Minggu, 20 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Janjikan IUP Tambang ke Kampus demi Amankan Jatah Ormas?

Jatah ormas untuk menambang berisiko dijegal MK, perguruan tinggi kini ikut menemani, dapat jatah.

By
in Big Shift on
Janjikan IUP Tambang ke Kampus demi Amankan Jatah Ormas?
Pimpinan Baleg berpose pada Senin malam (20/1/2025) di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta usai menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) untuk dibahas di sidang paripurna. (Sumber: Gerindra)

Jakarta, TheStanceID - Tren bagi-bagi izin pengelolaan tambang era presiden Joko Widodo (Jokowi) dilestarikan. Di era Presiden Prabowo Subianto, Perguruan Tinggi juga akan diberi prioritas menambang.

Fakta ini terungkap dalam rapat Badan Legislasi DPR di Jakarta, Senin (20/1/2025), ketika menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Revisi yang diajukan atas usul DPR tersebut memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi, atau lebih “kreatif” karena tahun lalu perluasan pemberian IUP hanya berlaku untuk organisasi masyarakat (ormas).

Namun, ada yang aneh. Draf revisi UU Minerba dibahas maraton oleh Baleg di tengah masa reses. Padahal biasanya, anggota dewan baru memulai bekerja setelah masa reses selesai.

Anggota Baleg sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP Putra Nababan mengaku baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno pada Senin (20/1/2025) pagi.

"Saya juga menjadi salah satu orang yang mempertanyakan soal naskah akademik tadi ya. Kayaknya kok nggak mungkin kita bikin UU tanpa membaca naskah akademik lalu dikirim 30 menit sebelumnya, panjangnya 78 halaman," ungkap Putra dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI, Senin (20/1/2025).

Dia meminta agar perancangan RUU dibahas dengan benar dan lurus.  Selain itu, DPR perlu mendengar masukan dari pemangku kepentingan, khususnya pelaku di sektor minerba dan masyarakat.

Modus Amankan Jatah Ormas

Pembahasan revisi RUU Minerba yang super kilat mengundang pertanyaan besar. Termasuk, dugaan bahwa revisi ini bertujuan semata-mata untuk memberikan payung hukum undang-undang bagi ormas dalam mengelola tambang.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024 yang mengatur pemberian izin tambang untuk ormas berpotensi untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasannya, pemberian izin tambang secara prioritas kepada ormas keagamaan sejatinya melanggar azas persaingan usaha di mana semua pemberian WIUP harus dilakukan berdasarkan lelang dan bukannya ditentukan oleh negara.

"Karena tadi, ada pelanggaran, tidak sesuai dengan prosedur lelang izin usaha pertambangan," kata Bhima kepada TheStanceID, Jumat (24/1/2025).

Memang Terkait MK

Ketua Baleg Bob Hasan menolak tuduhan bahwa RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dikebut. Menurut dia, RUU tersebut digodok berdasarkan tahapan dan musyawarah bersama.

Usulan revisi UU Minerba itu, kata Bob, sudah disampaikan melalui Badan Musyawarah, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), hingga rapat pleno terbuka. Baleg juga mengeklaim sudah maraton dalam 2 hari terakhir menampung pendapat stakeholder.

"Ada tahapan semuanya, termasuk yang terpenting partisipasi publik ini kita sukseskan untuk aspirasi dan untuk bekal dalam pembahasan nanti," kata Bob seperti dikutip Bisnis Indonesia.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengakui bahwa revisi UU minerba—yang memicu keriuhan karena bakal memberikan jatah IUP bagi perguruan tinggi, terkait dengan putusan MK atas gugatan terhadap UU Nomor 3 Tahun 2020 yang memberi jatah IUP Khusus kepada ormas.

MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formil), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil). Di situ, MK menolak pengujian formil tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil terhadap UU Minerba.

“Kami harus menindaklanjuti putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, revisi ini menjadi kewajiban agar UU Minerba selaras dengan putusan tersebut,” tegas Doli, dilansir dari laman resmi Media DPR RI yang dikutip Rabu, (22/1/2025). 

Menemani ormas, perguruan tinggi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) bakal dimasukkan di daftar penerima IUPK agar bisa memperoleh wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). RUU ini akan memberi prioritas pengelolaan tambang dengan lahan di bawah 2.500 hektare kepada UKM.

Berawal dari Manuver APTISI

Usulan perguruan tinggi untuk mengelola pertambangan muncul pertama kali dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Mereka menyampaikan wacana ini sejak era pemerintahan Jokowi, tepatnya pada tahun 2016.

"Dari Pak Jokowi tidak direspons, lalu saya usulkan kepada Pak Prabowo pada 2018," kata Ketua Umum APTISI Indonesia Budi Djatmiko, seperti dikutip dari BBC Indonesia.

Budi juga mengaku sudah bertemu berkali-kali dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk membicarakan usulan tersebut. "Mungkin ada 15 kali ketemu."

Usulan universitas mengelola konsesi pertambangan ini kemudian dirumuskan dalam dokumen berjudul "Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045".

Forum Rektor Mendukung

Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin menilai wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang merupakan perkembangan yang sangat positif, bagi perguruan tinggi yang berstatus badan hukum (BHP) dan memiliki unit usaha sendiri.

“Perguruan tinggi seperti ITB atau UGM, yang sudah profesional dan memiliki unit usaha, sebenarnya sudah biasa mendapat kontrak di sektor pertambangan," ujar Didin, Rabu (22/1/2025) dikutip Kompas.

Namun, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menolak usulan pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi dalam RUU Minerba. Menurut dia, usulan itu bukan berada di ranah universitas.

Fathul khawatir masuknya kampus ke ranah bisnis pertambangan membuat mereka tidak lagi sensitif terhadap pengembangan akademik. Sebab, orientasi mereka berpotensi lebih condong mengembangkan bisnis tersebut.

“Ada baiknya kampus tetap fokus pada misi utama, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” kata dia.

Ongkos SPP Bisa Turun?

Menurut Didin, pelibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama bagi perguruan tinggi swasta yang memiliki yayasan dengan unit usaha.

Pendapatan tambahan ini diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) atau biaya operasional lainnya.

“Jika yayasan mendapatkan tambahan pendapatan dari proyek tambang, tentu muaranya akan meringankan beban mahasiswa.. SPP mungkin tidak perlu naik, beban lain juga tidak perlu naik, dan kesejahteraan pegawai bisa meningkat," ujar Didin.

Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar Simatupang menyatakan siap terlibat dalam wacana pemberian IUP tambang untuk perguruan tinggi melalui revisi UU Minerba.

Menurut dia, wacana itu sesuai dengan kebijakan pendidikan tinggi yang diharapkan mandiri dalam mencari pembiayaan. Pihaknya masih dalam posisi menunggu inisiasi DPR untuk membahas wacana tersebut lebih lanjut.

"Kami siap untuk ikut. karena itu termasuk salah satu kebijakan dalam pendidikan tinggi yang dekat dengan apa, dekat dengan pendanaan." kata Togar usai rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Pelanggaran UU Pendidikan

Namun, dosen ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai usulan di draf RUU Minerba itu melanggar Undang-Undang Pendidikan, di mana perguruan tinggi menjalankan tiga fungsi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian.

Sudah pasti, kata dia, pertambangan tidak selaras dengan fungsi tersebut. “Tambang, di mana pun prosesnya, pasti menyebabkan perusakan lingkungan,” kata Fahmy dalam keterangan tertulis, pada Selasa, (21/01/2025).

Dia menduga pemberian konsesi tambang tersebut bertujuan menundukkan perguruan tinggi agar tidak dapat lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, sebagaimana yang selama ini berjalan.

“Kalau benar dugaan tersebut, tidak berlebihan dikatakan terjadi prahara di perguruan tinggi dalam fungsi kontrol dan penegakan demokrasi di Indonesia,” ujarnya. 

Kegagalan Pemerintah

Juru kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Alfarhat Kasman menilai usulan itu sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan akademisi, berupa tenaga pendidik atau dosen maupun peserta didik atau mahasiswa.

Dengan memberikan izin tambang, kata dia, pemerintah melepas tanggung jawab atas beban finansial kampus begitu saja. Perguruan tinggi yang seharusnya berpihak kepada masyarakat korban tambang, kini menjadi bagian dari penambang.

“Ketidakbecusan negara dalam menjamin kesejahteraan para akademisi hendak diselesaikan dengan cara culas, membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang,” katanya melalui keterangan resmi, Selasa (21/01/2025).

Farhat menuding pembuat kebijakan ingin mencatut nama baik perguruan tinggi untuk kepentingan citra pribadi atau kelompok tertentu.

Praktik di Luar Negeri

Mengutip KBR, tidak ada perguruan tinggi di luar negeri yang secara langsung mengelola tambang. Namun, bukan berarti mereka tidak ikut menikmati cuan dari bisnis tambang. Berikut ini beberapa contohnya;

  • University of Queensland (UQ), Australia  

    Kampus ini memiliki Sustainable Minerals Institute (SMI), yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan teknologi pertambangan berkelanjutan. Mereka memiliki unit konsultasi yang membantu perusahaan tambang mengelola tambang lestari.

    Universitas tidak menjalankan tambang secara langsung, tapi mereka bekerja sama dengan perusahaan tambang besar untuk mengembangkan solusi inovatif dan melisensikan teknologi yang dapat diadopsi di sektor tambang. 

  • Imperial College London, Inggris 

    Kampus ini bekerja sama dengan perusahaan minyak dan tambang untuk riset geoteknologi.

  • University of Texas System, Amerika Serikat (AS)

    Kampus ini memang memiliki aset tanah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas.

    Namun, kekayaan ini dikelola oleh University Lands, sebuah badan yang mengurus pengelolaan sumber daya tambang, termasuk lisensi eksplorasi dan produksi.

    Pendapatan dari tambang lantas digunakan untuk mendanai universitas tersebut.

  • Stanford University, AS

    Stanford memiliki investasi yang diputar di saham perusahaan tambang. Namun kepemilikannya dilakukan atas nama entitas keuangan yang mengelola abadi (endowment fund) mereka, bukan atas nama universitas.

Bisakah Dipraktikkan di Indonesia?

Berbagai praktik di luar negeri tersebut bisa dijadikan contoh. Praktiknya, bisnis penambangan bisa mendukung institusi pendidikan, asalkan dilakukan melalui unit bisnis, badan usaha terpisah, atau kolaborasi dengan industri. Dan yang terpenting, pelaksanaannya benar-benar lestari.

Ahmad Doli mengeklaim pemberian jatah tambang pada universitas merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). “Revisi ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan SDA dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.”

Namun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai pemberian IUP ini tak lain memiliki tujuan lain yakni memberangus pikiran kritis perguruan tinggi. Dia mendesak agar usulan pemberian izin kelola tambang ke universitas dihapuskan dalam revisi UU Minerba.

"Jika mereka tempat kita bertanya tentang intelektualitas, diceburkan, bagaimana dia akan kemudian menjadi bersih ketika menyampaikan pikiran, kalau telah tercemari oleh lumpur-lumpur tambang," tegas Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna pada TheStanceID, Kamis (23/01/2025). (est)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\