Jakarta, TheStance – Presiden RI Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan yang cukup mengejutkan publik, yakni memperbolehkan imigran atau warga negara asing (WNA) untuk dapat memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Saya sudah mengubah regulasinya. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia bisa memimpin BUMN kita. Jadi, saya sangat bersemangat," ujar Prabowo dalam dialog bersama Chairman Forbes Media, Steve Forbes, di forum Forbes Global CEO Conference 2025 di St Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Prabowo berdalih, kebijakan ini bertujuan agar pengelolaan BUMN sesuai dengan standar bisnis internasional. Dia pun mengaku sudah mengubah regulasi yang menyebut pemimpin BUMN harus seorang WNI.

Prabowo - Forum Bisnis

Selain membuka peluang WNA untuk memimpin BUMN, dalam diskusi itu Prabowo juga meminta Danantara mencari talenta terbaik untuk memimpin perusahaan BUMN.

"Dan saya sampaikan kepada manajemen Danantara untuk menjalankannya dengan standar bisnis internasional. Kalian bisa mencari otak-otak terbaik, talenta-talenta terbaik," tuturnya.

Lebih lanjut, Prabowo juga meminta agar Danantara memangkas jumlah BUMN, dari sekitar 1.000 BUMN saat ini menjadi hanya 200 perusahaan saja.

"Jadi, saya sudah memberikan arahan kepada ketua Danantara untuk merasionalisasi semuanya, mengurangi dari 1.000 BUMN mungkin menjadi angka yang lebih rasional, mungkin 200 atau 230, 240, lalu menjalankannya dengan standar internasional," ungkap Prabowo.

Dirinya meyakini bagi hasil keuntungan BUMN bisa lebih besar dirasakan negara jika jumlah perusahaan dipangkas seperti itu. "Jadi, saya yakin imbal hasil 1 persen atau 2 persen bisa meningkat, harus meningkat," tambahnya.

Pernah Diusulkan Rini Soemarno

Rini Soemarno dan Presiden Jokowi

Sebagai catatan, wacana bahwa BUMN bisa dipimpin oleh WNA sebelumnya pernah digulirkan oleh Rini Soemarno pada 2017, saat menjabat Menteri BUMN di kabinet Presiden Jokowi periode pertama.

Salah satu alasan Rini ketika itu menggulirkan wacana tersebut adalah agar BUMN mudah membuka jaringan bisnis global. Saat itu dia mengeklaim tidak ada larangan bila pemerintah mengambil pimpinan BUMN dari warga asing.

Namun, belum sempat dibahas dengan Jokowi, wacana itu sudah lebih dulu mendapat penolakan berbagai kalangan, termasuk DPR ketika itu.

Danantara Tetap Utamakan Talenta Lokal

Pandu Sjahrir

Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Patria Sjahrir, mengeklaim ketentuan mengenai diperbolehkannya WNA memimpin BUMN telah diatur dalam revisi Undang-Undang BUMN yang baru.

Menurut Pandu, langkah tersebut sejalan dengan upaya pemerintah menjadikan BUMN sebagai pemain global di berbagai sektor strategis. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan sumber daya manusia dengan kapasitas dan pengalaman internasional.

“Keinginannya adalah membawa BUMN kita menjadi global champion. Jadi memang memerlukan human capital yang baik,” jelasnya.

Meski begitu, Pandu menegaskan bahwa prioritas utama tetap diberikan kepada talenta lokal dan diaspora Indonesia sebelum mempertimbangkan tenaga dari luar negeri.

“Kita tetap fokus pada putra-putri Indonesia terbaik, kemudian diaspora, baru nantinya dari luar negeri,” ungkap Pandu. “Danantara juga akan memberikan masukan dalam proses pemilihan calon pemimpin BUMN,” tambahnya.

2 WNA Ditunjuk Jadi Direksi Garuda

Garuda Indonesia

Danantara pun bergerak cepat dengan menunjuk dua WNA masuk di jajaran direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yakni Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Balagopal Kunduvara, dan Direktur Transformasi Neil Raymond Mills.

Penunjukan mereka berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 15 Oktober 2025. Balagoval terakhir menjabat sebagai Divisional Vice President Financial Services Singapore Airlines 2021-2025.

Sementara itu, Neil Raymond terakhir menjabat sebagai Konsultan Penerbangan di NM Aviation Limited pada 2022-2025, dan Chief Procurement Officer and Head of Transformation di Scandinavian Airlines pada 2024-2025.

Pandu menjelaskan penunjukan keduanya dilakukan dalam rangka mendorong kinerja maskapai penerbangan pelat merah tersebut agar lebih bertaraf internasional.

"Memang dari sisi Danantara ini kita ingin membawa paradigma baru. Bukan lagi hanya ngelihat ke dalam tapi juga ngelihat ke luar," kata Pandu dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).

Ia juga mencontohkan, sejumlah maskapai internasional juga sudah menerapkan hal tersebut lebih dulu. Salah satunya yakni Emirates dan maskapai Air New Zealand.

"Profit mereka (yang memiliki direksi asing), kalau kita ngomong revenue, itu 2 kali lipat Garuda. Mungkin bisa dibilang majority juga orang asing bukan orang New Zealand di maskapai Air New Zealand," tambahnya.

Celios: Salahi Aturan dan Kontradiksi Narasi Anti Antek Asing Prabowo

Muhammad Saleh - Celios

Peneliti dan Litigasi Strategi Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Saleh, membantah Prabowo soal aturan yang sudah diubah dan mengizinkan BUMN dipimpin WNA.

Ia menjelaskan, sampai revisi keempat Undang-Undang BUMN, syarat menjadi pemimpin BUMN masih termaktub harus warga negara Indonesia (WNI).

"Faktanya silakan dicek Undang-Undang BUMN, tidak ada satupun ketentuan dalam Undang-Undang BUMN yang direvisi terbaru ada beberapa kategori ya, soal jabatan BP BUMN, BPI Danantara, holding investasi, holding operasional, direktur perum atau persero, tidak ada satupun yang mengatur soal syarat itu bisa diduduki WNA."

"Artinya tidak ada dasar hukum yang bisa memastikan WNA duduk sebagai pimpinan BUMN," ujar Saleh dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).

Dia juga meragukan nasionalisme seorang Prabowo lantaran kebijakannya kontras dengan narasi antek asing yang kerap diucapkan kepada kepada berbagai elemen yang kontra terhadap pemerintah.

"Ini kontradiksi dengan narasi nasionalisme ekonomi dan kedaulatan yang sering disampaikan Pak Prabowo. Pak Prabowo sering menyampaikan antek asing dan sebaginya. Ini membuka pertanyaan serius soal konsistensi pemerintahan jika BUMN sebagai simbol kedaulatan ekonomi dapat dipimpin WNA," tegasnya.

Baca Juga: What's Wrong with Being Neoliberal and Why Prabowo Should be Cautious? (Part 1)

Saleh mengamini jika praktek penggunaan talenta asing sebagai pimpinan dan direksi BUMN lazim dilakukan di beberapa negara. Ia mencontohkan negara seperti Norwegia dan Singapura, yang mengadopsi praktik tersebut.

Namun, hal itu dilakukan dengan konsep yang sangat ketat dan diikuti dengan standar regulasi yang baik. "Kalau Presiden Prabowo menginginkan penunjukan talenta-talenta terbaik maka revisi dulu aturannya, padahal UU BUMN ini baru kita revisi."

"Misalnya Norwegia memberlakukan itu, tapi dia punya regulasi, Singapura juga memperlakukan itu tapi dia punya regulasi. Pertanyaannya adalah, hari ini (pemerintah) ada tidak regulasi yang mengatur itu," tanya Saleh.

Lebih lanjut, Saleh juga menilai solusi untuk mengatasi permasalahan di tubuh BUMN, sebenarnya bukan hanya dengan penunjukan WNA sebagai pimpinan BUMN, melainkan pada niatan untuk memperbaiki problem tata kelola BUMN itu sendiri.

"Dan problem kita di BUMN itu adalah problem pure tata Kelola. Misalkan kalau kita lihat dari 16 perkara korupsi BUMN dari tahun 2000 sampai 2024, total kerugian keuangan negara itu total Rp83,3 triliun atau setara dengan 15 persen PMN kita. Itu artinya kita punya problem yang sangat struktural," katanya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance