Jalur Air Sumber Konflik Dunia: dari Panama, Suez, hingga Palestina

Jika warga Palestina bisa diusir dari Gaza, terbuka peluang untuk membangun jalur air strategis tersebut.

By
in Big Shift on
Jalur Air Sumber Konflik Dunia: dari Panama, Suez, hingga Palestina
Sebuah kapal kargo besar melintasi Terusan Suez. (Sumber: https://nasseryouthmovement.net/)

Jakarta, TheStanceID – Terusan Panama menghiasi pemberitaan dunia menyusul ambisi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mencaploknya, guna "mendepak China yang dia klaim mengontrol jalur perdagangan penting tersebut.

Trump beberapa waktu lalu mengutarakan kegelisahannya atas keterlibatan China dalam proyek Terusan Panama, mencerminkan betapa berharganya fungsi terusan tersebut bagi Negara Adidaya, setelah sejarah panjang yang meliputinya.

Awalnya Terusan Panama adalah proyek AS, yang ditolak pemerintah Kolombia karena perjanjiannya merugikan kepentingan nasional mereka dan kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap kedaulatan mereka.

Maka, lahirlah gerakan separatis Panama--yang dukung Amerika hingga berhasil memerdekakan dari Kolombia pada tahun 1903.

AS lantas meneken Perjanjian Hay-Bunau-Varilla dengan pemerintah Panama yang mengamankan haknya untuk membangun dan mengelola Terusan Panama.

Pembangunan sodetan yang menghubungkan Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik ini berlangsung dari tahun 1904, dan resmi dibuka pada 15 Agustus 1914.

Selama lebih dari 70 tahun, AS mengoperasikan dan memelihara terusan tersebut hingga pada 1977 Presiden AS Jimmy Carter meneken Perjanjian Torrijos-Carter yang akan mengembalikan kontrol atas terusan tersebut kepada Panama pada 1999.

Setelah Trump menggeber retorika soal mencaplok kembali Terusan Panama dengan dalih ada China di sana, pemerintah Panama pun mengalah. Presiden Panama Jose Raul Mulino mengumumkan keluar dari kerja-sama BRI.

Di luar Terusan Panama, TheStanceID mengompilasi terusan lain yang memiliki peran penting dan sejarah panjang terkait konflik perebutan penguasaannya.

Terusan Suez Diinisiasi Firaun

Sejarawan sepakat bahwa orang pertama yang punya ide menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah adalah Firaun, yakni Senausret III dari Dinasti ke-12 yang hidup 1800 tahun sebelum Masehi.

Kapal dagang dari Laut Merah dia arahkan masuk ke Sungai Nil, lalu dibuatkan sodetan menuju Danau Pahit, lalu lewat jalur Zagazig dan berakhir ke Laut Mediterania. Sisa peninggalannya masih bisa disaksikan hingga kini di Geneva, Mesir.

Insinyur Prancis Ferdinand de Lesseps hanya merevitalisasi jalur kuno yang telah dibuat penguasa Firaun tersebut. Proyek dimulai pada tahun 1859 di bawah perusahaan bernama Suez Canal Co.

Perusahaan yang sahamnya dimiliki Prancis dan gubernur Mesir (mewakili Khalifah Utsmani) ini memperdalam jalur air yang sudah ada tersebut selama 10 tahun lebih, hingga akhirnya tuntas dan diresmikan pada 17 November 1869.

Terusan ini sangatlah strategis karena memungkinkan kapal dari Eropa ke Asia dan sebaliknya melewati jalur lebih singkat tanpa harus mengitari benua Afrika.

Namun akibat krisis keuangan, Gubernur Mesir terpaksa menjual sahamnya kepada Inggris pada tahun 1875. Sejak saat itu, Inggris ikut mengontrol kawasan tersebut dan akhirnya sekalian menginvasi Mesir pada tahun 1882.

Koalisi Prancis dan Mesir diwujudkan dengan membentuk perusahaan Suez Canal. Keduanya menjadikan Terusan Suez sebagai jalur vital bagi kepentingan kolonial mereka. Kemerdekaan Mesir pada tahun 1922 tidak mengubah status ini.

Ketika pecah Perang Dunia II, tentara Jerman di bawah Jenderal Erwin Rommel maju ke terusan Suez pada Juli 1942 guna mematikan pasokan militer koalisi sekutu.

Terusan Suez Jadi Senjata Mesir

Pada tahun 1956, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser membuat keputusan bersejarah dengan menasionalisasi Terusan Suez, mendepak Inggris dan Prancis.

Tindakan ini memicu Krisis Suez, di mana Inggris dan Prancis, dibantu Israel, melancarkan serangan militer terhadap Mesir.

Namun, tekanan Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet memaksa ketiga negara tersebut untuk mundur, sehingga Mesir tetap mempertahankan kontrol atas terusan tersebut sampai sekarang.

Ketegangan kembali terjadi pada 1967, ketika Perang Enam Hari antara Israel dan negara-negara Arab. Israel berhasil merebut Semenanjung Sinai, yang dibalas oleh Mesir dengan menutup Terusan Suez selama 8 tahun.

Penutupan ini sangat mengganggu perdagangan dunia. Pada tahun 1973, dalam Perang Yom Kippur, Mesir melancarkan serangan mendadak terhadap Israel dengan menyeberangi Terusan Suez dan menghancurkan pertahanan Israel di Sinai.

Perang berakhir setelah Mesir dan Israel meneken Perjanjian Camp David pada tahun 1979. Dalam perjanjian ini, Israel sepakat mengembalikan Semenanjung Sinai kepada Mesir, dan Terusan Suez kembali dibuka untuk semua kapal.

Terusan ini terus berkembang, hingga pada tahun 2015 Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi meresmikan proyek perluasan untuk meningkatkan kapasitas lalu lintas kapal, menjadikannya lebih efisien bagi perdagangan global.

Pada 2021, Terusan Suez sempat menjadi perhatian dunia ketika kapal kontainer raksasa Ever Given kandas dan menutup jalur pelayaran selama 6 hari.

Insiden ini menyebabkan kemacetan lalu lintas kapal serta kerugian miliaran dolar bagi perdagangan dunia. Hingga kini, Terusan Suez tetap menjadi salah satu jalur perdagangan paling strategis dan penting dalam ekonomi global.

Isu Terusan di Gaza

Israel membenci kontrol Mesir atas Terusan Suez, karena ketika mereka memproklamirkan kemerdekaan pada 1948 dengan mengusir ribuan warga Palestina dalam insiden yang disebut Nakba, Mesir tak tinggal diam.

Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser memutuskan melarang kapal-kapal Israel melewati Terusan Suez tersebut, menimbulkan kerugian hingga miliaran dolar karena kapal dagang mereka harus berkelok mengitari benua Afrika.

Oleh karenanya, Israel menyusun rencana pembangunan Terusan Ben Gurion, sembilan tahun sejak nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir.

Penyusun rencana itu adalah zionis bernama Howard D. MacCabee. Dokumen tersebut dirahasikan selama 30 tahun, dan baru dirilis ke publik pada tahun 1996, menurut Times of Israel.

Terusan ini akan menghubungkan Laut Mediterania dengan Laut Merah, membuka jalur perdagangan antara Asia Selatan (India dan sekitarnya) langsung ke Eropa (via Turki), melewati jazirah Arab.

Menurut rencana rute Terusan tersebut akan dimulai dari pelabuhan Eilat di mulut teluk Aqabah, dan melintang sepanjang 300 kilometer di perbatasan Gaza Utara.

Namun demikian, jika terusan dibangun lurus melewati jalur Gaza, panjangnya diperkirakan hanya 260 kilometer, atau selisih hanya 70 km dari Terusah Suez.

Maka, jika warga Palestina bisa diusir dari Gaza, terbuka peluang untuk membangun jalur air strategis tersebut, sekaligus menyedot blok migas di lepas pantai Gaza yang cadangannya diprediksi mencapai 30 miliar kubik meter.

Lagi-lagi kita melihat, di mana ada konflik di situ ada kekayaan alam dan kepentingan ekonomi. Nyawa puluhan ribu manusia terlihat seperti halnya risiko bisnis, yang bisa dihilangkan. (par)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\