juga banyak baju-baju bekas nan langka yang dijual di pasar thrifting.

4. Pengaruh kreator konten dan artis

Content creator dan artis yang ikutan tren thrifting juga turut berpengaruh. Salah satunya dengan cara mempromosikan kegiatan belanja barang bekas mereka melalui akun media sosial.

Konten mereka berupa review pasar dan transformasi baju bekas kerap membuat thrifting tampak menarik sehingga timbul rasa penasaran dari follower mereka untuk ikut mencoba.

"Akhirnya orang tertarik dan kemudian mencobanya. Oh ternyata murah, oh ternyata bagus. Jadi-lah budaya ini makin digemari banyak orang," kata dia.

Tak jarang juga, banyak juga artis atau personil band yang jusru memperoleh kostum unik untuk kebutuhan manggung mereka lewat aktifitas thrifting.

5. Eksistensi

Thrifting juga memberikan pengalaman emosional yang menyenangkan. Para anak muda umumnya mengaku puas saat menemukan barang sesuai gaya mereka, terutama jika unik dan tidak pasaran.

Dengan thrifting, mereka juga bisa terlihat keren tampil dengan baju-baju unik dan branded tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam.

Praktik Penyelundupan Pakaian Bekas Kerap Terjadi

impor ilegal

Pada dasarnya, tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan thrifting asal barang yang diperjualbelikan berasal dari dalam negeri.

Pemerintah telah melarang impor pakaian bekas lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022. Dalam aturan yang diundangkan 14 Juni 2022 tersebut, pakaian bekas termasuk salah satu barang yang dilarang masuk ke Indonesia dan berada di poin ke-23 dengan kode 6309.00.00.

Produk ini dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.

Selain itu, impor pakaian bekas juga dinilai merugikan negara karena tidak ada pajak yang dipungut sebagaimana impor barang kena pajak lainnya yang sah.

Sejumlah penindakan sebenarnya telah dilakukan pemerintah sejak aturan itu diberlakukan. Sayangnya, praktik penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri masih kerap terjadi.

Adapun konsekuensi hukum bagi orang yang melakukan penyelundupan di bidang impor akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan pidana penjara paling lama sepuluh tahun serta pidana denda paling sedikit sebesar Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan.

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana berpendapat, penegakan hukum yang lemah menjadi menjadi penyebab pakaian bekas terus menjamur di Indonesia.

"Banyak celah ilegal untuk impor. Kalau ini berulang, [artinya] celah itu sangat banyak," ungkap Andri.

Alih-alih menerbitkan peraturan baru, Andri mendesak pemerintah untuk serius melakukan penegakan hukum.

"Permasalahan bukan kebijakan, tapi pelaksanaannya (penegakan hukum). Banyak yang lolos, dari segi penindakan, (artinya) oknum bermain." ucap Andri.

Thrifting Ilegal Rugikan Negara

Arsjad Rasjid

Sementara itu, Mantan Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid menilai thrifting juga bisa memengaruhi keberlangsungan industri. Dia pun menghimbau agar masyarakat lebih memahami bahwa dampak negatif thrifting pakaian bekas impor ilegal bukan hanya terjadi di negara kita, tetapi juga di negara-negara lain.

Ia mencontohkan dampak negatif dari tingginya jual beli pakaian bekas impor bahkan pernah terjadi di Kenya dan Chile.

Masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis di Kenya mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil. Pada masa jayanya industri tekstil, 30 persen dari jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di industri ini.

Namun, industri tekstil yang sempat mempekerjakan lebih dari 200.000 pekerja tersebut kini hanya dapat menyerap kurang dari 20.000 pekerja karena tingginya jumlah impor pakaian bekas.

Kemudian, saat 59.000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia, sampah-sampah ini kemudian menggunung karena mayoritas tidak dapat terserap pasar.

"Jadi jelas bahwa thrifting pakaian bekas impor adalah bentuk ekonomi sirkular yang tidak tepat dan merugikan bagi negara, termasuk Indonesia. Indonesia harus melindungi produsen dan brand industri pakaian dalam negeri, apabila kita ingin melihat mereka maju dan bersaing di pasar global," ujarnya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance