Jakarta, TheStance – Revisi Undang-Undang 19/2023 tentang BUMN yang baru saja disahkan menjadi UU 1/2025 dinilai menjadi salah satu capaian mendasar.
Khususnya, dengan dimasukkannya konsiderans hukum berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang selama ini kerap diabaikan.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Rieke Diah Pitaloka menilai hal itu sebagai perjuangan yang tak biasa.
Pengesahan revisi UU BUMN terbaru telah menekankan politik harus lebih membela kepentingan rakyat melalui TAP MPR tersebut.
“Alhamdulillah, perjuangan ini akhirnya berhasil. Konsiderans hukum menimbang tidak boleh diabaikan karena ia merupakan landasan konstitusional,” ujar Rieke di Ruang PPID, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
TAP MPR XVI/MPR/1998, lanjut dia, menegaskan bahwa politik ekonomi nasional harus berpihak pada kepentingan rakyat banyak, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Rieke menilai, keberadaan BUMN tidak bisa dilepaskan dari prinsip demokrasi ekonomi yang diatur dalam konstitusi.
Dengan masuknya TAP MPR tersebut dalam konsiderans hukum revisi UU BUMN, maka posisi BUMN sebagai instrumen negara untuk mewujudkan cita-cita konstitusi semakin kuat.
Kembalinya Status 'Penyelenggara Negara'
Rieke menambahkan, salah satu poin krusial dalam revisi UU BUMN adalah penghapusan ketentuan yang sebelumnya menyatakan bahwa "anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara."
“Ketentuan itu sebelumnya kontradiktif dengan konsiderans hukum yang ada. Padahal, dalam rezim keuangan negara, pejabat BUMN jelas merupakan penyelenggara negara,” tegas Rieke.
Dengan revisi tersebut, lanjut dia, BUMN kembali ke jalurnya sebagai bagian dari penyelenggara negara, sehingga wajib diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memeriksa mereka.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-IV/2006 juga menegaskan konsep constitutional importance, yakni lembaga yang meski tidak disebut secara eksplisit dalam UUD 1945.
Namun, keberadaannya penting bagi ketatanegaraan Indonesia. “BUMN termasuk dalam kategori ini, karena memiliki peran strategis untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945,” ujar Rieke.
Dia berharap revisi UU BUMN ini tidak hanya menjadi perubahan normatif, tetapi benar-benar menjadi pijakan dalam menempatkan BUMN sesuai mandat konstitusi.
“BUMN bukan sekadar badan usaha biasa, tetapi pilar demokrasi ekonomi yang wajib berpihak pada rakyat dan dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Jangan Biarkan BUMN Lepas dari Pantauan KPK
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menilai langkah mengembalikan status pejabat BUMN sebagai penyelenggara negara adalah tepat.
Pasalnya, korupsi di BUMN masih sangat masif. Data menunjukkan pada kurun waktu 2016-2023, ada lebih dari 200 korupsi yang melibatkan ratusan pejabat BUMN.
“Kalau direksi dan komisaris dianggap bukan penyelenggara negara, jelas berbahaya. Itu membuka ruang gelap tanpa pengawasan BPK, KPK, dan aparat hukum. Karena itu status mereka harus dikembalikan sesuai aturan agar transparansi tetap terjaga,” tegasnya.
Oleh karena itu, Pangi menekankan pentingnya memastikan pejabat BUMN dipilih berdasarkan kompetensi dan rekam jejak, bukan sekadar kedekatan politik.
Namun, dia mengritik praktik rangkap jabatan sejumlah menteri dan wakil menteri sebagai komisaris BUMN yang sarat dengan konflik kepentingan. Saat ini sebanyak 33 wakil menteri tercatat rangkap jabatan sebagai komisaris.
“Kalau gaji wakil menteri kecil, solusinya bukan dengan rangkap jabatan, tapi dengan kebijakan yang wajar. Komisaris harus independen, berani, dan profesional, bukan karena kedekatan politik,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia menyambut positif keberanian Presiden Prabowo Subianto menghentikan praktik pemberian bonus kepada direksi atau komisaris BUMN yang perusahaannya merugi karena mencerminkan semangat efisiensi dan akuntabilitas.
“Pernyataan Presiden Prabowo sangat berani. Tidak masuk akal, perusahaan merugi tapi direksinya tetap mendapat bonus. Itu jelas tidak fair dan tidak sehat. Keputusan Presiden untuk menghentikan praktik semacam ini adalah langkah tepat,” tegas Pangi.
Jangan Lagi Lamban dan Bertele-Tele
Ia menyoroti kelemahan tata kelola BUMN, yang selama ini dianggap tak mampu bersaing karena lamban dalam pengambilan keputusan. Ketika perusahaan swasta cepat mengeksekusi hasil rapat, BUMN terlalu birokratis sehingga tak efisien.
“Pengalaman menunjukkan rapat di BUMN sering panjang, penuh basa-basi, tapi tidak segera menghasilkan keputusan. Tradisi kerja seperti ini harus dievaluasi total,” ujarnya.
Dengan revisi UU BUMN, yang diarahkan untuk memperbaiki tata kelola perusahaan negara agar lebih sehat, transparan, dan berdaya saing global, dia berharap BUMN bakal dikelola sebagai entitas bisnis modern, bukan sekadar zona nyaman pejabat.
“BUMN harus berhenti sekadar bicara untung-rugi di atas kertas, tetapi hadir nyata untuk kesejahteraan rakyat. Dari penyediaan energi, layanan publik, hingga jaminan sosial seperti BPJS [Badan Pengelola Jaminan Sosial], semuanya harus berpihak pada kepentingan masyarakat,” kata Pangi.
Dia menyerukan transformasi mendasar dalam manajemen BUMN. Jika tata kelola dibenahi, integritas ditegakkan, dan transparansi dijalankan, BUMN bisa menjadi pilar ekonomi nasional sekaligus instrumen strategis bagi kesejahteraan rakyat.
Dengan penguatan landasan konstitusional BUMN sebagai pilar demokrasi ekonomi dalam UU BUMN yang baru, manajemen perusahaan pelat merah diharapkan bekerja profesional, transparan, dan bebas dari konflik kepentingan.
Kritik terhadap praktik lama seperti bonus di tengah kerugian maupun rangkap jabatan juga menjadi pengingat bahwa transformasi BUMN tidak bisa setengah hati.
Pada akhirnya, revisi ini akan diuji bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam praktik nyata: apakah BUMN benar-benar mampu hadir sebagai instrumen strategis negara untuk menciptakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Peningkatan Profesionalisme dan Integritas
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar Ahmad Labib menekankan bahwa semangat utama RUU BUMN adalah peningkatan profesionalisme dan integritas manajemen.
Menurutnya, revisi ini ke depan seharusnya mampu mendorong kompetensi direksi dan dewan direksi BUMN agar dipilih berdasarkan kapabilitas, bukan karena kedekatan pribadi maupun politik.
“RUU BUMN harus memastikan direksi dipilih karena kompetensi, integritas, dan kinerja. Bukan karena hubungan personal atau politik. Hal ini penting agar BUMN dapat dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel,” tegas Labib.
Ia juga menyoroti penerapan prinsip smart governance yang menekankan transparansi, akuntabilitas, serta tanggung jawab teknis. Menurutnya, negara harus berperan sebagai pemilik atau shareholder, bukan sebagai pengelola langsung.
“Pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen profesional agar lebih efisien dan sesuai kebutuhan pasar,” jelasnya.
Labib menambahkan laporan keuangan BUMN wajib terbuka dan dapat diakses publik sebagai bentuk akuntabilitas. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut mengawasi jalannya perusahaan negara dan mencegah penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga: Turun Kasta Jadi Badan, Kementerian BUMN Berisiko Tumpang Tindih dengan Danantara
Lebih jauh, ia menekankan lima peran strategis BUMN yang diamanatkan dalam RUU ini. Pertama, menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi nasional di sektor-sektor vital seperti energi, investasi, komunikasi, dan keuangan.
Kedua, menjadi sumber pemasukan negara yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program sosial.
Ketiga, BUMN harus berperan dalam pembangunan daerah terpencil, membuka lapangan kerja, serta menciptakan keseimbangan antarwilayah.
Keempat, penggerak inovasi nasional dan contoh bagi perusahaan lain dalam efisiensi kerja serta pelayanan publik. Kelima, menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama di masa krisis, dengan memastikan ketersediaan bahan pokok dan bahan baku.
“BUMN juga harus konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya, termasuk bantuan pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inilah yang akan menjadikan BUMN tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga hadir untuk rakyat,” pungkasnya. (par)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance