Jakarta, TheStance – Di balik polemik dan retorika dua menteri Kabinet Merah Putih terkait subsidi elpiji 3 kilogram (kg), ada solusi di baliknya yang bakal mengubah kebijakan subsidi tersebut menjadi lebih terpat sasaran.

Solusi tersebut ditegaskan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Eddy Soeparno merespons polemik antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

Awalnya, Purbaya menyebut bahwa harga asli LPG 3 kg senilai Rp42.750/tabung. Selama ini pemerintah menanggung Rp30.000/tabung dan masyarakat membelinya senilai Rp12.750.

Merespons hal itu Bahlil menilai Purbaya salah membaca data, lantaran baru saja menjabat sebagai menkeu sehingga perlu penyesuaian.

“Mungkin Menkeunya salah baca itu. Biasalah ya, mungkin butuh banyak penyesuaian. Saya gak boleh menanggapi sesuatu yang selalu.. ini ya,” ujarnya.

Purbaya lalu mengakui bahwa dirinya memang masih mempelajari data tersebut yang bersumber dari stafnya. Bahkan dia membuka kemungkinan bahwa Bahlil lah yang benar.

“Saya sedang pejari, kita pelajari lagi. Mungkin Pak Bahlil betul, tapi nanti kita lihat lagi seperti apa. Yang jelas sata dapat angkanya dari hitungan staf saya, nanti kita lihat lagi gimana salah pengertiannya,” ujar Purbaya dalam kunjungan kerja ke Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).

Semangatnya Sama, Agar Subsidi Tepat Sasaran

Eddy Soeparno

Merespons itu, Eddy Soeparno menilai polemik kedua menteri tersebut menunjukkan pentingnya integrasi data, guna memastikan subsidi energi tepat sasaran kepada mereka yang berhak.

Eddy yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) meyakini bahwa Menkeu dan Menteri ESDM sama-sama ingin agar subsidi energi tepat sasaran kepada mereka yang berhak.

Karena itu, dia mendorong agar data penerima subsidi, baik subsidi LPG maupun subsidi BBM, terintegrasi sehingga bisa menjadi acuan bersama dalam merumuskan kebijakan subsidi agar tidak salah sasaran.

“Dengan begitu, data yang dipakai Kementerian Keuangan maupun Kementerian ESDM dan kementerian lainnya yang berkaitan dengan penyaluran subsidi selalu sama,” Kata Eddy di sela-sela dialog dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Cianjur.

Doktor Ilmu Politik UI ini menuturkan produk LPG 3 kg ini menjadi kebutuhan esensi hampir setiap rumah tangga di Indonesia, terutama ditujukan untuk masyarakat miskin atau pra sejahtera.

"Namun kini, justru penggunaannya meluas ke rumah tangga kelas menengah, bahkan kafe dan restoran. Subsidi yang tidak tepat sasaran ini yang harus dibenahi bersama seluruh Kementerian dan Lembaga sesuai arahan Presiden Prabowo,” lanjutnya.

Menteri Purbaya sendiri mengakui bahwa polemik yang terjadi saat ini terkait subsidi LPG bisa saja karena ketidakselarasan data, yang disebabkan karena cara melihat data yang berbeda.

“Mungkin cara lihat datanya beda, kan hitung-hitungan kadang-kadang kalau dari praktik sama, akuntan kadang-kadang beda,” tuturnya.

Satu Harga LPG di Pasaran

Eddy Soeparno

Selain integrasi data penerima subsidi, pria bernama lengkap Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno ini menyoroti pengalihan subsidi barang menjadi subsidi uang langsung kepada penerima.

Sejak awal masalah subsidi energi ini menjadi diskusi publik, dia memiliki pandangan bahwa sebaiknya subsidi barang tersebut dialihkan menjadi subsidi uang, yang diberikan langsung kepada penerima masyarakat miskin dan tidak mampu.

"Misalnya jika subsidi pemerintah di dalam satu tabung LPG 3 kg adalah Rp33.000 dan setiap kepala keluarga diasumsikan menggunakan 3 tabung per bulannya, maka sang penerima subsidi akan mendapatkan Rp99.000 secara tunai dari pemerintah dan dikirim langsung pada penerima,” tuturnya.

Jika mekanisme ini berjalan lanjut Eddy, maka hanya akan ada satu harga LPG 3 kg di pasaran yang merupakan harga eceran tetap sesuai ketetapan regulator dan Pertamina.

Baca Juga: Otak-Atik Distribusi LPG 3 kg, Siapa di Balik Layar?

Wakil Ketua Umum PAN ini menjelaskan bahwa gagasannya untuk memberikan subsidi langsung dalam bentuk uang kepada masyarakat, akan tetap mengedepankan asas keadilan bagi masyarakat sekaligus bagian dari upaya meringankan beban APBN.

Pilar utama pembiayaan negara selain meningkatkan pendapatan adalah dengan melakukan penghematan anggaran, di sisi lain kebijakan anggaran harus mengimplementasikan asas keadilan.

“Di antara yang bisa dilakukan untuk menghemat anggaran adalah memastikan subsidi diberikan tepat sasaran hanya kepada mereka yang berhak yakni saudara-saudara kita yang miskin dan tidak mampu,” tutup Eddy. (par)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance